Kamis, 27 September 2012

Uncategories posting

Rasanya mungkin sama seperti Plankton, ketika ia tertangkap saat mencoba mencuri crushty crab dan diperolok oleh semua penduduk bikini bottom. Atau  sama seperti yang dirasakan Squidward saat semua  orang memilih pulang dari pertunjukan sexophonenya. Atau mungkin seperti yang digambarkan dalam iklan good day cappuccino, memakai baju yang sama persis dengan orang lain saat di pesta. Oh mungkin tidak se-lebai itu. Sulit menemukan kalimat yang tepat untuk menggambarkan. “Malu sampai ke ulu hati” itu belum cukup mewakili. “Kulo tiang cinten, mbak e Jawi nopo cinten.” Oh begini awal ceritanya, pagi itu saya dalam perjalanan kembali ke Surabaya, karena mengejar waktu saya putuskan untuk menggunakan bus. Seperti biasa, bus dari luar kota selalu tidak dapat memasuki Surabaya, “PLN Pak,” begitu kata saya pada pak Kernet yang sesaat kemudian mengetok – ketok besi menggunakan koin dan bus pun menepi. Perjalanan ke Surabaya saya lanjutkan dengan mengunakan bus Ijo jurusan Mojokerto-Surabaya. Bus ini istimewa karena mendapat hak memasuki kota Surabaya. Singkat cerita saya duduk di bangku nomer dua dari belakang, di samping saya seorang bapak – bapak. Karena saya suka mengobrol, terjadilah perbincangan di antara kami.
“Kuliah dimana dek.”
“Unesa, Pak.”
“Ngambil jurusan apa.”
“Psikologi.”
“Ini sendirian. Dulu SMA mana.”
“iya sendiri, saya dari Blitar Pak, dari SMA Srengat.”
Kami tetap mengobrol tanpa mamandang satu sama lain.
“Ooh…SMA Srengat, saya tahu itu, dahulu itu sekitar tahun 80an saya pernah di Wonodadi.”
“Ohya Pak, waah iya itu Srengat timurnya wonodadi.” Jawab saya dengan sedikit bumbu – bumbu nada surprise.
“Iya…mungkin kamu masih kecil itu waktu saya di sana, kamu kelahiran tahun berapa.”
“92, belum pak masih jauh.”
“Waah masih kecil ya ternyata. Kalau tahun 92an saya sedang di Prancis. Kuliah disana.”
“Waah di Prancis, hebat dong Pak. Beasiswa atau biaya sendiri.”
“Beasiswa dari Konsulat di Surabaya sini. Saya coba – coba saja, dan ternyata lolos.”
“Gimana pak caranya, saya jadi berminat.” *mupeng
“Kamu bisa bahasa asing apa saja?” *Dieeng !!! pertanyaannya loo
“uummm English, tapi masih lemah.”
“Waah kamu harus banyak berlatih, kamu tahu saya bisa berapa bahas, saya bisa Inggris, Prancis, China, Yunani, Latin, Itali, Belanda.” Tawa bapak itu tergelak entahkarena apa. “Oh bahasa Indonesia, Madura, Jawa.” Lanjut beliau, Sesaat kemudian bapak itu berucap “Blab la blab la bla wes hewes hewes hewes. Kamu tahu apa yang saya bicarakan.” Malu tidak malu saya menggeleng. “Waah kamu, ini bahasa jawa. Kulo tiang cinten, mbak e Jawi nopo cinten.” Bagian ini yang membuat saya maluuuuuuuuuuuuuu dengan U sepuluh kali pun tak cukup mewakili betapa malunya. Jelas – jelas saya berkulit cokelat tua dan mata yang jauh dari kata sipit. Saya pandang sebentar bapak sebelah saya, mata sipit tertutup kacamata, sedikit gendut dan berambut hitam putih. Sebenarnya saya suka bercakap – cakap dengan bapak tersebut, namun sayang, beliau turun tak lama kemudian.
Bukan apa – apa, entah kenapa, ada beberapa hal dari orang China yang membuat saya menjadi kagum. Setahun lalu saya bekerja dengan memberi les akutansi ada seorang anak China bernama Yonathan, Jo –begitu panggilan yang Yonathan minta- adalah siswa kelas 11 di SMA Frateran di Surabaya, ketika itu kami belajar pembukuan pada kertas kerja, dia memiliki beberapa kertas kerja siap pakai yang ia beli dari Koperasi sekolah, sehingga untuk latihan tanpa pikir panjang saya langsung menyuruhnya menggunakan kertas kerja siap pakai itu, “Loh kenapa tidak pakai kertas kosong ini saja mbak,” tolaknya “Kan sudah ada yang bergaris, biar efisien waktu.” selain itu saya malas menggaris pikir saya. “Loh ini kan mahal mbak, belinya pakai uang saya sendiri pula.” Ia tetap bersikokoh menulis pada kertas bekas yang baliknya tak terpakai. “Mahalnya berapa sih, Jo.” Jawaban konyol saya yang beberapa saat kemudian saya sesali. “Ini satu lembarnya 1.250.” “Halah seribu duaratus tok aja lo.” Jawaban saya entah kenapa terlihat semakin konyol .” “Seribu duaratus lima puluh tok, itu kan uang. Ini kan Cuma latihan.” Inilah yang orang – orang jurusan bahasa Indonesia sering sebut dengan –termakan omongan sendiri- dan saya hanya diam untuk menutupi rasa malu.
Lain Yonathan, lain Nixson, Ia siswa kelas 2 SDK Karitas Surabaya. Chinese tulen tapi saya rasa mamanya meminum obat anti mata sipit ketika hamil sehingga Nixson tidak sipit sama sekali. Wajahnya selalu menarik orang lain untuk mencubitnya. Yang membuat saya uring – uringan, Nixson selalu mengucapkan kata – kata aneh yang membuat saya sulit menemukan jawaban yang  tepat. “Mbak, kenapa ayam tidak mempunyai selaput seperti bebek, mereka kan sama – sama unggas. Gimana kalau ayam juga ingin renang” atau “Terkadang kentut kita bau, terkadang enggak, itu kenapa sih Mbak.” atau ketika setelah saya menemukan jawaban yang saya rasa sangat diplomatis ia akan memberi umpan balik dengan .”Mbak yakin itu jawabnya,” atau “Mbak tahu itu darimana soalnya kata Kokoku……kata Ceceku …….” Nixsooooooooooooon.
Saya menemukan banyak jawaban mengapa orang China menjadi seperti itu setelah membaca sebuah karya Amy Chua yang berjudul Bettle Hymn of The Tiger Mother. Anak China di didik untuk menjadi Nomer 1, sekali lagi Nomer satu bukan nomer dua. Tidak boleh ada nilai A minus, semua harus A.  Tidak ada jadwal bermain dan jalan – jalan ke mall. Saya banyak manarik napas ketika membaca cara Amy membesarkan Luisa dan Shopie dengan ala Ibu China di Amerika, tapi seolah saya pernah mengalami apa yang dirasakan Lulu dan Shopie. Hanya dalam hal yang berbeda, ketika orang tua saya menyuruh saya dengan membayar dengan uang sepuluh ribu agar saya tidak pernah membuka jilbab di depan umum ketika saya masih sekolah dasar, atau mewajibkan mengikuti kajian mingguan ketika saya masih SMP, wajib bukan sunah mu’akad, melarang menggukan celana yang sering saya langgar ketika SMA dan memasukkan saya pada Asrama Putri muslim ketika saya kuliah. Ya itulah cara orang timur mendidik anak. China, Indonesia. Hanya kita terkonsen pada hal yang berbeda. Dan saya merasakan benar – benar menjadi anak timur ketika dalam hidup saya hanya memilki sedikit pilihan. Tapi sepertinya saya terlahir sebagai Shopie bagi Amy, karena saya tidak suka memberontak seperti  Lulu. Dan dengan di besarkan seprti itu, saya mulai menyukai aturan.
Saya akan sulit menjawab ketika ditanya, apa tema tulisan kali ini. Saya tidak tahu. Saya hanya ingin berujar, bercuap – cuap. Karena ketika menulis ini, pikiran saya sedang tidak enak. Saya baru saja bertengkar dengan ibu saya gara – gara saya salah menempatkan baju adik saya ke dalam lemari ibu saya. Rupanya ibu saya memiliki jiwa ibu China, kesalahan tetap di sebut kesalahan, sekecil apa pun bentuknya.

Senin, 17 September 2012

Life is a movie, mine is Alice in Wonderland



You know what’s WOW! it’s when you take a first step on the pulpit’s floor. NERVOUS. my words were cold. phrases I made before has destroyed by a hundred eyes . those all seeing of me and aw aw aw. what should I say? -.-“
in spite of my program cant be called success, yet I still give many thanks for God. it was my first. totally first. the first experience as a chief of committee. the first experience on speaking in front of almost one hundred fifty person. HOwww….next time I want to repeat it :D
many things has set perfectly, but X factor in H day cant be avoid oftenly. no matter what, just more concern with process then the results. I still learn, learn, and learn more.
It was my first and I’ve finished. two months before that. I was busy of many things. may be if I never get experience like that  I never met someone like Mr. Nur Salim (Asissistant 3 Head of faculty), Mr. Lamijan (Asisstant 2 head of faculty) oh…Mr. Irawan (head finances of faculty). Mr Sunardi (head equipment of faculty) hahahaha. I know these all, sending their message and calling.
actually being chief of committee is not easy. I spent many time, money,energy. I must give almost a half of my holiday to get acc from lecturer, chief of department,head of faculty. If they are easy to met is not problem. they are the important one and so difficult to meet.huff. it’s not all. many thing that I cant tell to you. at the first they were so hard but now,just beauty remains J
Oh… it was my precious experience. ISLAMIC MOTIVATION TRAINING.



that is the phamplet of my agenda. my close friend (riza) designed it for us. big thanks for Riza :*

hey…who is there. there is a girl with his nevous face,me.

L to R Khaerani,Indah,Bekti.Ketty.me.Jalu.Mr Dadang.Sofyan.Pity.Anisa.Bingar.Femy.Ima

with revha voice :D

IMT is my first. I cant be patient to wait what my second is J