Kamis, 03 Januari 2013

Tentang kata maaf



Siang itu, lagi lagi saya lupa tanggal berapa, yang saya masih ingat kami memakai seragam abu – abu putih kami. Siang itu kelas terkhir akutansi kosong, Entah bu Suci izin kemana saya pun lupa selayaknya manusia. Dan terciptalah pemandangan kelas kami. Di sebelah pojok, Lucas cs pada sibuk nyanyi sambil main gitar, banjar dua ada Wury, Shela, Dita, Mentari, Ayin, Cumpink, dll bercakap – cakap. Perkiraanku mereka membicarakan Kekalahan Arema Malang malam itu melawan Persik Kediri. Kemudian kubu lainnya ada Siti, Ninis, dan siapa lagi aku lupa yang seingatku mereka belajar. Dan saya, saya dan teman saya Sinta selalu kubu bimbang. Alias kadangkala rajin belajar, ya kalau malas main – main dulu nggak papa :D. Sinta, dia gadis cungkring ---peace cin--- yang duduk di belakangku. Kami selalu mempunyai aktivitas aneh untuk dilaksanakan ketika jam kosong. Seperti sepak bola dua kaki yang kita mainnya sampai bikin sepatu hitam menjadi abu – abu. Atau tusuk – tusuk nggak sengaja –yang ini kita pura – pura nusuk orang gitu nggak sengaja abis itu minta maaf sambil ketawa---. Dan siang itu, acara kita adalah cari lagu pakai kata. Dan nggak sengaja, saya dan Sinta menemukan begitu banya lagu yang menggunakan kata “Maaf.”
Nah, sebenarnya ini yang saya ingin bicarakan hari ini, kata Maaf, sepurane, Sorry, Mianhae, Afwan, antschuledigung ---gini gak ya tulisannya--- . Kembali lagi pada lagu tentang maaf, entah kenapa, menurut saya lagu kalau isinya minta maaf itu kesannya jadi romantic. Seperti nih, Buatmu menangis, buatmu bersedih, inginku memelukmu, dan ucapkan maaf, maafkan aku.” dari jikustik ini entah maunya pongki jikustik apa, tapi saya nangkapnya ada rasa penyesalan yang dalam karena melukai ---ceileh---.  Ada lagu lain “Maaf, maafkan diriku, yang telah membuat hatimu terluka….” yang ini dari Rio Febrian. Saya tahu perasaan perempuan, terkadang kemarahan itu hanya menunggu tebusan satu kata itu. Namun, seringkali yang kena marahi tidak sadar. Emm cari contoh lain “Maafkanlah bilaku selalu membuatmu marah dan benci padaku, kulakukan itu semua hanya untuk membuatmu bahagia” dari tangga yang ini. Kalau lagu yang ini mewakili bahwa mengucapkan maaf itu belum tentu kita salah. Tapi ada juga kata maaf yang menyebalkan lainnya. Salah satunya “Maaf ku jenuh padamu, lama sudah ku simpan tertahan di bibirku.” Maaf sih maaf, tapi kalau yang ini bikin sakiiiiiiiiit hehe. atau lain lagi dari band keluaran dreamband yang saya lupa namanya “Maafkan aku bila selama ini kubagi cintamu dengan dia, seseorang yang mampu meluluhkanku.” Kalau lagu satu ini sih nurut sama nasehat Rasulullah, katakan yang benar walau pun itu pahit :D.
Bicara tentang maaf, kemarin sewaktu mengerjakan tugas penelitian metodologi kuantitatif saya mengambil judul. “Pengaruh Forgiveness tehadap Subjective Well-being pada remaja.” ternyata banyak hal yang  baru saya tahu tentang memaafkan. Forgiveness atau memaafkan itu berbeda dengan melupakan, berbeda juga dengan mengabaikan atau tak mempermasalahkan lagi. Memaafkan menurut McCollough adalah perasaan tanpa dendam, dimana ada perbaikan kembali pada suatu hubungan yang telah retak, begitu terangnya dalam handbook of positive psychology. Memaafkan adalah membebeaskan seseorang yang bersalah dari rasa berdosa.
Maaf, ringan tapi begitu sulit diucapkan, terutama pada kaum gengsian ---tersindir nih--- apalagi kalau tetap merasa tidak bersalah. Padahal namanya manusia tidak tahu, apakah kita melukai saudara kita apa tidak. Dan memaafkan tidak alah pentingnya, kalau kita boleh salah, kenapa orang lain tidak. Maaf dan Memaafkan adalah pasangan kata yang romantic. Yang keluar setelah berperang dengan ego. Yang bermediasi bersama keiklasan, sehingga kuatlah kedasyatannya dalam menyembuhkan.

It would give us some comfort if we could
only forget a past that we cannot change. If
we could only choose to forget the cruelest
moments, we could, as time goes on, free ourselves
from their pain. But the wrong sticks
like a nettle in our memory. The only way to
remove the nettle is with a surgical procedure
called forgiveness.
Smedes,
The Art of Forgiving

*yey besok UAS terakhir "Hi Modifikasi perilaku, temenan yuk !"

*malam ini rinddu sangat dengan teman - teman SMA.

Rabu, 02 Januari 2013

Tentang Sosok & Bayang


“Kamu siapa?”
“Aku adalah kamu.”
“Bukan. Katakan kamu siapa?”

Dua kubu terus bersitegang, satu sisi ialah sebentuk bayangan dalam cermin, sisi yang lain berupa sosok, wujud yang berdiri di depan cermin. Entah, mana dari mereka yang berperan sebagai alter, mana yang host. Mereka terus saja berseteru, setiap kali sang sosok datang, si bayangan ketakutan menemukan gambar asing dalam hadapannya. Mereka, entah apa yang terjadi di antara mereka. Kadangkala, sosok itu mulai jengkel pada bayangan, dan lama – lama tak mengunjungi cermin gantung tempat bayangan bersemayam, bosan mungkin. Tapi itu tak kan berlangsung lama, ia lalu datang kembali pada kawannya, ah entah kawan atau musuh. Ia selalu mencoba menjelaskan bahwa mereka adalah senyawa, dan mengutarakan maksud damai. Tapi sang bayangan keras menyangkal, ia justru semakin takut pada sosok. Ia takut seperti bayi 5 bulan dalam gendongan orang asing.
“Seburuk itukah kau menilaiku.”
“Kau sendiri yang mewujud buruk di hadapanku.”
Terlihat, kian lama sosok itu semakin bingung. Apa hendaya yang mengenainya, hingga sang bayang begitu membencinya. Ia sering lama – lama diam. Lalu, entah mungkin bertafakur atau lainnya. Ia sadar, ia memang sekarang bukan sosok yang sering datang pada bayangan itu dulu. Ia menjelma menjadi sosok lain, lain tak lagi semurni bayangan itu. Sosok yang kian membiru, atau abu – abu, atau merahjambu tak pasti. Sosok pun semakin bingung. Kemana ia akan menemukan sosoknya dahulu, yang bayangan sangat mencintainya. Ia seperti anak kecil yang lupa jalan pulang. Entah siapa yang membuatnya begitu. Ia tak mampu menyebutkan inisial tersangka. Atau sekedar mengimajinasi suatu bentuk. Ia hanya terdiam, bayangan memang pantas membencinya.
Suatu malam ia datang pada bayangan, gelap tanpa lampu. Sehingga bayangan pun hanya memicing menatapnya. Sosok itu menangis, “Ku mohon jangan menjauhiku.” ia terus menangis dan bayangan itu hanya diam dalam gelap. “Aku akan kembali pada bentuk yang kau rindu, aku berjanji.” Bayang itu masih diam. “Ku mohon berkatalah, meski pun itu makian.” Sosok terus berkata di sela isak tangisnya. Kemudian ia berjalan mundur seraya berkata “Aku tahu, kau tak kan bicara sebelum menemukan sosok yang kau cari.”

n.b : jangan berubah sahabat, aku suka kau yang sekarang. jangan berubah karena kau punya janji padaku. tidak kecuali menjadi kupu - kupu

Senin, 31 Desember 2012

Angka 13


Dan sebenarnya saya tidak mempunyai niatan merayakan New Year. Apalah daya, tumpukan tugas itu ternyata berhasil merayuku untuk merayakan pergantian tahun dengan mereka. Mereka, mereka itu dua mata kuliah yang sering membuat uring –uringan saya dan teman – teman saya di kelas. Psikologi Eksperimen dan Metodologi Penelitian Kuantitatif. Sebenarnya tugas – tugas itu bisa saja selesai lebih awal. Jika nih, jika saya tak pulang kampung dan menghabiskan masa minggu ‘tenang’ di Surabaya. Jika nih, jika saya tidak bepergian alias melancong bersama keluarga saya ke Ngawi dan Kediri. Jika nih, Jika tidak keluar dengan kakak, tidak jalan – jalan dengan Nita, tidak pergi bareng Ayin. Hahaha banyak alasan, bilang saja malas. Ah nggak kok. Saya sudah mencicil dari awal, dasarnya aja tugasnya banyak --- berhentilah mencari kambing hitam futri -.-“ ---
Dan sekarang saya tidak mengerti, saya menikmati malam di depan Sammy –samsung netbook saya—detik ini menunjukkan pukul 02.10. Wah sudah malam juga. Beberapa jam yang lalu masih 2012 dan sekarang, mau tidak mau saya tidak boleh lupa mengganti angka 12 menjadi angka 13 di setiap cacatan saya. Walau pun saya tidak pernah diajari keluarga saya untuk mengucapkan “Happy New Year” ketika pergantian tahun. New year’s Eve benar – benar berisik diluar dan  biarlah mari biar saya lambaikan tangan pada angka 12. Angka 13 terlihat lebih memesona sepertinya.
Tahun baru masehi memang bukan tahun baru agama saya. Tapi berdoa di awal tahun ini tidak ada mudharatnya. Saya berharap saya lebih Rajin beribadahnya ke Allah. Saya lebih sering membuat bangga Ibuk dan Abi saya. Saya tidak mudah rebut – rebut tidak penting dengan adik – adik saya. Saya lebih mampu mengemban amanah yang ditimpakan kepada saya –terutama MY club—Saya lebih rajin menulis, membaca, berinfaq,hafalan, bersilaturrahmi. Saya lebih tinggi lagi badannya –hehe--. Saya lebih rajin makan siang –yang awalnya sering lupa—karena itu penting. Saya lebih mampu menjaga hati saya –yang masih sering bandel-- . Saya mampu menjadi contoh yang baik bagi adik – adik baik di asrama maupun di rumah. Saya harus mampu mendapat beasiswa yang tertunda itu. Ahh…apa lagi ya. Ada yang nyeletuk kalau tentang jodoh –siapa juga yang nyeletuk—“jangan datang dulu pak calon suami, saya belum siap, saya masih jelek. saya belum bisa dandan dengan baik :D , masakan saya terkadang masih asin.” kalimat terkhir cumin intermezzo ya ;D.
Dan saya benar – benar belum mengantuk. Bagaimana ini, oh good day cappucino. Benar – benar. Saya sepertinya harus mengucapkan salam pada tugas yang harus saya garap besok, “Hi Psikodiagnostic III, be nice ya.”
bismikallahumma nada`u. fi ghuduwiw wa rawah. laka minna kullu hamdin. fi masaiw wa sobah. hablana minka roshadah. wahdiina subulasolah. inna taqwa allahi nurun. wa toriqul lil falah

Sabtu, 29 Desember 2012

Barakallah sahabat :)

me & decy



aku mudah lupa tentang bilangan, entah lima atau tujuh tahun lalu kita bertemu, di rumah seorang teman, temannya abiku dan abimu. Kau duduk di teras dan aku duduk di ruang tamu. Kita saling diam, karena tak kenal juga karena malu untuk memulai perkenalan. Abimu menyuruhmu mengajakku bicara, begitu juga abiku, tapi kita tetap diam. Mungkin kita hanya bingung, apa yang akan kita bicarakan.
Hingga bilangan itu semakin mengecil, kita menjadi sering bertemu, entah moment apa, hingga yang membuatmu semakin dekat denganku adalah arjunast. aku, kamu, dan teman – teman kita menjadi bahan ejekan deadline – dead line yang menyebalkan. Hingga perpisahan pun terjadi. Kamu dengan duniamu, begitu pun aku. Dan ini menjauhkan kita, seperti dengan beberapa teman lain, aku jarang menghubungimu. Mungkin kamu sibuk, pikirku…Hingga suatu hari (beberapa hari lalu), kau memberiku sebuah kejutan. Namamu berkedip – kedip pada handphoneku, sekian lama aku mendengar suaramu, masih tetap sama. Yang beda, isinya. Hari itu, kau meminta restu dariku. entah kenapa hatiku turut bergetar, sedikit – sedikit. Kau sabahat kecilku, kau…kau…ah aku bingung akan berucap apa.
Kalau pada awal bertemu kita hanya diam selanjutnya setelah mengenalmu ketika bertemu justru kita jarang berhenti untuk diam, terlalu banyak koleksi cerita untuk kita bagi. Aku dengan gaya menggebu – gebu, kamu dengan logat lembut awewe sunda. Ahh…ku akui tak banyak waktu sering kita habiskan. kita mempunyai teman – teman yang berbeda. Tapi kita selalu ada alasan untuk bersama. Dan kini, kau bilang kau akan menjadi milik seseorang. Pikiranku selalu salah. Aku selalu berpikir kita masih kecil, padahal kenyataan itu nyata. Kau akan menjadi seorang ratu dengan cepat. Ahh seperti biasa, kau pasti menjadi sangat cantik. Kau ah kau…kau baik, Allah pasti membarakahi mu, memberimu keluarga sakinah mawadah dan penuh rahmah. Selamat menembuh hidup baru sayang, barakallahu lakuma wa barakah ‘alaikuma wa jama’a baina kuma fii khoir…..

*Maaf tidak bisa datang di hari bahagiamu sayang

Rabu, 26 Desember 2012

Hati hati dengan Hati



Segera kan ku jemput,
engkau bidadari, bila tiba waktu
ku temukan aku
ya Illahi Rabbi kerasku mencari diri
sepenuh hati.”

hari ini acara kita adalah resensi lagu (sejak zaman apa ada resensi lagu ----___----“ ). Di atas adalah potongan lagu dari Seismic, berjudul menjemput bidadari. Kemudian di bawah ini adalah Lirik indah dari Edcoustic berjudul Nantikanku di Batas Waktu.

Di kedalaman hatiku
tersembunyi harapan yang suci
tak perlu engkau menyangsikan
lewat kesalihanmu, yang terukir menghiasi dirimu
tak perlu dengan kata2
sungguh walau ku kelu tuk mengungkapkan perasaanku
namun penantianmu pada diriku jangan salahkan
kalau memang kau pilihkan aku
tunggu sampai aku datang..
….”

Ada yang ingin berkomentar??? Jika tidak ada, saya akan berkomentar sendiri. emmm apa ya hehe. Sebenarnya saya sedikit tidak enak hati membahas ini. Tapi nggak nahan buat nulis. Ya sudah lah.
Apa yang akan dirasakan seorang perempuan mendengar lagu itu. satu kata yang menurut survey pikiran saya akan sering muncul adalah harapan, betul? Entah apa yang diniatkan si pengucap tapi berbedalah terkadang tanggapan dari si penerima ucapan.

Pernahkah kita mengira, jangankan kata – kata yang gamblang seperti di atas, sapaan atau setarik senyum pun dapat diartika berbeda. Terutama pada sesema operator yang sms atau telponya lebih murah *apa sih.
Yah itu lah hati, ada yang bilang hati itu buta, terkadang ada benarnya. Bukan karena tak punya mata tapi karena hati manusia terkadang tulalit, nggak nyambung. Tapi sebenarnya yang salah bukan pada hatinya. Tapi pada sang subyek, terkadang lalai atau sengaja melalai. Terkadang kalau dipikir – pikir, tidak ada asap kalau tidak ada api, jadi hati bergejolak –cieeh—pasti juga ada yang memicu.
Yah manusia, niat terkadang tak sesuai dengan tindakan, bilangnya A yang muncul C. Maka hal yang dapat diambil dari dua lagu diatas adalah jangan memancing perasaan jika tidak ada rasa. Jika kita menjaga hati manusia lain, Allah pastilah akan turut menjaga hati kita pula.

Ya Muqallibul Qulub, Thabbit Qulubana ‘Ala Dinik.”