Rabu, 20 November 2013

Aku cinta, dan aku tumbuh dengannya


Rasanya jahat sekali dengan tubuh sendiri kalau harus mengerjakan revisian skripsi malam ini juga. Mengapa kita tidak membahas hal lain, misalnya cinta. Hahaha jangan itu, topik klasik. Hampir semua dari puluhan blog yang kuikuti pernah membahas itu. Kau tahu, ada beberapa hal yang belum pernah ku ceritakan padamu, salah satunya bagaimana caraku membesar selama ini.
Dahulu ketika seragamku masih biru, dari perpustakaan sekolah lah aku mengenal sastra. Sastra lah yang kemudian mengubah sebagian besar hidupku. Saat itu kelas tujuh, novel pertama yang kubaca adalah Tenggelamnya Kapal Vanderwickj, roman kuno karya Haji Umar Said Karim Amrullah (Buya Hamka) yang pertamana kali tapi berhasil menyeret imajiku kemana – mana. Bagiku betapa kerennya Zainudin, menolak Hayati karena ia telah menikah meski dalam lubuk hati masih mencinta.
Banyak selanjutnya novel – novel lain yang kubaca setelah itu, namun tak eranjak dari karya – karya lama Balai Pustaka, seperti Salah Asuhan, Siti Nurbaya,dll. Namun dalam perkembangannya, Ibu selalu memarahi ketika memergokiku membaca novel diam – diam di kamar. Bagi Ibu, novel itu tidak penting, dan yang penting adalah buku matematika atau mata pelajaran sekolah yang lain. Tapi dasarnya aku, novel adalah sesuatu yang patut diperjuangkan, dan itu kujunjung tinggi hingga aku dewasa. Melalui itu, menjelmalah aku menjadi pemikir, imajiner, dan peka.
Kelas sepuluh, kegilaan pada novel semakin menjadi ketika Andrea Hirata mencipta karya pertama tetralogi Laskar Pelangi, bagiku suatu keajaiban membayangkan seting di dalam novel – novel itu. Di susul novel – novel lain Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov, Hingga Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas, hingga Sebelas Patriot. Membuatku erpikir, bahwa sastra bukan sekedar keindahan bahasa tapi keluasan ilmu.
Tahun demi tahun, tak terhitung berapa novel bergelayutan di kepalaku, mulai kisah Lilly gadis Inggris yang terusir dari Inggris dan perjuangannya sebagai kaum minoritas di Ethiopia, kisah Jahanara menemani Isa merancang Taj Mahal atau cinta Syah jehan kepada Mumtaz Mahal, Kisal Indonesia ringan lain yang tak terhitung seperti 5 cm, perahu kertas, Karya – karya Tere Liye. Sampai dongeng dataran Inggris tentang Alice In Wonderland.
Bagiku, sastra adalah cara paling lembut dalam menyentuh. Nasihat paling santun dan mengena. Mereka yang tidak mengerti sastra pasti berpikir. Sastra itu tidak lain hanya kata – kata mendayu yang berisi kegombalan – kegombalan cinta. Bagiku, mereka yang berpikir demikian, justru mereka yang terlalu sulit menikmati dunia dengan sederhana atau kurang memiliki kepekaan terhadap keindahan, karena bagiku, sastra adalah tempat dimana kita bahagia dengan cara - cara sederhana.
(to be continued)

Tidak ada komentar: