Selasa, 16 September 2014

God, thanks for surprising me


Analogi yang baik untuk kehidupan bagi saya adalah semacam labirin, semacam ruangan penuh sekat atau lebih indah lagi kita sebut saja taman sesat. Cara yang paling mudah untuk mengetahui jalan terbaik sebenarnya adalah di lihat dari atas, dan karena kita tidak mungkinnaik ke langit melakukannya, cara lain yang bisa kita lakukan adalah membaca peta (petunjuk). Cara terbaik untuk melalui tiap lorong labirin adalah membaca petunjuk oleh sang pembuat labirin, sang pembuat hidup.
Beberapa minggu terakhir, saya harus mau melewati many frustrating moments, hal ini karena rencana hidup saya A,B bahkan C belum di-acc oleh Yang Mahamerencana. Tidak apa-apa, saya sudah memutuskan untuk mempercayai sepenuhnya rencana Allah dalam hal apa pun.
Sehari pasca wisuda, saya mendapat pesan via whatsapp dari kenalan Ayah saya yang seorang dosen di sebuah universitas di Kota Malang. Saya ditawari bergabung sebagai terapis di lembaga terapi beliau. Waktu itu saya tidak berminat, karena plan A saya adalah sekolah lagi. Akhirnya saya tolak dengan halus. Saya kemudian berjibaku dengan pendaftaran beasiswa.
Di sini awalnya saya sangat berharap karena saya dipertemukan dengan Trina, kenalan saya dalam suatu perjalanan pulang di kereta, dia penerima beasiswa di funder tempat saya mendaftar. Batin saya, apa maksud Allah mempertemukan dengan Trina? Karena kemudian saya lumayan dekat dengan dia. Apakah Allah mengirim Trina untuk membantu saya? Saya semakin besar hati ketika Trina banyak membantu, dia meng-esemes saya kalimat-kalimat motivasi, menyarankan tips-tips, memberi contoh esay dia yang sudah tembus, dan memberi web-web yang harus saya kunjungi dan pelajari. Dan benar, saya semakin berharap.
TET TOT. Hari H pengumuman, setiap ada pemberitahuan email masuk di hape, jantung saya sudah mau loncat saja. Tapi saya tunggu sampai sore, pengumuman tak kunjung saya terima. Saya dirundung kegalauan. Akhirnya saya sholat hajat, minta pada Allah, apa pun yang terjadi jadikan saya menerima keputusan-Nya dengan hati yang luas, sesudah itu saya benar-benar tenang, jantung saya pun tidak main ayunan seperti sebelumnya. Hingga besoknya saya membuka email dan nama saya tidak ada di list ewardee, anehnya saya tidak ada rasa kecewa. Alhamdulillah, pasti Allah memiliki maksud lain.
Dua hari sebelum pengumuman, seorang sepupu yang bekerja di jogja yang kebetulan juga mengambil Magister Profesi Psikolog (Jurusan yang saya mau) tiba-tiba bbm saya, menyuruh saya minta izin Ayah buat jadi guru di sekolah khusus (sepupu saya adalah kepala di sekolah tersebut). Saya berkata dalam hati, saya harus keluar dari Blitar, memperluas zona nyama, sepertinya Jogja tempat yang tepat. Dan saya mulai merayu Ayah, dan seperti biasanya, percakapan dengan beliau selalu penuh diplomasi.
Ayah      : Cita-citamu apa, Mbak?
Saya       : Menjadi ahli psikologi dan membangun rumah-rumah terapi dan biro konsultan psikologi di daerah-daerah.
Ayah      : Bangun tempat terapi di Blitar?
Saya       : Yups
Ayah      : Kenapa ndak bangun relasi di Blitar dulu?
Saya       : *diam* *mikir* (menyimpulkan, saya tidak diizinkan ke Jogja)
Ayah memang tidak pernah melarang saya ini-itu, tapi saya dibuat berpikir oleh kalimatnya. Dan ya, akhirnya saya menghubungi sebuah tempat terapi dimana saya dulu pernah praktek. Gayung bersambut. Bu Santi, yang kebetulan lumayan saya kenal dekat langsung menanggapi baik karena kebetulan tempat terapi yang dipimpin beliau sedang membutuhkan terapis. Fix, saya bekerja di sana.
Beberapa hari kerja di tempat terapi itu, saya dibuat menganga oleh banyak hal. Saya seolah merasa, Allah mengirim saya ke tempat baru ini bukan sekedar bekerja, sepertinya saya disekolahkan lagi. Bagaimana tidak? Saya harus buka materi kuliah lagi, dan luar biasanya, manajemen di tempat baru saya sudah demikian tertata, rapat evaluasi rutin, membentuk keorganisasian (jadi panitia ini itu lagi :D ), hampir persis seperti suasana kampus, bedanya prakteknya lebih berasa.
Dan hari ini, hari paling luar biasa sejauh awal bekerja saya. Saya menerapi (tepatnya ikut menerapi, karena masih dalam masa training) salah seorang anak ADHD (Hiperaktif) yang sangat luar biasa. Luar Biasa, karena saya sempat terkena bogem mentah darinya beberapa kali yang membuat pipi saya nyut nyut. Saya belum pernah menemukan anak seaktif ini, yang bahkan tidak bisa duduk diam lebih dari tujuh menit. Saya merasakan betapa pontang pantingnya mengajarinya sekedar berkata sederhana “mau” “minta” “tolong” “terimakasih”. Dan itu luar biasa sekali. Saya merasa saya benar-benar hidup ketika dihadapkan mereka. Ada rasa tertantang yang sangat untuk menakhlukkan mereka. Saya merasa dikirim Allah di tempat yang sebenarnya saya sangat inginkan. Iya Allah tahu, saya suka berhadapan dengan manusia.
Yah, meskipun saya harus mencari cara penyampaian alasan terbaik untuk menolak mendaftar PNS seperti yang Ibu dan beberapa kerabat saya inginkan. Meskpun gaji yang saya dapat pun tidak sebanyak teman-teman yang berkerja di kantor terutama di kota besar. Tapi saya yakin, pekerjaan ini adalah titik dimana Allah ingin menata saya menjadi manusia yang lebih bermanfaat lagi di hari depan. Terimakasih ya Allah. Dan saya tetap percaya, Allah tidak akan kehabisan cara untuk menyekolahkan mereka yang ingin belajar. Allah Mahakaya, apalagi sekedar menyekolahkan seorang Futri, hihi.

Blitar, 16 September 2014

Tidak ada komentar: