Jumat, 27 Desember 2013

kita yang sama-sama menunggu



kita yang sama-sama menunggu
di balik tengadahan tangan, di balik sujud panjang
kapankah waktu berbaik hati mempertemukan kita
di hikmat suasana fajar, di syahdunya senja
berpikir lama-lama, menimbang dalam-dalam
benarkah ini aku, dan itu adalah kau
kita yang sama-sama menunggu
bukan, bukan untuk waktu
tapi lahirnya sedikit saja keberanian
yang tak tercipta dengan begitu mudah
yang ikhlas adalah penumbuhnya
yang kesabaran adalah perawatnya
Lalu terimalah,
Inilah rencana Tuhan untuk kita
(2612013)

 Tetaplah di sana wahai sebatang Quince
Aku menyukai ketidaksadaranmu
tentang tulip kecil ini yang tumbuh tanpa izin di bawah dahanmu
Sampaikah ia, salam yang kutitip lewat semut hitam
Sampaikah ia, kalimat terimakasih sederhana
atas dahan kokohmu yang menaungiku dari terik siang
dari  dingin musim penghujan
Tetaplah di sana wahai sebatang Quince
Aku tetap menyukaimu meski kau tak menyadarinya
26122013

Percakapan Quince dan Tulip
“Terimakasih Quince, dahan kekarmu melindungiku dari terik panas sesiang tadi.”
“Ah aku tak merasa.”
“Kamu selalu begitu.”
“Kamu saja yang tidak tahu.”
“Tentang apa?”
“Rintik hujan dari langit yang jatuh kepadamu,aku titipkan melaluinya.”
“Sesuatu?” Tanya Tulip
“Rasa terimakasihku, karena hadirmu mengindahkanku.” Jawab Quince
(26122013)

Minggu, 22 Desember 2013

Ibuk, Apa Kabar? Aku Baik


Buk, apa kabar? Aku baik.
Ada hal yang sukar kujelaskan. Sekarang saat usiaku bukan kanak-kanak lagi. Aku malu untuk menelponmu lalu mengatakan selamat hari Ibu dan mengirimkan bingkisan seperti yang biasa kulakukan tahun-tahun sebelumnya. Aku malu begitu saja, karena tiba-tiba aku sadar. Jangan-jangan bukan hal itu yang sebenarnya kau harapkan dariku, bukan sekedar bingkisan berisi jilbab atau kalimat sayang melalui telepon. Ada sesuatu yang pasti kau sembunyikan dari setiap anggukanmu atas setiap permintaanku, ada harap disana. Kau ingin melihatku melakukan hal yang membanggakan hingga dengan itu kau akan menangis bangga dan mengatakan “Dia anakku. dia anakku.”. Tapi kau diam Ibu, kau tak mau membebaniku dengan inginmu. Sehingga terkadang, ketika aku gagal kau akan tersenyum lalu mengatakan “Tidak apa-apa, lain kali pasti bisa.”
Ibu, saat ini aku hanya mampu berucap maaf. Atas banyak salahku mengecewakanmu. Atas kurang usahaku membanggakanmu. Maaf Ibu. Terimakasih untuk segalanya. Meski tanganmu sekarang tak sekuat dulu. Meski rambutmu memutih. Bagiku, kau lebih besar dari apa pun, dan lebih kuat dari siapa pun. Selamat Hari Ibu.


Kamis, 19 Desember 2013

Di Balik Muka Garang Indra Sjafri

Ini berawal dari keterpesonaan pada sepak terjang coach Grant Taylor dalam melatih tim Eagles menghadapi tim Giants dalam film Facing the Giants. Caranya menyemangati Brock yang mudah menyerah itu menjadi tangguh, menyemangati David yang pemalu menjadi penendang handal. Kepercayaan diri dalam membawa klub yang kurang ternama melawan juara bertahan dalam pertandingan American Football. Dia selalu bilang “ What is Imposible in God  Apa yang tidak mungkin untuk Tuhan?.
Kemudian pertengahan November kemarin, teman saya Yosua mengirim BBM tentang seminar Psikologi Keluarga di UIN Malang, itu berarti di kampus sahabat saya si Ayin (jadi bisa nebeng nginep maksudnya). Pucuk dicinta ulam tiba, sempurna bulatlah tekat saya untuk mendaftarkan diri ke acara itu.
Sabtu kemarin (7/12) bersama  Nisa, Dila, Akbar dan Wisma, saya akhirnya benar-benar datang ke kota Malang. Singkat ceritanya setelah melalui beberapa acara pembuka, munculnya sosok Indra Sjafri (Head Coach TIMNAs U-19) dan Guntur Cahyo (Coach Mental), sayang sekali sang kapten, Evan Dimas tidak bisa datang karena masa karantina.
olahraga.plasa.msn.com
First sight buat Coach Indra adalah serem, apalagi kumisnya. Kayaknya galak gitu aja bawaannya. Tapi begitu beliau ngmong, woooh tersulap sudah gedung sport center UIN Malang jadi macam gelora sepuluh November saat Bonek bertanding. Semangat cetar membahana badai. Bapak-bapak yang duduk di depan saya sampai mengepal-kepalkan tangan gaya bung tomo pula. Merinding memang mendengar setiap kalimat Indra Sjafri. Yah, pantas lah jika U-19 bisa lolos sampai piala Asia. Coachnya macam ituuu.
Saya bertekat membawa Indonesia ke piala dunia, kita memilih MIMPI kelas dunia. Karena itu, usaha keras yang harus kita bayar adalah standart dunia.” Beliau sih, berkatanya biasa aja sambil duduk dengan wajah datar pula. Tapi seperti ada energi positif dari kepercayaan diri beliau.  Jadi beliau bercerita (tetap dengan wajah seremnya) bagaimana jatuh bangun membangun kekuatan tim nas u-19 hingga bisa berjaya seperti saat ini. Menurut penuturan beliau, ketika ditunjuk sebagai pelatih timnas u-19 beliau sudah disodori pemain-pemain. “Pemain-pemain kota titipan para pejabat. Begitu beliau menyebutnya yang kemudian beliau tolak mentah-mentah. Saya tidak mencari tukang tendang bola, tapi seorang pemain yang sekaligus menjadi panutan nasional, bisa menjadi contoh masyarakat Indonesia. Sambung beliau yang disambut riuh tepuk tangan panjang.
Karena tekat itulah beliau harus mencari sendiri bibit-bibit unggul sendiri, dengan dana yang terbatas dari pemerintah sehingga sering menggunakan dana pribadi, tidur di hotel berdesak-desakan bagi tim beliau, itu bukan masalah. “Mau ada duit, mau tidak ada duit, mau makan atau tidak makan, kami menginginkan yang terbaik untuk bangsa ini.” tutur beliau.
Saya melihat sendiri dalam diri beliau memang terpancar energi positif yang penuh percaya diri. Ada kalimat menarik yang beliau katakana, begini rekanya :
Ada seorang wartawan bertanya pada Coach Indra pasca kemenangan melawan Brunei
Wartawan : Bagaimana Coach, apakah Indonesia nanti bisa samai Korea Selatan?
Coach Indra : Jangankan samai, Indonesia BISA kalahkan Korea Selatan. Lihat saja Nanti.
……….
“Banyak orang yang kemudian bilang, Indra Sjafri congkak, sombong, sesumbar. Tapi biarlah. Namun, di sisi lain saya juga takut. Saya khawatir, bagaimana kalau ternyata Indonesia tidak menang, akhirnya malam-malam selepas shalat saya berdoa sama Allah, Ya Allah, Bagaimana ini ya Allah, saya sudah bilang pada mereka Indonesia akan menang melawan Korea Selatan, Bagaimana ini, kalau tidak menang saya pasti akan malu ya Allah, saya mohon bantulah kami. Sesudah itu saya lega, saya pasrahkan semua kepada Tuhan, biar Dia yang menentukan, saya yakin Tuhan di belakang saya.”
Begitulah Indra Sjafri, hatinya ternyata tak seseram mukanya (peace Coach ^^v). Dibalik ketegasan pada raut mukanya ada tangisnya di hadapan Tuhannya. The core point dalam segala hal (baik itu olahraga atau apa pun) “Yakinlah bahwa Tuhan di belakang kita.