Jumat, 25 Mei 2012

What the meaning of being jealous



“At any rate, I’d better be getting out of the wood, for really it’s coming on very dark. Do you think it’s going to rain?” Said Alice and began to cry.
Tweedledum spread a large umbrella over himself and his brother, and looked up into it. “No, I don’t think it is.” he said; “At least—not under here. Nohow.”

what kind of the wind that brings me such having a feeling love to read an english folklore lately. And remember girl, you almost entered the final exam. So, far better if you prepare for it. Fuhhh
Belakangan ini memang otak saya sedikit teracuni. Setiap kali tangan berniat membuka buku mata kuliah, aktivitas otak mulai memasuki gelombang theta, dan si mata jadi manja tidak mau diajak bekerja. Tapi, bukan itu yang saya ingin bahas kali ini. Melainkan kalimat pembuka di atas yang saya kutip dari karya Lewis Caroll “Through the Looking-Glass”. Loh buat apa kutipan dibahas? Bentaaaar….
Dongeng Caroll dimana tokoh utama bernama Alice terjebak atau tepatnya menjebakkan diri di sebuah wonderland. Tapi bukan itu juga yang saya bahas, LALU??? Kalimat di atas di ucapkan saat sang tokoh utama, Alice penuh rasa cemas ketika hari nyaris gelap dan ia belum menemukan jalan keluar dari hutan.
“Bagaimana pun juga,lebih baik aku sudah keluar dari hutan. Ini akan benar – benar sangat gelap. Apakah kamu pikir hujan akan turun?” Hampir menangis Alice mengatakan itu kepada dua teman barunya yang kuntet, yaitu si kembar Tweedledum dan Tweedledee. Tapia pa tanggapan mereka. Tweedledum justru mengembangkan payung besarnya dan menutupi dirinya dan saudaranya Tweedledee dengan payung kemudian mengatakan. “Aku pikir tidak. Setidaknya, tidak akan hujan di bawah sini, Nohow.”. :D
Apa yang kita pikirkan tentang si kembar Dee dan Dum. Selfish things? yes, it could be. Tapi mari berhusnudzonria. Mereka benar. Realistis dan objektif. But the hidden value we could take is. Jangan pandang satu sisi terlalu saklek. Banyak kemungkinan lebih baik jika kita mau lebih flexible. Intinya. Penyimpulan dari otak kita kadang yang menjadi racun bagi hati kita sendiri.
Sebenarnya, kalimat pembukaan di atas (Ha pembukaan…?) saya mau alirkan ke judul sebenarnya tulisan saya kali ini. What the meaning of being jealous? have you ever felt such a feeling jealous  in your life?
Kembali ke kalimat pembuka, Betapa simple pikiran Dum bahwa hari memang akan hujan tapi setidaknya tidak akan ada hujan di bawah payung. Mari kita menelisik. Seringkali kita terlalu memikir  kemungkinan terburuk, dari sebuah “penyimpulan perasaan.” Kenapa saya bilang penyimpulan perasaan. Karena kita yang seringkali menyimpul nyimpulkan sendiri apa yang kita rasa (ini terutawa kaum ibu kartini). Apa yang terjadi di depan mata, bisa dari teman, keluarga,atasan,  pacar bagi yang punya :D. Seringkali kita anggap benar apa yang kita pikirkan. Terlalu percaya pada mata. Sehingga kita sering mempersepsikan hal yang belum tentu benar adalah pasti benar, mutlak benar, dan harus benar -.-“. Kenapa bisa terjadi? kembali lagi, darimana datangnya persepsi? Dari mata turun ke hati----SALAH. Persepsi adalah interpretasi dari indrawi----BENAAAR. Dan sayangnya, alat indra tidak ada yang mampu menangkap maksud. Tidak ada yang bisa melihat kondisi. Tidak menangkap yang tersirat dibalik yang tersurut. Ambil contoh, teman saya si A suka curhatnya ke si C bukan ke saya. waaaa gak percaya dia sama saya. awas aja nanti saya juga nggak mau curhat ke dia. ckckck. Itu proses presepsi yang mungkin di dapat dari mata atau telinga. Tapi coba, sedikit bernalarria, mungkin kah si A curhat mengenai laptopnya yang rusak sehingga yang ia percaya hanya pada si C yang jurusan teknik yang dapat membantunya. mengapa tidak berpikir positif saja.
Menurut Rollo may, seorang psikolog eksistensial USA, salah satu dari mode kemengadaan manusia dalam dunia (Being in the world) adalah Mitwelt, yang menerangkah hubungan tentang manusia berelasi dengan manusia lain, dimana manusia hanya melihat manusia lain dari kacamatanya sendiri dan tidak bisa mengerti betul kebutuhan mereka. Karena itu, seringkali merusak identitas manusia lain yang sebenarnya. “Dalamnya laut masih terukur, dalamnya hati siapa yang tahu.” secara gampang dapat dikatakan seperti itu. sehingga sulit memang untuk berbaik sangka ketika orang lain menampakkan perilaku yang nyata2 membuat kita cemburu. Namun kembali, belum tentu apa yang terlihat dari kacamata kita adalah maksud yang sebenarnya.
Pernah mendengar. Loves is never without jealous. Saya suka kata – kata ini. Karena memang benar. But, what the meaning of being jealous? Jika akhirnya perpecahan. Menganggap orang tua atau teman kita, atau atasan kita pilih kasih.
Where does a feeling jealous come from? Sebuah perasaan yang butuh Pengakuan dari orang lain, Penghargaan, Membutuhkan perhatian. :D saya berbicara seperti ini seolah saya tidak pernah cemburu. Hehe. Sedikit curhat, ketika maen aplikasi FB beberapa hari lalu saya tertohok sekaligus tersinggung, hasil warna yang sesuai dengan ultah saya adalah WHIte yang berarti “You get jealous easily.” :D
But, was the feeling jealous wrong? it wasn’t so. Tidak juga. Pada tempat yang tepat jealous bisa menjadi motivasi. “ I should be better then ……” yang jelas membaikan diri harus dengan cara sportif.
Pada arti lain, saya cari di kamus Inggris – Indonesia. Jealous berarti hati – hati atau waspada. Bila disangkutkan, betapa kita harus waspada pada apa yang kita simpulkan, belum tentu ia adalah kebenaran. jangan sampai kita terserang cemburu buta yang mengakibatkan perpecahan.

Jumat, 18 Mei 2012

Indonesia is a piece of heaven




Kamis 17 May 2012
Masih melanjutkan kisah sebelumnya.
pagi itu dalam kereta menuju kota tercinta. BLITAR. saya duduk pada bangku 4E. Alhamdulillah itu berarti saya duduk di dekat jendela. sebelah saya msih kosong, dua penumpang di depan saya seorang kakek dan seorang perempuan yang menurut saya berumur 27an tahun. Kami hanya memulai mengobrol saling menanyakan tempat dimana kami akan turun. Cukup sampai disitu. Stasiun berikutnya. si embak berkacamata duduk disebelah saya. Si embak ini rame, istilah tepatnya ‘berisik’. Beberapa kali ia meminjam kipas, menyuruh saya membuangkan sampah lewat jendela. bahkan menyuruh saya mengangkatkan telfon. *apa maksudnya coba?
“Mbak minta tolong buangkan.” katanya sembari menyerahkan bungkus biscuit.
“Di buang di bawah bangku saja mbak.” jawab saya sedikit malas.
“jangan mbak nanti keretanya kotor.” tampang memaksanya sedikit membuat saya nyaris emosi.
Akhirnya saya buangkan. entah kenapa saya jadi ingat seorang teman. Yang dulu selalu melarang membuang sampah di luar kereta “Kalau di dalam kan ada yang nyapuin, kalau di luar, di rel, siapa yang mau nyapu.” begitu katanya.
Katakanlah mbak tadi bernama Mawar. Sudah ada berapa mawar dalam gerbong kereta itu, gerbong 1 2 3 4 5 6 7, kereta jurusan malang, bandung, yogya, banyuwangi, Jakarta. Itu mawar yang di kereta, yang di bus kota, bemo, kapal laut. Kira2 ada berapa mawar? sepuluh? seratus? seribu? Itu lah yang membuat hal ini “membuang sampah sembarangan” terkesan mengakar menjadi budaya negara. Membuang sampah sembarangan? wajar.
Sebelumnya, saya tak pernah berpikir jauh tentang sebuah bungkus permen, akan saya lempar begitu saja dimana pun saya berada. Namun sekarang saya teringat teman saya lagi. Suatu saat kami berjalan bersama dan dengan sengaja saya membuang bungkus permen di jalan. “Ambil.” kata teman saya. “Nggak mau, kalau nggak ada tempat sampah berarti boleh dibuang dimana pun.” sifat pengeyel saya beraksi. “Ambil, simpan di saku.” katanya lagi.  Tak saya gubris. Saya terus berjalan. Tapi ternyata teman ini tetap berdiri di tempat, ia tak mengikuti saya. Saya tahu maksudnya. Lalu saya mengambil bungkus permen tadi. Dan masalah selesai.
Pelajaran kecil. banyak hal yang sering kita sepelekan. yang kita tak pernah menyangka, bahwa itu akan berdampak besar. karena hal sepele itu hampir dilakukan oleh semua orang. Coba semua orang seperti teman saya tadi? Kalah bersih Jerman saja sama Indonesia. *bisa2 ge-er ini dia.
Jika dalam buku “Dalam Dekapan Ukhuwah” Salim A Fillah menuliskan Medan is Honesty dan Yogyakarta is Hospitality. So what Indonesia is? clumsy?.  No, Indonesia is a piece of Heaven begitu kata pujangga. Tapi tepatnya mungkin heaven yang tepi2 yang tetanggaan sama neraka.
Berbicara tentang budaya, saya ingin melencengkan topic tulisan saya. Indonesia tak hanya kumuh. Tapi molor. Anda pernah mendengar “Maaf, saya terlambat.” Berapa kali sebulan. Seminggu. Sehari. Saya yakin akan sangat sering. Mengapa? Apa salah Indonesia hingga dikutuk memiliki rakyat yang kotor dan molor.
Indikasi saya. salah satunya adalah karena warna Indonesia adalah egosentrisme. Loh? Karena orang yang telat seringkali tak mau dirugikan dengan datang tepat waktu.
“Ah nanti dianggap terlalu rajin, terlalu bersemangat.”
“Nggak mau ah, orangnya kan mungkin juga telat. daripada saya nungguin.”
“Lebih baik telat, nungguin itu membosankan.”
“bentar ah, belum waktunya berangkat.”
………………………………………………………….
beberapa kata di atas lah alas an yang mungkin digunakan teman anda, tetangga anda, anda, atau bahkan saya dan orang2 pada umumnya. Seringkali telat adalah suatu pilihan. Yang menjadi penghalang bukan unsur eksternal tapi internal.
Jadi apa kesimpulannya?
Bukan
Bukan salah Indonesia
Bukan salah pak Esbeye
Salah saya, salah anda, salah kita semua.
Lalu bagaimana cara kita memperbaiki. Mungkin anda masih ingat dengan seorang teman yang saya ceritakan di atas. Dengan tegas mengingatkan saya untuk membuang bahkan sebuah bungkus permen. Mari kita mulai dari diri sendiri.
Kalau masalah telat. Masih ingat cerita saya tentang pengalaman saya kehabisan tiket kereta. Apakah saya telat? tidak. saya tidak telat karena kereta tak akan berkompromi jika saya telat. Bahkan orang2 datang lebih awal. Bagaimana ya, jika telat di Indonesia tidak dikompromikan? :D

Actually, banyak sekali keunggulan Indonesia. Semua sudah tahu, karena wawasan nusantara di pelajari sejak SD hingga kuliah. Tapi kenapa ini. Was Indonesia lack? Human resource is the answer.
Karena itu “Change Your Life” kata Ustad Ahmad Arqom. Merubah diri = merubah orang di sekitar kita. Modelling learning Bandura = apa yang sering anda lihat, kian lama akan merubah pikiran anda. Kita tak perlu koar2, cukup lakukan untuk diri sendiri. Paling tidak, Indonesia akan menjadi a piece of Heaven bagi diri kita sendiri.

Kamis, 17 Mei 2012

Just Through Your Smile



RABU 16 may 2012
Aneh. Sepagi itu, berderet – deret hal yang perlu diselesaikan nongol serempak di depan mata. Rabu, kebetulan adalah jadwal piket masak di asrama. Cha kangkung tempe, pindang tomat pedas, dan sambal goreng kentang tahu target terselesaikan dalam satu jam. Gagal. Jam menunjuk pukul 05.45, kurang satu menu tapi pukul 06.00 saya harus di lokasi rapat. Seperti kata George Kelly dalam buku Theories of Personality manusia adalah ilmuwan kehidupan yang harus membuat hipotesis sebelum ia memilih apa yang akan ia lakukan. Dan akhirnya saya memutuskan meminjam motor teman sebelah kamar, dan saya berhasil berangkat menuju fakultas. DAN what the heaven! Gerbang fakultas masih tutup. Saya memutar otak, saya harus parkir dimana motor pinjaman ini, akhirnya tempat parkir  fakultas sebelas (fakultas bahasa) sudah buka. Saya sengaja memarkir di dekat pintu keluar, supaya mudah pikir saya. tapi ada yang mengganjal, dieeeeng saya lupa meminjam STNK. Lalu bagaimana motor  bisa keluar dari parkir tanpa STNK. Pada saat itu jam mununjuk pukul 06.05. Saya harus cepet – cepat kabur dari tempat ini sebelum bapak penjaga parkir tahu. Akhirnya melalui pintu masuk saya berhasil keluar. Dan akhirnya saya uji nyali, memarkirkan motor orang di luar kampus. Dan sepanjang rapat, saya hanya banyak memikirkan tentang motor pinjaman itu.

Anggap saja persoalan rapat dan motor selesai. Beralih jadwal selanjutnya. Praktek konseling pukul 10.00. Sepulang rapat pukul 07.30 saya langsung merampungkan memasak satu menu yang belum terselesaikan. 08.00 selesai. Mandi, Makan, nyetrika, baca buku sedikit, buka sms dan Huaaaaaaaa. Apa yang terjadi pemirsa, Klien praktek saya tiba2 membatalkan janji. Padahal itu pukul 09.00 dan praktek dimulai pukul 10.00. saya mencoba menghubungi nama2 dalam phonebook yang sekiranya dapat dimintai tolong untuk saya jadikan klien praktek. Dag dig dug tetap belum ada yang mengatakan jawaban “YA”. Hingga pukul 09.30, saya masih mencoba menenangkan diri dengan mondar – mandir di kamar. ALL IS WELL.
“Ukh ada teman yang mau jadi klien.”  Splasssh rasanya seperti terbang. Segera saya layangkan kaki menuju kampus. Dan praktek pun segera dimulai.
Flashback. Malamnya, saya memikirkan cara besuk saya bisa pulang, akhirnya usaha terakhir saya mengirim message untuk teman saya dan mengatakan saya bolos untuk kelas KLINIS dan PIO, lalu saya minta tolong dia untuk membelikan tiket kereta terakhir ke Blitar, teman saya menjawab iya.
Kembali lagi, di dalam lab. Menunggu giliran praktek. Teman saya yang saya message tadi malam dating “TIKET HABIS” Huaaaa what today is?? Hari apa ini??? Saya sudah lemas.  Praktek konseling masih berjalan. Dan perasaan rindu akan rumah sedikit mengganggu  praktek hari itu .
Pukul 12.30 praktek selesai. Saya dan beberapa teman menuju musholla, namun di dekat tangga, saya bertemu salah satu teman dan dia member tahu PIO KOSONG. Huaaa semakin sakit hati saya, Saya tidak tahu Tuhan, ini berkah apa musibah, yang pasti saya hanya akan berperasangka Baik terhadapMu. Hanya KLINIS, loyo. Psentasi tentang Psikodrama dan Psiko kelompok menjadi sangat tak menarik. Ibuuuuuu.
Pukul 03.00 kelas selesai. Hari itu saya berencana menginap di rumah salah seorang teman, karena agar  lebih mudah menuju stasiun besoknya.
“Cin, gimana kalau mampir stasiun bentar.”
“Iya.”
Saya masih sedikit berharap kereta sore masih memiliki hati dan menunggu saya. Ohya, ini bukan di stasiun yang biasanya saya naik kereta. Jadi di stasiun ini, dapat membeli tiket kapan pun.
“Permisi pak, kereta ke Blitar sudah berangkat.”
“Yah, sayang sekali mbak. Barusan saja.”
Terima kasih pak *senyum paittt
 Kamis 17 May 2012
Saya bangun pukul 03.00. sholat dan bersiap – siap menuju stasiun. Takut kehabisan tiket. Pukul 04.00 saya sudah siap semuanya. Tapi belum adzan. Saya menjadi berencana untuk sholat dulu sebelum berangkat, tapi ternyata bapak muadzin luama nggak adzan2. Huffff…..baru pukul 04.15 saya berakat ke stasiun. Sesainya di stasiun saya sedikit lega. Tak beitu banyak orang. Saya segera bergabung dengan pengantri di depan loket. Tapi tanpa hati, bapak2 gendut memasang pengumuan “TIKET KERETA PERTAMA H.A.B.I.S” ;’( dan saya harus menunggu kereta berikutnya 3 jam kemudian.

Oh really. What the meaning of all that was, God??
Di saat hati yang sesumpek itu, apa kira2 yang seseorang akan pikirkan. Fuck? Damn? Shit? Could the one of them help you to solve your problem. Or just repair your messing day? No way.
Apakah hari itu hari buruk saya? Lebih mudah kita mengatakan iya. Tapi saat ini, saya sedang ingin mengatakan tidak. Hari itu saya sedang belajar berpositif feeling apa pun kondisi saya. Bukan salah hari apa, bukan salah kereta, bukan salah klien yang membatalkan janji. Tapi bagaimana cara saya mendinginkan kepala menghadapi semuanya. Terkadang, masalah tidak terselesaikan. Tapi, kemungkinan yang harus tetap kita hadapi adalah ya menghadapinya, sepahit apa pun.
Kalau saja kepala saya tak mendingin waktu membaca sms dari klien praktek dan tidak mencoba menghubungi seluruh nomer di phonebook, apa yang terjadi?? Akankah ada teman yang menawari bantuan. Mungkin saya menangis mengunci diri di kamar.
Begitu juga dalam masalah yang lain, sebesar apa pun. Penyelesaian bisa jadi dating hanya dengan cara anda tersenyum. Who knows?? Yang jelas pelajaran dari semua tulisan saya keep positif feeling whatever a big problem comes. Facing your problem with your  sweetest smile :)