Rabu, 26 Desember 2012

Aku berubah


Matamu coklat, kamu pakai contact lens?”
Iya, contact lens dari Allah.”

Kata beberapa teman aku berubah, berubah seperti warna bola mata. Kian dewasa kian menjernih. Aku sebenarnya malu mengatakan aku sudah dewasa, karena entah pada kenyataannya aku tidak tahu. Aku selalu mengira, aku tidak pernah berubah, dari gadis kecil penyuka kembang api, aku pikir hanya beberapa yang lalu saja aku lupa tak merengek minta dibelikan kembang api pada abi. Abi juga masih sering menawariku untuk di antar atau di jemput ke Surabaya. Tapi…kenyataan terlalu sulit untuk kumanipulasi. Aku memang berubah.
Kapan kita akan menikah ya?” Kami, aku dan teman – temanku selalu takut berkata demikian. Takut jikalau malaikat tiba - tiba menjawab, “Besuk.” atau “Lusa.”. Takut jikalau harus berbagi mainan bersama orang asing. Takut jika aku tak lagi punya waktu membicarakan mimpi bersama teman – teman. Takut jika, takut jika, takut jika. Ahh dewasa bukan penakut. Perasaan itu sepertinya hanya ku buat – buat, agar aku terlihat seperti anak – anak yang akan banyak mendapat perhatian eyang putri. Yang masih bebas menjawab “Jadi dokter, jadi arsitek, jadi presiden.” ketika seseorang menanyakan cita –cita. Mau tidak mau aku harus berkata. Aku menjadi dewasa, aku berani, aku siap, apa pun..
Matamu coklat, kamu pakai contact lens ya?” haha seorang teman bertanya sembari tak melepas pandangannya dari mataku, katanya mataku tak seperti milik orang umum. Jika orang Indonesia umumnya coklat hitam, hitam coklat, punyaku adalah coklat murni, begitu katanya. Aku pikir, ini bagian dari pendewasaanku. Dalam psikologi aku tak pernah menemukan hubungan keduanya, tapi biarlah aku menarik kesimpulan sendiri. Mata coklat ini muncul sejak aku memutuskan untuk berusaha (masih berusaha) berjilbab secara kaffah (seutuhnya). Bukan berari dulunya aku tak berjilbab, hanya saja, jilbab bagiku dulu adalah accessories. Tidak bila tak membuatku cantik. Malu jika tak mengikuti perkembangan, takut terlihat jelek. Padahal kakung bilang aku cantik sekali. Ada sekalinya kalau kakung yang bilang.
Aku tidak berubah, ah terlalu naïf jika mengatakan itu. Bagaimana pun orang melihat. Aku pikir aku berubah membaik. Salah satu hal yang harus ku lalukan adalah berterima kasih, pada sang Great Director, pada Allah sang perencana. Hanya saja, aku takut, aku menjadi baik karena lingkunganku. Bagaimana jika dulu – dulu Allah tak menempatkanku di sini, atau jika nanti suatu saat akan tiba di saat aku harus berada di suatu tempat yang sama sekali tidak save bagiku. Ahh..nothing can I do except praying for my istiqomah. Karena, apa yang lebih indah dari suatu keistiqomahan melakukan kebaikan. Bagaimana pun menurutku, aku masih belum yakin orang lain melihatku sama seperti caraku melihat diriku. Aku masih sering buruk, aku masih butuh banyak belajar, aku masih polos dan kurang strategi bergaul, aku masih hanya berani di tempat – tempat aman, aku harus berani berubah. terus berubah. terus berubah. terus berubah. JIka lingkungan tak berubah, biarlah aku berubah sendirian

Tidak ada komentar: