Sabtu, 01 Oktober 2011

venus dalam hatiku


VENUS dalam Hatiku

Secercah cahaya bintang menghangatkan hatiku
Menyalimuti seluruh gundah raguku
Ubun – ubun kepercayaanku telah menyala
Yakinku untuk segala cinta yang `kan ada
Ku yakin akan seperti bintang cintaku
Kan selalu menyelimuti jalannya khalbuku..

            Terasa kehangatan sinar redup membakar ujung jari kakiku. Bisa kupastikan hanya dengan menghitung detik, teman keciku ini akan lenyap termakan bara api.Dan jika tidak aku tak kan pernah beranjak dari tempat ini. Karena hanya jika lilin ini mati baru aku meninggalkan tempat kesayanganku ini.Benar yang kuduga, tak sampai semenit lilinku mati.GELAP.Aku benci gelap, tapi aku juga tak suka terlalu terang.Kini, tempat aku duduk melingkarkan tanganku pada lutut, tempat di mana setiap malam aku melihat bintang hanya tersinari senyuman bintang – bintang kecil nan jauh di langit. Aku segera berdiri, Bunda telah menungguku. Kulangkahkan kaki menuju jalan pulang, lampu jalan tampak menyala sepi. Kurasakan gerak kaki mengikuti langkahku, bulu kudukku tersengat, kubalikkan badan, sesosok manusia jangkung berbalik dan mencoba berlari. Tak akan kubiarkan, kuambil batu di bawah kakiku ku lempar keras ke arahnya.KENA. Manusia itu berhenti, berbalik ke arahku lalu memegangi tempurung kepalanya.Aku mendekatinya.Ia meringis kesakitan. Rasanya aku ingin tertawa.
            “Maaf…sakit ya, kamu sih mencurigakan.” Wajah itu sedikit terlihat diantara remangan lampu jalan. Seorang cowok yang masih memegangi kepalanya. Keharap ia tak hilang ingatan karena itu.
            “Aku yang salah, maaf ya sudah membuntutimu.”Ia terlihat salah tingkah, melepaskan tangan dari kepalanya lalu mengulurkan padaku. “Reand, tetangga kamu.Orang yang kerap kali kamu cuekin ketika senyum sama kamu.”aku terbengong.Tetanggaku? Sering senyum padaku? siapa? Reand?.”Eh..hmmm Faya, itu kepala kamu nggak apa kan?” Ku tunjuk kepalanya dengan kelingkingku.Aneh, setelah senyam – senyum tanpa makna ia sontak merintih kesakitan. “Aduh..duh sakit banget,lihat nih benjol.” Aku menangkap kepura – puraan di raut mukanya. “Maaf ya…kapan – kapan, aku buru – buru.” Aku lari meninggalkan cowok aneh unik itu dengan kekonyolannya.
            Malam setelah itu, hampir setiap malam Reand menemaniku tepatnya memaksa menemaniku. Menghabiskan malam untuk melihat bintang di taman complex. Aku memang tergila – gila pada benda kecil penghias langit itu, terutama Venus. hingga sejak dua bulan aku pindah ke perumahan ini, aku memilih taman ini sebagai tempat favorit.Reand menjemput dan mengantarkanku, yang membuat aku sedikit terganggu,ia tak bisa diam. Selalu mengocehkan sesuatu, tentang cintanya yang terpendam, gadis impiannya, dan rasa sebelnya pada makhluk bernama Rindu. ”Rindu membuat setiap orang melakukan apa saja demi mengobati rasa rindunya, meskipun harus di gigit nyamuk taman.” Katanya waktu itu tanpa melihatku. Sekilas kulihat sinar aneh dalam raut wajah reand. Entah, seperti sinar yang telah lama ku cari. Sinar yang membuatku nyaman dan ingin terus menatapnya. “Faya, Bintang bintang kesayanganmu itu suatu saat akan menunjukkan siapa cintamu.” Reand masih berkata dengan nada yang tak serius. Mimik lucunya kadang membuatku ingin menonjok pipinya.Tapi malam itu malam terakhir ia menemaniku, hampir dua bulan ditemani. Rasa rindu mulai muncul dalam sisi – sisi hatiku. Reand kamu kemana?
            Dan Pagi itu Tante Andrea, Mama Reand. Ibu cantik itu histeris di depan rumahku. Ia datang karena Reand memintanya menjemputku. “Faya.. Reand Faya…dia terkena kanker darah stadium empat.” DEG. Bilik di jantungku seakan berhenti berdetak, aliran darahku seperti tersengat listrik, kakiku lemah, aku terjatuh. Semua sendiku seakan telah putus, tangisan tante Andrea semakin membunuhku. Aku dan tante sama – sama terduduk. Seperti Tante Andrea, mataku terhujani butiran – butiran kristal bening. Tante berbisik lirih tepat di telingaku. “Faya…Reand menunggumu, waktu kalian tak banyak. Ada yang ingin ia sampaikan padamu. Sekarang kita harus ke rumah sakit.” Mendengar itu, tubuhku seperti teraliri energi yang entah darimana. Aku berdiri, kuseret tante menuju mobil. Aku yang menyetir. Kecepatan maximal. Aku tak peduli beribu klakson meneriakiku. Karena di pikiranku hanya ada Reand. Tiba – tiba hatiku menjeruit. REAND…!!!
            Aku berlari menuju ruang ICU, tempat di mana Reand menungguku. Aku rasa, sedetik pun aku telat, hidupku akan hancur. Kulihat pintu ruangan itu tertutup. Ayah Reand terduduk lemas, menundukkan kepala dan menyangganya dengan kedua tangannya. Terlihat tetesan bening berdiri di sudut bibirnya yang bergetar. Pintu ruangan terbuka. Aku berlari kedalam. REAND!. Aku mendekat, hujan dalam hatiku semakin deras. Reand menutup mata. “Reand?” Suaraku lirih nyaris tak keluar. Kulihat perawat di sampingku mengangguk. Semua gelap.
            Itulah sepenggal kisah tentang Reand, cinta pertamaku dan segala kenangan tentangnya yang masih terukit nyata dalam jantungku. Reand meninggalkanku tanpa pesan. Reand pergi membawa cinta yang tak sempat kuungkapkan. Dan itu menyiksaku. Dua bulan pertemanan yang tak begitu dekat diantara kami telah membekas di hatiku. Seribu sesal menghantui jiwaku. Reand, bintang yang selalu menemaniku telah tenggelam. Padahal, aku masih ingin menikmati sinarnya. Dia bukan hanya bintang, tepatnya venus. Bintang yang sinarnya paling terang dalam hidupku. Kan ku ukir kisah ini bersama terangnya Venus. Kukabarkan pada seluruh pemilik cinta dalam jagat raya ini. “Jika kau punya cinta, katakanlah selagi kau dapat mengatakannya. Sebelum suatu saat kau menyesal, karena hanya bisa menulis kata cintamu di atas nisannya.” (Furi)










Tidak ada komentar: