Minggu, 24 Juni 2012

Because I Long for That Time


Because I long for that time (Karena aku merindukan waktu itu)

the talks we had as we looked at each other
the memories that only we knew
I guess I cant erase them



Saya tidak memiliki cetak memori yang bagus waktu saya masih kecil. Kakung, tak banyak saya ingat tentang beliau, hanya saja sorban putih yang selalu beliau kenakan, sandal bangkiak, juga cairan kuning yang sering beliau muntahkan, saya masih ingat semua itu. Kata ibu, Kakung meninggal saat saya dua tahun. Hanya sebatas itu memori tetang Kakung.
Mbah Tri, begitu ibu mengajari saya memanggil nenek. Mbak Tri hanya terbaring di kamar yang sering membuat saya takut untuk masuk ke dalamnya. Semenjak saya lahir, atau entah berapa lama sebelum itu, Mbah Tri menderita katarak, ada semacam daging putih di permukaan mata hitam beliau. Tiba saat itu, saat saya dan kedua sepupu saya secara bergantian menyuapi Mbah Tri dengan susu, pagi itu saya tidak pernah menyangka jika hari itu adalah hari terakhir saya melihat beliau.  Hanya beberapa suapan, Mbah Tri hanya terdiam, kami pikir beliau tertidur, hingga tanpa banyak pikir kami mengobrol dan bercanda di kamar itu, saat pada waktu yang sama malaikat maut datang, kami masih tetap bercanda dan tertawa. Mbah Tri meregang nyawa tanpa kami sadar untuk menuntun beliau membaca kalimat syahadat. Selang beberapa menit kami baru tersadar, Mbah Tri hanya terdiam dalam pembaringan. Tak merespon apa pun bahkan ketika kami menggongcang – gongang tubuh beliau. Dan sesaat barulah hati kami dipenuhi sesal yang sulit termaafkan oleh diri kami sendiri.
Jika mbah Tri adalah nenek dari ayah, Ibuk dalah nenek dari ibu. Ibuk adalah seorang nenek yang multifungsi, beliau adalah perias kemanten sekaligus penjahit. Masih saya ingat, tangisan saya ketika hari pertama saya masuk sekolah dasar, Ibuk belum selesai memasang kancing pada seragam putih saya, saya melihat teman – teman saya berangkat melalui jendela kaca rumah, saya semakin menangis, saya selalu berharap baju saya dijahit orang lain agar lebih cepat. Saya selalu menyangkal dengan mencari alas an bahwa baju yang saya pakai terlalu besar jika dijahit Ibuk, baru – baru ini saya menyadari, ibu tak punya cukup uang untuk menjatkan baju di tempat lain.
Saya tidak menyangka, jika hidup ini berjalan lebih cepat dari yang saya pikirkan, secara tiba – tiba saya terdampar di sebuat kota metropolitan, panas, berhemat, bertemu dengan orang baru setiap hari adalah aktivitas saya. Saya belum sempat memikirkan ini dua atau tiga tahun lalu. Semua secara otomatis dan teradaptasi dengan baik. Hanya waktu berputar semacam kaset yang terus merekam peristiwa – peristiwa.
Banyak memori yang seseorang sering lupa dalam hidup. Tapi ada long term memori, begitu Atkinson menyebut untuk sebuah memori jangka panjang. Memori jangka panjang tercipta karena penyandian/pengkodean yang sempurna. Penyandian yang sempurna tentu hasil dari atensi kita yang sempurna pada saat kejadian. Seberapa kejadian itu menyeret perhatian kita sehingga bertahan cukup lama pada memori kita.

Waktu saya SMA, terutama masa – masa mendekati ujian akhir, saya dan teman – teman saya berharap agar segera berlalulah masa SMA ini dan kami ingin segera menyandang gelar baru sebagai mahasiswa. Kemudian, setelah setahun dua tahun menjadi mahasiswa, betapa kami sesali perkataan kami yang telah membubur itu. Saya mempunyai seorang teman yang sudah bekerja, ia sering berpesan pada saya. “Nimati kuliah, masa – masa rapat, masa banyak perdebatan, masa – masa kerja parttime, mengerjakan tumpukan tugas kuliah. SEmua itu tak kau temui di meja kerja. Karena semua hal berbeda.”

Hidup mengajarkan pada kita bahwa semua yang terjadi pada diri kita atau life span development kita adalah berharga tanpa terkecuali. SEmua adalah proses hidup yang kita lalui, jika hidup itu memilih, ya proses pilihan itulah yang kita jalani. Saya belakangan menyimpulkan bahwa tidak pernah ada kenangan buruk, yang ada hanya lah pelajaran baik. Seburuk apa pun kenangan itu, pelajaran yang diajarkan kepada kita tetaplah yang baik – baik.
Terkadang saya merindukan untuk sekedar memutar ulang memori masa lalu. Meskipun bagi pemikir realities, itu tidak berguna. namun bagi saya, itu nilai tersendiri. Memompa semangat, menciptakan pelajaran baru atau bahkan mengambil kesimpulan baru untuk memperlalukan seseorang. Seseorang yang mungkin pada posisi yang menyakitkan kita akan kita benci, namun ia adalah hanya alat bagi hidup untuk mengajarkan suatu pelajaran pada kita. Tidakkah kehadirannya tetap kita rindukan.
“Sesuatu yang hilang pada diri kita akan kembali dalam bentuk lain.” saya sangat suka kutipan ini. Betapa Jalaludin Rumi, seorang penyair Timur Tengah menggambarkan dengan tepat. Kita akan mendapat ganti dari apa yang hilang dari kita. Mungkin sesorang yang hilang itu tak ada gantinya, karena dia hanya satu di dunia ini. Tapi ia hilang untuk menjelma menjadi memori baru yang sempurna pada otak kita, ingatan yang begitu indah yang tak mungkin kita lupakan meski kita telah bertemu dengan orang – orang baru. Itulah mengapa, saya tak pernah bisa melupakan siapan pun yang hadir dalam hidup saya, saya memang pelupa, terkadang saya lupa menaruh kunci,hape,kacamata, lupa membawa buku, lupa buang sampah, tapi saya tidak pernah bisa melupakan orang yang pernah saya kenal. Seperti apa pun mereka.
Merindukan sesorang itu menyakitkan, begitu paham saya dahulu. Tapi sekarang bagi saya, merindukan itu indah. Kita tidak pernah tahu apakah kita dirindukan atau bahkan apakah sesorang yang kita rindukan itu mengingat kita, tapi hanya merasakan rindu, seperti membawa kita ke alam masa lampau yang tak terjangkau secara nyata :))

 

1 komentar:

Buku ku Memanggilmu mengatakan...

aq merindukanmu sllu.. :)