Senin, 31 Desember 2012

Angka 13


Dan sebenarnya saya tidak mempunyai niatan merayakan New Year. Apalah daya, tumpukan tugas itu ternyata berhasil merayuku untuk merayakan pergantian tahun dengan mereka. Mereka, mereka itu dua mata kuliah yang sering membuat uring –uringan saya dan teman – teman saya di kelas. Psikologi Eksperimen dan Metodologi Penelitian Kuantitatif. Sebenarnya tugas – tugas itu bisa saja selesai lebih awal. Jika nih, jika saya tak pulang kampung dan menghabiskan masa minggu ‘tenang’ di Surabaya. Jika nih, jika saya tidak bepergian alias melancong bersama keluarga saya ke Ngawi dan Kediri. Jika nih, Jika tidak keluar dengan kakak, tidak jalan – jalan dengan Nita, tidak pergi bareng Ayin. Hahaha banyak alasan, bilang saja malas. Ah nggak kok. Saya sudah mencicil dari awal, dasarnya aja tugasnya banyak --- berhentilah mencari kambing hitam futri -.-“ ---
Dan sekarang saya tidak mengerti, saya menikmati malam di depan Sammy –samsung netbook saya—detik ini menunjukkan pukul 02.10. Wah sudah malam juga. Beberapa jam yang lalu masih 2012 dan sekarang, mau tidak mau saya tidak boleh lupa mengganti angka 12 menjadi angka 13 di setiap cacatan saya. Walau pun saya tidak pernah diajari keluarga saya untuk mengucapkan “Happy New Year” ketika pergantian tahun. New year’s Eve benar – benar berisik diluar dan  biarlah mari biar saya lambaikan tangan pada angka 12. Angka 13 terlihat lebih memesona sepertinya.
Tahun baru masehi memang bukan tahun baru agama saya. Tapi berdoa di awal tahun ini tidak ada mudharatnya. Saya berharap saya lebih Rajin beribadahnya ke Allah. Saya lebih sering membuat bangga Ibuk dan Abi saya. Saya tidak mudah rebut – rebut tidak penting dengan adik – adik saya. Saya lebih mampu mengemban amanah yang ditimpakan kepada saya –terutama MY club—Saya lebih rajin menulis, membaca, berinfaq,hafalan, bersilaturrahmi. Saya lebih tinggi lagi badannya –hehe--. Saya lebih rajin makan siang –yang awalnya sering lupa—karena itu penting. Saya lebih mampu menjaga hati saya –yang masih sering bandel-- . Saya mampu menjadi contoh yang baik bagi adik – adik baik di asrama maupun di rumah. Saya harus mampu mendapat beasiswa yang tertunda itu. Ahh…apa lagi ya. Ada yang nyeletuk kalau tentang jodoh –siapa juga yang nyeletuk—“jangan datang dulu pak calon suami, saya belum siap, saya masih jelek. saya belum bisa dandan dengan baik :D , masakan saya terkadang masih asin.” kalimat terkhir cumin intermezzo ya ;D.
Dan saya benar – benar belum mengantuk. Bagaimana ini, oh good day cappucino. Benar – benar. Saya sepertinya harus mengucapkan salam pada tugas yang harus saya garap besok, “Hi Psikodiagnostic III, be nice ya.”
bismikallahumma nada`u. fi ghuduwiw wa rawah. laka minna kullu hamdin. fi masaiw wa sobah. hablana minka roshadah. wahdiina subulasolah. inna taqwa allahi nurun. wa toriqul lil falah

Sabtu, 29 Desember 2012

Barakallah sahabat :)

me & decy



aku mudah lupa tentang bilangan, entah lima atau tujuh tahun lalu kita bertemu, di rumah seorang teman, temannya abiku dan abimu. Kau duduk di teras dan aku duduk di ruang tamu. Kita saling diam, karena tak kenal juga karena malu untuk memulai perkenalan. Abimu menyuruhmu mengajakku bicara, begitu juga abiku, tapi kita tetap diam. Mungkin kita hanya bingung, apa yang akan kita bicarakan.
Hingga bilangan itu semakin mengecil, kita menjadi sering bertemu, entah moment apa, hingga yang membuatmu semakin dekat denganku adalah arjunast. aku, kamu, dan teman – teman kita menjadi bahan ejekan deadline – dead line yang menyebalkan. Hingga perpisahan pun terjadi. Kamu dengan duniamu, begitu pun aku. Dan ini menjauhkan kita, seperti dengan beberapa teman lain, aku jarang menghubungimu. Mungkin kamu sibuk, pikirku…Hingga suatu hari (beberapa hari lalu), kau memberiku sebuah kejutan. Namamu berkedip – kedip pada handphoneku, sekian lama aku mendengar suaramu, masih tetap sama. Yang beda, isinya. Hari itu, kau meminta restu dariku. entah kenapa hatiku turut bergetar, sedikit – sedikit. Kau sabahat kecilku, kau…kau…ah aku bingung akan berucap apa.
Kalau pada awal bertemu kita hanya diam selanjutnya setelah mengenalmu ketika bertemu justru kita jarang berhenti untuk diam, terlalu banyak koleksi cerita untuk kita bagi. Aku dengan gaya menggebu – gebu, kamu dengan logat lembut awewe sunda. Ahh…ku akui tak banyak waktu sering kita habiskan. kita mempunyai teman – teman yang berbeda. Tapi kita selalu ada alasan untuk bersama. Dan kini, kau bilang kau akan menjadi milik seseorang. Pikiranku selalu salah. Aku selalu berpikir kita masih kecil, padahal kenyataan itu nyata. Kau akan menjadi seorang ratu dengan cepat. Ahh seperti biasa, kau pasti menjadi sangat cantik. Kau ah kau…kau baik, Allah pasti membarakahi mu, memberimu keluarga sakinah mawadah dan penuh rahmah. Selamat menembuh hidup baru sayang, barakallahu lakuma wa barakah ‘alaikuma wa jama’a baina kuma fii khoir…..

*Maaf tidak bisa datang di hari bahagiamu sayang

Rabu, 26 Desember 2012

Hati hati dengan Hati



Segera kan ku jemput,
engkau bidadari, bila tiba waktu
ku temukan aku
ya Illahi Rabbi kerasku mencari diri
sepenuh hati.”

hari ini acara kita adalah resensi lagu (sejak zaman apa ada resensi lagu ----___----“ ). Di atas adalah potongan lagu dari Seismic, berjudul menjemput bidadari. Kemudian di bawah ini adalah Lirik indah dari Edcoustic berjudul Nantikanku di Batas Waktu.

Di kedalaman hatiku
tersembunyi harapan yang suci
tak perlu engkau menyangsikan
lewat kesalihanmu, yang terukir menghiasi dirimu
tak perlu dengan kata2
sungguh walau ku kelu tuk mengungkapkan perasaanku
namun penantianmu pada diriku jangan salahkan
kalau memang kau pilihkan aku
tunggu sampai aku datang..
….”

Ada yang ingin berkomentar??? Jika tidak ada, saya akan berkomentar sendiri. emmm apa ya hehe. Sebenarnya saya sedikit tidak enak hati membahas ini. Tapi nggak nahan buat nulis. Ya sudah lah.
Apa yang akan dirasakan seorang perempuan mendengar lagu itu. satu kata yang menurut survey pikiran saya akan sering muncul adalah harapan, betul? Entah apa yang diniatkan si pengucap tapi berbedalah terkadang tanggapan dari si penerima ucapan.

Pernahkah kita mengira, jangankan kata – kata yang gamblang seperti di atas, sapaan atau setarik senyum pun dapat diartika berbeda. Terutama pada sesema operator yang sms atau telponya lebih murah *apa sih.
Yah itu lah hati, ada yang bilang hati itu buta, terkadang ada benarnya. Bukan karena tak punya mata tapi karena hati manusia terkadang tulalit, nggak nyambung. Tapi sebenarnya yang salah bukan pada hatinya. Tapi pada sang subyek, terkadang lalai atau sengaja melalai. Terkadang kalau dipikir – pikir, tidak ada asap kalau tidak ada api, jadi hati bergejolak –cieeh—pasti juga ada yang memicu.
Yah manusia, niat terkadang tak sesuai dengan tindakan, bilangnya A yang muncul C. Maka hal yang dapat diambil dari dua lagu diatas adalah jangan memancing perasaan jika tidak ada rasa. Jika kita menjaga hati manusia lain, Allah pastilah akan turut menjaga hati kita pula.

Ya Muqallibul Qulub, Thabbit Qulubana ‘Ala Dinik.”

Aku berubah


Matamu coklat, kamu pakai contact lens?”
Iya, contact lens dari Allah.”

Kata beberapa teman aku berubah, berubah seperti warna bola mata. Kian dewasa kian menjernih. Aku sebenarnya malu mengatakan aku sudah dewasa, karena entah pada kenyataannya aku tidak tahu. Aku selalu mengira, aku tidak pernah berubah, dari gadis kecil penyuka kembang api, aku pikir hanya beberapa yang lalu saja aku lupa tak merengek minta dibelikan kembang api pada abi. Abi juga masih sering menawariku untuk di antar atau di jemput ke Surabaya. Tapi…kenyataan terlalu sulit untuk kumanipulasi. Aku memang berubah.
Kapan kita akan menikah ya?” Kami, aku dan teman – temanku selalu takut berkata demikian. Takut jikalau malaikat tiba - tiba menjawab, “Besuk.” atau “Lusa.”. Takut jikalau harus berbagi mainan bersama orang asing. Takut jika aku tak lagi punya waktu membicarakan mimpi bersama teman – teman. Takut jika, takut jika, takut jika. Ahh dewasa bukan penakut. Perasaan itu sepertinya hanya ku buat – buat, agar aku terlihat seperti anak – anak yang akan banyak mendapat perhatian eyang putri. Yang masih bebas menjawab “Jadi dokter, jadi arsitek, jadi presiden.” ketika seseorang menanyakan cita –cita. Mau tidak mau aku harus berkata. Aku menjadi dewasa, aku berani, aku siap, apa pun..
Matamu coklat, kamu pakai contact lens ya?” haha seorang teman bertanya sembari tak melepas pandangannya dari mataku, katanya mataku tak seperti milik orang umum. Jika orang Indonesia umumnya coklat hitam, hitam coklat, punyaku adalah coklat murni, begitu katanya. Aku pikir, ini bagian dari pendewasaanku. Dalam psikologi aku tak pernah menemukan hubungan keduanya, tapi biarlah aku menarik kesimpulan sendiri. Mata coklat ini muncul sejak aku memutuskan untuk berusaha (masih berusaha) berjilbab secara kaffah (seutuhnya). Bukan berari dulunya aku tak berjilbab, hanya saja, jilbab bagiku dulu adalah accessories. Tidak bila tak membuatku cantik. Malu jika tak mengikuti perkembangan, takut terlihat jelek. Padahal kakung bilang aku cantik sekali. Ada sekalinya kalau kakung yang bilang.
Aku tidak berubah, ah terlalu naïf jika mengatakan itu. Bagaimana pun orang melihat. Aku pikir aku berubah membaik. Salah satu hal yang harus ku lalukan adalah berterima kasih, pada sang Great Director, pada Allah sang perencana. Hanya saja, aku takut, aku menjadi baik karena lingkunganku. Bagaimana jika dulu – dulu Allah tak menempatkanku di sini, atau jika nanti suatu saat akan tiba di saat aku harus berada di suatu tempat yang sama sekali tidak save bagiku. Ahh..nothing can I do except praying for my istiqomah. Karena, apa yang lebih indah dari suatu keistiqomahan melakukan kebaikan. Bagaimana pun menurutku, aku masih belum yakin orang lain melihatku sama seperti caraku melihat diriku. Aku masih sering buruk, aku masih butuh banyak belajar, aku masih polos dan kurang strategi bergaul, aku masih hanya berani di tempat – tempat aman, aku harus berani berubah. terus berubah. terus berubah. terus berubah. JIka lingkungan tak berubah, biarlah aku berubah sendirian

Jumat, 21 Desember 2012

SEpeda Baru



Waktu itu masih belum seperti sekarang
saat gadis 7 tahunan itu sering merengek – rengek meminta dibelikan sepeda baru
“kalau sudah punya uang Mbak.”
“tapi pengen sekarang buk, pengen sepedahan seperti teman – teman.”
“Tapi ibuk belum punya uang.”
“Tapi pengen buk.”
lalu ibuk hanya diam, mungkin ibuk capek menanggapi rengekanku.
Ahh futri kecil saat itu masih sulit mengerti keadaan. Kalau abi sering diam, ibu akan sering mengomel jika ada suatu kesalahan sekecil apa pun kulakukan.
“Kalau ingin sepeda, nabung dulu. Kurangi jajan. Makanya sarapan kalau sebelum sekolah, ibu sudah capek capek bangun pagi masak malah nggak mau sarapan.”
“Kan takut telat.”
“Makanya dibangunin itu yang enak, kalau tidur jangan malam – malam.”
Seperti itulah, ibuk sering mengomeliku. Mengomentari semua yang salah padaku. Memberi nasehat ini, nasehat itu. Supaya aku, putri sulungnya ini mengerti. Tapi ternyata aku sangat sulit mengerti.
“Jangan pakai baju itu Mbak,  Pakai baju yang kemarin saja. Masih bisa dipakai kenapa ganti lagi.”
“Tapi nanti dikira teman – teman nggak punya baju lain.”
“JANGAN MALU KALAU NGGAK SALAH.”
Ini, pelajaran yang kerap ibu gaung – gaungkan. Jangan jadi anak pemalu hanya karena hal tidak penting.  Hidup bersahaja ya seperti ini, begitu mungkin maksud yang ingin ibuk sampaikan.
Pernah suatu ketika, saat nilai matematikaku kelas 4 SD saat itu mendapat nilai 44. Ibu tidak terima, ibu tahu jawaban yang tertera pada kertas jawaban itu banyak yang benar namun dicoret merah. Ibuk, ibukku yang tangguh langsung mendatangi kelas untuk mengkonfirmasi semuanya. Ibuk tidak akan membiarkan hatiku menciut atas perlakuan yang tidak adil.
Ibuk, seharusnya aku lebih sering menelfon ibuk. Tapi entah, aku tidak kuat mendengar suara ibuk menanyakan kapan pulang. Dan itu akan membuatku tak betah di Surabaya.
Orang – orang bilang hari ini hari ibuk. Puput suka cara ibuk menagih kado pada anggota keluarga kita. Puput suka mendengar ibuk dengan bangga memamerkan hadiah abik pada kami. Ibuk….Meski ibuk selalu keras kepada kami, kami selalu berebut siapa yang tidur siang dengan ibuk. Meski kami terkadang bawel, atau selalu bilang “sebentar.” saat ibuk menyuruh kami, tapi percayalah buk. Rasa bersalah terbesar kami adalah saat kami mengatakan sebentar sedang ibuk tidak sabar dan mengerjakan pekerjaan dengan tangan yang telah kelelahan.
Ibuk, doakan puput bisa membahagiakan ibuk, mewujudkan apa yang ibuk pengen dari puput.  Doakan kelak puput menjadi perempuan yang sukses dunia akhirat (amin): Dan kita akan bersama - sama membawa keluarga pada kesuksesan dunia akhirat pula. amin

Terima kasih Allah, untuk seorang ibu seperti ibuk kami
Yang tidak pernah berhenti mengarahkan kami
Yang terlalu disiplin hingga membeli jadwal tidur siang kami dengan tambahan uang saku.
Ibuk, terima kasih telah membiarkanku tidur Sembilan bulan lamanya dalam kandunganmu
Terima kasih telah mengenalkanku pada Tuhanku
Terima kasih ibuk untuk beribu sarapan pagi yang tidak pernah telat
Terima kasih untuk setia menjemputku di stasiun
Terima kasih untuk sambel pecel dan telur puyuh oleh – oleh untuk teman – teman asrama
Terima kasih untuk menyetrikakan dan mencucikan tumpukan baju kami
Terima kasih untuk bangun – bangun malam – malam karena anak sulungmu yang manja sedang masuk angin.
Terima kasih untuk  cakue setiap pulang belanja
Terima kasih buk untuk menjahitkan kancing seragam yang lepas
Terima kasih untuk semuanya yang tidak mungkin tertulis satu persatu.
Ibuk, sesungguhnya cita – cita terbesarku adalah membuat engkau dan abik bangga.

peluk dan cium dari jauh.
Selamat Hari Ibuk !!! Semoga Allah selalu membarokahimu ibuk.
Sayang ibuk :*
(sebuah posting kepagian, berhubung besuk dan lusa saya khawatir tidak bisa membuat sambungan internet, jadi tulisan buak ibuk ini saya posting sekarang. Saya tidak ingin telat buat ibuk, seperti ibuk tidak pernah telat membuatkan saya sarapan pagi)


Rabu, 19 Desember 2012

Sister for Sale!!!! -haha itu dulu-

-->
Dulu aku ingin menjual adikku seperti ini

“Hai adik tetangga” kataku menggodamu
“Hai kakak palsu” sautmu.
“Hai njela…sana pergi ke rumah tetangga.  pergi anak tetangga. pergi anak tetangga. hahahaha.” aku mencibir memainkan lidahku menggodamu.
“ibuuuuuk. Mbak Njleput nakaaal huhuhuhu” kemudian kamu menangis kea rah ibuk . Lalu aku sembunyi di belakang pintu.

Hahahaha. Kau boleh tertawa sekarang. Aku tak kan menggodamu lagi. Kau, monster perusak rumah mainanku, empat belas tahun lalu aku terkejut, mengapa kau yang datang. Aku selalu minta pada Allah adik laki – laki. Hahaha. Kenapa kau yang datang.
Aku selalu berpikir ibu lebih sayang padamu. Dan kau selalu berkata padaku “Kau beruntung jadi anak kesayangan ibu.” kita aneh. Ya kita aneh, di saat orang –orang selalu rukun dengan adik atau kakak mereka. kenapa kita selalu sibut bertengkar. Tentang siapa yang akan menyiram bunga, tentang kaus kaki ku yang kau hilangkan satu, tetang siapa yang akan melipat selimut. hahaha. Sehingga ketika waktu kau bilang kau rindu aku. Aku hampir pingsan. hehehe
Hari ini kau ulang tahun ya…aku tidak menyangka, vitamin yang disiramkan ibu padamu lebih manjur sehingga kini kau membesar melebihiku. Dulu sewaktu kecil, saat kita berebut perhatian abi, aku pasti yang akan menang. Karena kau kecil. Tapi monster, ah kenapa kau lebih cepat tumbuh. Aku tak bisa lagi menganiayamu dengan mudah sekarang.
Ah, terkadang, kau sangat menyebalkan. meminjam sandalku dan pulang –pulang tinggal satu, kau meninggalkan bungkus ciki di kamar kita, kau meninggalkan jemuran basah di dalam mesin cuci sehingga membuatku harus rela menjemur pakaianmu yang berjibun. Tapi kau, aah…kau merapikan kamar yang terbiasa berantakan itu ketika aku pulang. Membelikanku bakso goreng sepulang sekolah. Kau telah menungguku di atas bebek putih itu  setibaku turun dari atas bis. Ahh…kita selalu bertengkar tapi kita saling melindungi dengan sembunyi – sembunyi.
Dulu aku berpikir, kalau saja ada penjual bayi, aku akan menjualmu karena aku malas menjagamu yang suka berkeliaran di rumah tetangga. Tapi kalau saja dulu aku jadi menjualmu, tidak akan ada adik perempuan yang kugodai saat ia mulai belajar dandan. Tidak ada teman join jilbab. Tidak ada sekutu dalam rangka merayu abi untuk wisata keluarga ke tempat – tempat indah. Untunglah… hehe
Kau tumbuh, lebih baik dari aku. Kau tumbuh di saat abi telah lebih mampu berdiri, sehingga membaiklah karena itu. Kakak tidak terlalu bisa membuat abi bangga, buatlah abi bangga lebih dari yang kakak lakukan. Kalau pun kau harus merantau lebih awal. Pergi lah, dunia luar itu begitu indah. Kau akan menemui warna pelangi tak sekedar mejikuhibiniu. Indah…gapailah mimpimu sayang. Kau lebih siap amunisi daripada kakak, kalahkan musuhmu, jangan biarkan hal – hal remeh mengalahkanmu. Cinta…ah simpan dulu itu, biar ia tumbuh seperti teratai, tersembunyi namun sangat indah. Orang – orang akan tercengang saat melihatnya kemudian.
Barakallah fii ‘umrik, uhibbuki fillah ya ukhty…
Mari bersama – sama membawa keluarga kita menuju surga.
amin :))

Dear : Nala Nafilata Fadilah
Sincerely : Me, Your old Sister, Futri
Nala & me