Rabu, 27 Maret 2013

Paddington : Tentang Negeriku


Seperti yang biasa kuceritakan, dalam perbincanganku dengan Salman, perbandingan jumlah suara kami dan suara nafas kami adalah 2:3. Seperti perbandingan perairan dan daratan Indonesia. Seperti juga hari itu, hujan menyandra kami di halte Quadranggle. Hanya kami berdua. Jangan dikira, setelah 6 bulan pertemanan aneh kami, kami akan begitu akrab untuk saling mengomentari apa yang kami lihat, tidak. Salman bukan tipe komentator. Aku pikir, ia hanya akan bicara mengenai arsitek, sejarah, dan pancasila, khususnya bab cinta tanah air.
            Ia berdiri di samping kira – kira selengan di kananku. Seperti tampilan yang biasa ia kenakan, kacamata minus yang sangat tebal (dia pernah mengatakan minus delapan), dengan celana kain coklat tua, kemeja lengan pendek, yang hari ini sedikit membuatnya lebih muda adalah rompi cardigan :D. Dan tepat, tigapuluh menit berlalu hanya suara hujan yang terdengar, Salman sibuk dengan note padnya, entah bermain game atau yang lain aku tak tahu, ia terlalu tinggi untuk kujangkau dengan lirikan mata.
“Kau bosan, mau mendengar cerita.” menit ke tigapuluh enam ia beicara, huff…aku menghela nafas lega, kali ini aku menang untuk tidak memulai pembicaraan terlebih dulu.
“Sebelumnya kau belum pernah menawariku seperti ini.”
“Ya sudah kalau tidak mau, tidak…”
“Mau….!” buru – buru ku potong perkataannya. Aku tahu, Salman spesies rasionalis yang tak suka bertele – tele. Kemudian ia tertawa, ini kali pertama aku melihatnya tertawa tanpa beban, perlu di kulingkari tanggal berapa hari itu :D
“Kau tahu satu alasan yang membuatku tidak pernah membenci orang Indonesia sekali pun ia tikus berdasi yang perutnya gembung oleh uang rakyat. Pada hakikatnya, aku kasihan terhadap mereka.”
“Kau tidak tahu benar masalahnya.”
“Kau yakin aku tidak tahu.” Aku jadi berpikir ulang untuk menggeleng. “Aku tahu karena kita, aku dan orang di sana itu sama – sama bodoh. Kami mempunyai darah yang sama setidaknya, Indonesia. Justru musuh kita sejatinya adalah Setan – setan yang mengeruk kekayaan alam Indonesia,karena  pada hakikatnya kemerdekaan kita hanya formalitas. Karena saat ini bangsa kita dijajah dengan penjajahan terkejam di dunia, dimana yang terjajah tidak merasa dijajah justru mera kenikmatan dengan tololnya”
“Aku bingung dengan bahasamu.”
“Hufff…” Ia menghela nafas, mungkin jengkel. “Kapan kau lebih cepat cerdasnya.”
“hisch…”
Ia tertawa melihat ekspresi  jengkelku.
“Begini, kau tahu…apa misi mereka…”
“Amerika?”
“Tepat. Kau tahu apa misinya?”
“Mengeruk kekayaan alam Indonesia.”
“Bukan itu sejatinya.”Lanjutnya, “Kau tahu siapa di belakang mereka?”
“Tolong jangan banyak Tanya, sudah ceritakan saja.”
Hahahaha . Kali ini tawanya benar – benar lepas.
“Kau itu mengaku  warga Indonesia yang baik, Tapi kau tidak tahu masalah utamanya. Israel, itu ingin menyebarkan ideologi Yahudinya, Dan Ia ingin menguasai dunia dengan ideology setannya itu. huft ini mungkin terlalu rumit. Sejak dahulu Presiden Soekarno tidak pernah setuju dengan bentuk perjanjian dengan Amerika karena beliau tahu sifat asli mereka, Freeport kau tahu, mereka baru berhasil menguasai ketika kepemimpinan Soeharto. Dan bagaimana Indonesia berangsur – angsur menuju kebrobokan. Bagaimana kepemimpinan Habibie kita melepas kepulauan timor – timor.”
“Mereka itu yang duduk di sana, belum tentu berhati buruk, mereka hanya alat Amerika menjajah dunia.” Salman tersenyum menanggapi jawabanku.
“Kau tahu, bagaimana Sri Mulyani menghilang, kau tahu bagaimana bisa  tiba – tiba orang tak dikenal macam Budiono, yang selanjutnya pun tidak juga di kenal bisa menjadi wakil kepala negara, dan yang terakhir, bagaimana anas urbaningrum, andi malarangeng, yang disebut tersangka bisa keluyuran di mana – mana, dan terakhir, kasus korban tersangka suap daging, malam itu di tangkap, malam itu juga di sel-kan.” Salman seperti hampir menangis. “Tapi bangsa Indonesia tidak menyadari kekacauan ini. Orang – orang kita justru bangga dan berbondong – bondong menjadi penyembah produk mereka. Mereka mengajak anak bangsa menyukai seks bebas dari pada menikah mudah dengan dalih menuntut karir, mengajarkan pada anak gadiss yang polos – polos itu untuk tidak berpakaian,ckckc”
“Lalu apa yang kau lakukan Salman, menjadi salah satu di antara mereka yang kau kasihani itu?”
“Aku sudah menjadi bagian dari mereka, kita terlalu bodoh untuk berhadapan dengan mereka, Itulah kelebihan mereka, mereka pintar, itu ujian. Hanya, pertahankanlah diri, dan sebisanya pertahankan orang dekatku.” Jujur, aku sedikit Geer ketika ia berkata orang terdekatku sambil melihatku.
“Bagaimana kau bisa tahu sedalam itu?” Kataku kemudian
“Dunia ini tanpa batas, anak muda,” Jawabnya seraya mengayunkan note padnya.
“Aku harus pergi, itu bus ku.”
“Yang perlu kau ingat, jangan membenci negaramu.”
“Aku harus belajar lebih banyak darimu kakak.”
“Seharusnya kau dari awal memanggilku begitu.”

Tidak ada komentar: