Buk,
apa kabar? Aku baik.
Ada
hal yang sukar kujelaskan. Sekarang saat usiaku bukan kanak-kanak lagi. Aku
malu untuk menelponmu lalu mengatakan selamat hari Ibu dan mengirimkan
bingkisan seperti yang biasa kulakukan tahun-tahun sebelumnya. Aku malu begitu
saja, karena tiba-tiba aku sadar. Jangan-jangan bukan hal itu yang sebenarnya
kau harapkan dariku, bukan sekedar bingkisan berisi jilbab atau kalimat sayang
melalui telepon. Ada sesuatu yang pasti kau sembunyikan dari setiap anggukanmu
atas setiap permintaanku, ada harap disana. Kau ingin melihatku melakukan hal
yang membanggakan hingga dengan itu kau akan menangis bangga dan mengatakan
“Dia anakku. dia anakku.”. Tapi kau diam Ibu, kau tak mau membebaniku dengan
inginmu. Sehingga terkadang, ketika aku gagal kau akan tersenyum lalu
mengatakan “Tidak apa-apa, lain kali pasti bisa.”
Ibu,
saat ini aku hanya mampu berucap maaf. Atas banyak salahku mengecewakanmu. Atas
kurang usahaku membanggakanmu. Maaf Ibu. Terimakasih untuk segalanya. Meski
tanganmu sekarang tak sekuat dulu. Meski rambutmu memutih. Bagiku, kau lebih
besar dari apa pun, dan lebih kuat dari siapa pun. Selamat Hari Ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar