Selasa, 05 Agustus 2014

Bagaimana Menjadi Imam Syafi’i, Kalau Begini Caranya?



Aku mengadu pada Kyai, buruknya hafalan.
Maka guru menasehatiku untuk menjauhkan diri dari maksiat.
Karena ilmu adalah cahaya sebagaimana AL-Qur’an juga sebagai cahaya.
Maksiat penyebab lupa dan hilangnya hafalan lain (Imam Syafi’i)

Saya menemukan quote di atas di majalah Ummi dalam sebuah artikel yang menjelaskan bagimana cara Ayah Musa (salah satu peserta Hafidz Qur’an Indonesia) mendidik Musa yang masih berusia lima tahun bisa menghafal 29 juz. Membaca quote itu saya teringat suatu cerita di masa lalu. Ini sebenarnya sudah lama, sekitar dua atau tiga tahun lalu. Meskipun mungkin tidak terlalu menarik, semoga ada hal yang bisa kita tarik sebagai bahan refleksi.
Waktu itu saya, dan sahabat saya Faiza bertugas sebagai relawan Ramadhan sebuah lembaga amil zakat di Surabaya. Ketika itu, kami ditempatkan Tunjungan Plaza bersama tiga rekan saya yang lain, mereka adalah Anggit, Ali dan Ghofar.
Menjadi sales program Ramadhan (infaq, zakat, fidiyah, shadaqah) di mall besar macam TP itu susah-susah mudah. Mudahnya, banyak para pengunjung yang tentunya hi-class yang berseliweran. Dan susahnya, sebenarnya lebih pada kaum laki-laki, karena godaannya luar biasa hehe.
Tim saya berlima ini lumayan kompak, dalam artian kami saling bahu-membahu membagi target operation (TO). Kesulitan membagi TO ini terjadi pada Ali dan Ghofar, walau dibagi bagaimana pun sebagian besar pengunjung adalah perempuan dan tentu  you know dengan pakaian seperti itu lah. Suatu kali kami terjadi pembagian tugas cepat;
Saya : “Dek, sasaran!” (mengarahkan bola mata ke arah seseorang)
Ali : “Oke! Mbak.” (Berjalan sambil cengengas-cengenges)
Kami berempat (Saya, Faiza, Ali, Ghofar) kemudian menyaksikan si Ali berjalan mendekati mbak-mbak dengan dress mini tanpa lengan. Hah Ali? Bukan itu yang saya maksud sasaran tadi. Dan apa yang terjadi? Setelah di depan si embak itu si Ali ciut sendiri, cuman senyum dan memberikan brosur tanpa berkata-kata apa pun untuk menawari. Kami berempat menahan tawa untuk menjaga perasaan Ali.
“Weh Mbak..Mbak…piye dadi  koyok Imam Syafi’I, lek ngene carane!” Tawa kami pecah. Ali ngedumel panjang lebar. Gimana bisa jadi Imam Syafi’I kalau begini caraya?
***
Gimana bisa Imam Syafi’I kalau begitu caranya? Mata kami bermaksiat, telinga kami juga, tangan, hidung, hati apalagi. Sedang Imam Syafi’i? melihat betis perempuan saja empat puluh hadits hilang, jaman sekarang ini? sudah hafalan susah, godaannya luar biasa! Bukannya nambah bisa-bisa minus :D
Saya sempat membicarakan ini dengan Ayah, mungkin waktu itu demi ngeles gara-gara hafalan saya tidak berubah-ubah  “Zaman sekarang ini, Bi. Hafalan sediki-sedikit sekeli itu lebih baik daripada enggak nambah sama sekali atau parahnya malah berkurang.” Jawaban Ayah saya yang menohok, “Dari dulu juga sudah ada godaan, Mbak. Tapi orang dulu lebih pintar memeliharanya.”
Biar tidak terlalu panjang, inti dari percakapan waktu itu bisa saya simpulkan seperti ini. Selalu ada cara bagi orang-orang yang mau dan niat untuk melakukan sesuatu, terlepas bagaimana pun asal dan lingkungan ia tinggal. Masa lalu dan lingkungan kita mungkin berpengaruh besar, tapi manusia adalah makhluk yang memiliki pilihan, bagaimana cara dia merespon.
Bukan bermaksud pamer, sebulan Ramadhan ini saya berhasil atas sesuatu, yaitu saya tidak mendengarkan music non islami SAMA SEKALI, hehe saya ulangi, sama sekali, bahkan music islami pun sangat sedikit (Padahal saya itu demen sekali dengan Pop Rock-nya Avril Lavigne). Ini sulit, sulit sekali malah. Tapi dampaknya luar biasa, target hafalan tercapai. Tapi sayang, itu adalah proker saya Ramadhan kemarin, semoga selanjutnya tetap istiqomah, meskipun tentu sulit sekali.
Saya yakin, selalu ada jalan ketika kita berniat baik, seperti apa pun setan bersekongkol untuk menjerumuskan kita, sedahsyat apa pun godaan-godaan di luar sana, asal kita memiliki hati yang mau. Mau mendekat kepada-Nya, mau bersusah payah bersusah untuk menjaga diri. Kalau pun hasilnya tetap amalannya naiknya sedikit-sedikit, tidak apa-apa, in sya Allah kesusahan dan kemauan kita mencoba diperhitungkan sendiri sama Allah.

Blitar, 6 Agustus 2014

Tidak ada komentar: