Rabu, 19 Desember 2012

Kamu mengerti aku mengerti kamu


Belum dua jam kami duduk di atas kursi empuk bis, ketua rombongan kami berkoar – koar, menyampaikan bahwa sebentar lagi akan sampai tempat tujuan yaitu Rumah Sakit Jiwa Dr. radjiman wediodiningrat Lawang Malang. Berhubung seumur – umur belum pernah berkunjung ke rumah sakit jiwa, rasa penasaran membuatku menolehkan kepala menuju pemandangan sekeliling, bus kami berhasil melewati gapura sempit RSJ dan kemudian tampaklah, bangsal – bangsal berjajar rapi bergaya Belanda lengkap dengan jendela dua pintu yang amat tinggi. Pantaslah jika rumah sakit ini dibangun sejak 1902. Pada saat hangat – hangatnya penjajahan.
“Aku memang gila, seratus persen gila”
Bermacam – macam cara mereka menyambut kami, mereka –pasien gangguan jiwa- dibiarkan hidup bebas di rumah – rumah berjajar di lingkungan rumah sakit. Melambaikan tangan, atau menyanyi seperti yang saya tulis di atas, atau hanya tersenyum – senyum. Jangan membayangkan mereka tersenyum seperti teller bank dengan anggun, atau kelekar lepas tukang ojek. Mereka tersenyum penuh beban, beda sekali.
Yah, anggap saja hari itu bonus bagi kami, bagi mahasiswa semester lima yang sedang sering bertengkar dengan tugas – tugas yang bandel dan banyak serta berebut minta diperhatiin dengan adil. Field trip lah…setidaknya kami bisa menyisihkan diri dari hiruk pikuk Surabaya. Munuju suatu tempat, yang bisa dikatakan sekaligus tadhabur alam, supaya kita lebih bersyukur dilahirkan secara sempurna.
“Kamu mengerti aku, aku mengerti kamu
aku ingin kau sadari, cintaku bukan lah dia
dengarlah aku suara hati ini memanggil namamu
karena separuh aku, dirimu
ihhhhiiiiiiiwwwwww”
Laki – laki yang ku pikir berumuran 24 itu kemudian bernyanyi keras – keras ala kamar mandi. Entah apa yang ia ingin sampaikan melalui lagu yang kemudian saya tahu itu adalah lagunya peterpan yang sudah bermetamorfosis menjadi NOAH. Kemudian ia memperkenalkan dirinya pada kami satu persatu. Ia mengaku bahwa ia gila tapi ia ganteng, lalu menggoda satu per satu teman perempuan saya. AL, sebut saja dia begitu. Ia berlari kesana kemari, menghampiri kawannya sesame pasien untuk menggoda. Meski pun kami telah di hibau oleh ketua kelas kami untuk menampilkan wajah, kami tidak bisa menahan tawa saat melihat AL menggoda nenek 50 tahunan “Hai cantiiiiik.” Itu lah kesalahan kami di sini. kami akan meninggalkan pesan bahwa perbuatannya si AL menggoda – goda orang itu adalah baik karena menghibur orang lain. Haahhh..
Saya dan teman – teman saya member dugaan bahwa kemungkinan (kami masih belum jadi siapa yang pantas untuk menduga dengan benar, sehingga menggunakan kata ‘mungkin’) si AL menderita skizofrenia katatonik sehingga ia tidak pernah diam, ia tetap melakukan suatu tindakan, dalam hal ini ia terus bernyanyi. menurut perspektif belajar, AL kami duga telat dimasukkan ke RSJ sehingga ia telah mempelajari hal – hal bahkan men-judge dirinya gila.
Oke. itu AL. biarlah ia berkembang di sana bersama teman – teman, dan kami doakan semoga cepat pulih.
Jangan dikata alay ketika sesaat setelah turun dan bus dan berjalan menuju ruang DIKLAT (Pendidikan dan pelatihan) saya dan beberapa teman hampir menangis. Melihat mereka yang berteriak meminta tolong melalui bahasa yang orang lain tak paham, yang melakukan hal sebagai tanda agar orang mengerti diri mereka, tetapi mereka justru akan disebut aneh. Mereka, jiwa yang tersembunyi di dalam tubuh – tubuh itu terpenjara padahal mereka tak pernah meminta. Dan kita, seringkali hanya sibuk bergidik takut, atau parah lagi tertawa.
Hari itu, banyak sekali hal – hal yang baru bagi kami, bahwa menganggap mereka normal itu ternyata begitu sulit, karena kenyataannya sebaliknya. Namun itu yang harus kami lakukan, memperlakukannya seperti orang normal, menghargai mereka seperti orang normal, karena mereka sakit mental, bukan sakit perasaan, dalam arti lain mereka masih memiliki perasaan.
Saya harap, kelak saya dapat membantu mereka tersenyum. berbagi beban dan lebih mengerti mereka, karena pada intinya, mereka juga makluk yang di cintakan Allah yang pasti tidak dengan sia – sia.
kami di dalam ruangan ABK (children with special needs)


Di dalam museum kesehatan mental

Strail jacket bagi pasien yang sangat gelisah dan dikhawatirkan melukai diri sendiri atau orang lain

Bed untuk fiksasi bagi pasien gaduh dan gelisah

janin asli yang diawetkan (koleksi museum kesehatan mental)

lukisan salah satu pasien skizofrenia


Tidak ada komentar: