Sabtu, 31 Mei 2014

Tulisan : Untuk Siapa?


Untuk siapa?

Tidak tahu. Hanya menulis saja. Mungkin untuk dimasukkan ke dalam botol lalu melemparkannya ke tengah samudra.  Biar, suatu saat seseorang di tepian pantai bagian yang lain menemukannya. Klasik? memang iya. Cinta selalu klasik, tapi menarik.
Aku suka menulis sajak, seolah sudah jelas tertuju pada siapa, tapi sebenarnya aku sungguh tak ada bayangan, tak ada gambaran. Aku justru ketakutan. Takut jika ada yang merasa dan jatuh cinta dengan tulisanku. Aku GR banget ya? Iya, karena aku manusia.
Ada peristiwa yang membuatku melarang hatiku untuk mudah jatuh cinta, dan ini benar adanya. Aku hanya takut kecewa. Cemen mungkin, tapi ya memang begini lah. Aku takut nama yang kutulis tidak sama dengan yang direncanakanNya. Itu saja.
Mungkin salah satu alasan Tuhan tak menakdirkanku jadi gadis pesisir pantai adalah agar aku tak mengotori laut dengan botol-botol berisi surat. Mungkin, aku akan benar-benar melakukannya jika ini memungkinkan. Memang kadang aku konyol begitu. Tapi biarlah, ini setidaknya membuatku bahagia.
Ada banyak yang kurencanakan tapi tak kesampaian, aku justru mendapat hal berbeda yang menakjubkan, ini yang membuatku sanksi untuk menentukan. Biar Allah saja yang memilihkan, biar Allah saja yang membilangi, aku tak berani bilang sendiri.
Seperti yang kujelaskan di awal, aku terkadang cemen dalam hal jatuh cinta. Karena meskipun belajar psikologi, aku tidak benar-benar bisa memutuskan siapa terlihat baik untukku, aku hanya yakin manusia sekedar saling tahu, tidak saling kenal. Selalu begitu kan? Tuhan selalu lebih mengenal makhlukNya.
Karena itu, untuk menjawab pertanyaan ‘untuk siapa?’ aku katakan, untuk seseorang yang masih malu hendak melamarku, haha. Tapi aku tidak tahu, siapa dia sebenarnya. Biarkan saja, jika benar-benar mencintaiku, dia pasti menemui ayahku. Biarkan saja, aku tetap menulis sajak untuknya, aku kubekap semuanya di dalam botol, lalu biar Tuhan melalui gelombang  menghanyutkannya pada siapa. Biarlah Tuhan mengutus angin melemparkannya ke tepian mana. Biar Tuhan yang memprakarsai perkenalan kami melalu surat di dalam botol ini.
Sudah jelas kan untuk siapa, sudah ya jangan tanya lagi, hihi.

Surabaya, 17 Mei 2014

Jumat, 09 Mei 2014

Look Back, We're Totally Different


Apabila tidak kita perhatikan benar-benar, apabila kita tidak pintar mengamati detail, hari berganti hari akan terlihat sama saja. Matahari dan bintang-bintang yang sama, tidur dan bangun, belajar, bekerja, ulangan ini dan itu. Semua biasa saja, apabila kita tidak peka. But, turn you head back and look, we are totally different.
Mungkin yang mengalami tidak menyadari ini. Tapi apabila ingin mengetahui apakah kita cukup berubah atau tidak, coba tanya mereka-mereka yang lama tak jumpa denganmu. Kemungkinan mereka adalah orang yang paling menyadarinya.
Sedikit-sedikit kita berubah, seperti pertambahan panjang rambut, kita tidak tahu (tidak lihat) dan tiba-tiba panjang sendiri. Dan surprise-nya, kita bisa jadi menjadi orang yang benar-benar berbeda. Bisa jadi bertambah buruk, bisa juga bertambah baik. Sebenarnya semua hanya bergantung pada satu hal kecil. Bernama kebiasaan.
Kebiasaan itu ringan, kecil dan kita tak menyangka telah melakukannya. Dan kalian pasti sudah tahu, akumulasi kebiasaan-kebiasaan kecil kita itu suatu saat akan menjelma menjadi karakter diri kita. Suatu karakter yang menancap kuat lalu menjadi  branding diri kita di mata dunia atau mudah kita sebut dengan kepribadian.
Sebenarnya, kita ingin menjadi orang seperti apa itu pilihan kita. Karena setiap hari kita dihadapkan pilihan dan kita sendiri yang menentukan melakukan apa. Memilih kebiasaan-kebiasaan apa. Saat pagi, saat membuka mata pun kita memilih ingin memikirkan apa, melakukan apa, dan meninggalkan apa.
Hidup adalah akumulasi dari setiap lintasan pikiran yang kita kristalkan menjadi tindakan, kumpulan tindakan menjadi kebiasaan, kebiasaan mewujud karakter lalu teciptalah kita. Merek dagang kita di mata dunia dan di mata Allah. Maka, pintar-pintarlah memilih kebiasaan. Lakukan saja hal-hal baik meskipun itu kecil, meskipun itu terlihat remeh. Tapi konsistenkan. Suatu saat itu akan menjadi karakter kuat dari diri kita.

Surabaya, 9 Mei 2014

Futri Zakiyah Darojat