Tampilkan postingan dengan label experiences. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label experiences. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 November 2014

Tidak Lebih Mudah


Nggak nyangka, hampir sebulan ndak isi blog. Huhuhu maaf. Berhubung sekarang malam jumat, alias off jadwal ngasih les, dan besuk masuk kerja sesi kedua. Jadi di sela kepala pening karena flu berat dan tangang menjumpal ingus yang terus keluar #hueks, saya ingin sedikit bercerita malam ini.
Salah satu hal yang menarik dalam hidup adalah, memiliki hasrat mengahadapi tantangan. Jujur, meskipun Psikologi dan anak-anak adalah sesuatu yang saya sangat tertarik, tapi ternyata saya tetap menemui kebuntuan-kebuntuan di dalamnya. Dan yang lebih menarik lagi ketika rasa tertantang untuk menankhlukkan sesuatu yang sulit itu muncul.
Bulan kedua saya bekerja sebagai terapis, saya sudah melai menemui tikungan-tikungan tak tersangkakan itu. Bu Santy, ketua terapis di tempat saya mulai memberi mandat saya memegang peserta dengan level lebih sulit dan sendiri. Suatu hari di seminggu lalu, adalah hari paling menakutkan. Sehari sebelumnya, Bu Santy sudah mengirim sms bahwa besuk saya memegang Dhede.  “Kalahkan ketakutanmu.” Gaya Bu Santy kalau lagi nyuruh sesuatu yang lebih berat, saya jawab “Bismillah.”
Dari pagi saya sudah kepikiran, bagaimana kalau Dhede ngamuk di kelas? bagaimana kalau mamanya marah? bagaimana kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, memecah kaca etalase misalnya? Aaaaaaa.
Dan benar. Detik-detik pertama saja Dhehe sudah mulai menampakkan ketidakpatuhannya pada instruksi saya, dia duduk di lantai dan terus meracau. Saya mencoba mengangkatnya, saya tidak kuat, berat sekaligus dia terus meronta untuk duduk di lantai. Keringat saya sudah bercucuran. Belum dapat apa-apa, belum fisioterapi atau brain gym, apalagi materi terapi. Saya kelelahan memaksa Dhede duduk. Akhirnya saya lepaskan, saya biarkan saja dia. Saya mengambil nafas panjang, “Dhede berrdirrriii.” dan ajaib, Dhede berdiri sendiri. Cepat-cepat saya instruksi selanjutnya, “Dhede duduk.” dia mau duduk!! dia mau duduk!! senengnya saya. Seneng sekaligus jengkel pada diri saya, bagaimana saya bisa lupa jika ada beberapa anak autis yang tidak menyukai sentuhan. Huffftttt
Tentang Dhede tidak berhenti sampai di sana. Menit-menit berikutnya, meskipun ia mau duduk, bukan berarti proses berjalan mudah. Saya harus menghalaunya berulangkali agar tidak melarikan diri dari kelas. Itu Dhehe. Saya pikir ia anak paling sulit yang akan saya pegang, ternyata saya salah. Hari berikutnya saya harus memegang Rere, sama autisnya namun memiliki kecenderungan melukai orang lain, saya sempat dua kali mendapat cubitan mesranya di tangan. Lalu kemarin, saya harus menghadapi Nanaz, bocah laki-laki kecil pengidap celeral palsy. Ia tidak bisa berjalan sendiri, terus menguluarkan air liur karena struktur mulutnya tidak sempurna, dan memiliki tingkat agresi yang cukup tinggi.
Namun aneh, saya sama menggebunya dengan mereka. Dua jam proses terapi berjalan cepat, dan meskipun sering kewalahan, saya bisa memasukkan materi-materi terapi sedikit demi sedikit. Rasa lega tak terkira selepas menyerahkan mereka kembali pada orangtuadan berjalan ke arah loker sambil tersenyum “Saya bisa menghadapi mereka.”
Mungkin ini alasan Allah mengirim saya ke tempat baru saya itu. Untuk mengajarkan banyak hal itu. Meskipun saya harus kehilangan banyak waktu tidur sekarang, tidak masalah. Semoga saya semakin mengerti tentang dunia ini. Semoga Allah mengizinkan saya lebih mendalami tentang ilmu ini, aamiin.

Blitar, 6 November 2014

Selasa, 30 September 2014

Another story of pejuang yudisium


Around a month ago, saya menemani my bestie classmate named Bekti buat ngejar tandatangan persyaratan yudisium kelulusan. Bekti adalah orang yang banyak jasanya dalam  many frustrating moments of mine menuju yudisium, dialah saksi hidup yang melihat dengan mata kepalanya sendiri gimana buteknya wajah hampir depresi saya selepas mencari dosen dan tetap tidak ada kabar berhari-hari selama tiga minggu, menjadi luahan keluh kesah dalam hari-hari penuh ketidakpastian para PHPers, yang menemani saya ngendon di perpus fakultas sampai diusir kita sama penjaganya, dialah yang selalu mengatakan “Bisa..bisa, masih ada waktu.” padahal itu deadline tinggal lima hari dan saya belum ada gambaran kapan bisa menemui dosen untuk revisi. Mungkin waktu itu bekti juga udah pesimis, tepi demi saya dia bohong begitu, Uuuuu Bekti #pelukBekti.
Semua itu tidak berlebihan. Perjalanan menuju yudisium bagi saya tidak lebih ringan daripada proses skripsinya sendiri. Saya bahkan merasa, jika tidak ada keajaiban Allah mungkin saya tidak bisa wisuda Juni kemarin. Bagaimana tidak, bagaimana saya bisa menyelesaikan segala tetek bengek persyaratan yudisiun dalam waktu tiga hari sedang normalnya dua atau minggu atau sebulan. Allah menyulap dosen penguji saya yang super duper aduhai itu menjadi sangat baik hati, Allah mengirim Eli, Mbak Inun, Mbak Meta untuk sama-sama telatnya kayak saya, biar saya ada temennya telat, biar saya ada yang nebengin kemana-mana, haha. Mengirimkan dosbing yang buaik luar biasa, sampai mau bela-belain telepon dosen penguji biar ngoreksi revisian skripsi saya.
Seminggu sebelum deadline saya telpon Ibuk, “Buk, sepertinya aku nggak bisa wisuda Juni, nggak papa ya, Buk?” mau enggak nangis akhirnya nangis juga sambil bilang. Meskipun ibuk bilang nggak papa, hati saya belum tenang. Yah, harapan Ibuk pengen lihat saya wisuda Juni pupus, batin saya. Selanjutnya, hari-hari itu terisi adalah tawakal saja. Berjalan dengan gontai ke kampus, berkumpul dengan pejuang skripsi yang lain yang masih sama-sama belum ada kepastian apakah kami bisa wisuda bulan depan. Kami benar-benar pasrah ya Allah, terserah Engkau.
Tapi saya tetap sekuat tenaga positif thinking, meski jadi sensitive banget, dikit-dikit nangis, status fb, twitter, bbm, wasap, semua, diliputi oleh satu kata, tawakal. Karena saya yakin, saya sudah mengeluarkan semuanya. Saya sempat tidak tidur semalaman demi mengejar target penyelesaian skripsi, bolak-balik Blitar-Surabaya ngambil data, ngewer-ngewer Sammy (netbook kesangan) kemana pun saya pergi, membagi perhatian antara realisasi dan laporan kemajuan PKM dan draft skripsi. Saya hanya yakin, Allah akan membayar kelelahan saya.
H-3 pengumpulan berkas Yudisium pukul 08.10 di fotokopian, dosbing saya nelpon.
dosbing : Mbak Futri dimana?
saya     : di fotokopi, Bu.
dosbing : Bisa ke kampus sekarang, di tunggu penguji untuk revisi
Saya segera cuss ke kampus, menemui penguji untuk revisi dan tidak lupa dengan muka melas dan pasrah.
penguji : surat pernyataan jilid skripsi mana?
saya     : hah? Saya belum revisi, Buk.
penguji : Tidak usah, langsung saya acc. Cepat buat surat pernyataan jilid skripsi, saya tunggu sampai jam empat, sekalian saya tandatangani pengesahannya.
Saya tertegun, tiba-tiba ruang dosen terdengar instrumennya Abang Yiruma yang judulnya River flows in You, saya seret tangan dosen penguji, lalu kami menari tango #emanggaknyambung.
Ternyata ini keajaiban tawakal, cara Allah mengajari saya apa itu pasrah pada-Nya, apa itu optimis, apa itu menjaga dompet dari potocopi berulangkali  karena tidak ada revisi ngahaha, (fyi, skripsi saya 200 lembar).
Tawakal adalah kepasarahn total, pada rencana dan ketentuan waktu Allah. Sehingga tetap terjaga baik sangka pada-Nya meski kemarin jika saja hasilnya adalah saya tidak jadi wisuda, karena kita tidak tahu, Allah Mahamemeri kejutan, sedang kita hanya maha tidak tahu. So, trust His timing and keep tawakal.

Blitar 30 September 2014

Sabtu, 13 September 2014

Hati-hati dengan Blogger


*reka peristiwa*
Dua orang asing di depan saya lagi ngobrol
x : Hati-hati kalau mau ngapa-ngapin, banyak blogger berkeliaran
y : Maksudnya?
x : Mereka itu suka ngamati sesuatu, nah kalo ada yang unik menurut mereka, langsung aja mereka komentarin panjang lebar di blog-nya. Kamu nggak mau jadi obyek yang dikomentarin di tulisannya, kan?
saya (dalam hati) : wkwkwkwk ini pun bakalan tak jadiin tulisan. Makasih ya Guys inspirasinya

Saya baru sadar, ternyata kerjaan blogger-blogger adalah komentarin hidupnya orang. Apalagi yang domainnya gratisan :P . Saya tidak menyalahkan, karena saya-pun begitu adanya. Kehidupan orang lain selalu saja mudah membuat kita terispirasi. Tapi bagusnya, blogger-blogger yang saya temui masih menggunakan kode etik alias menyamarkan nama obyeknya.
Percakapan dua orang asing di atas membuat saya mikir. Bener juga ya, jangan-jangan pada waktu tertentu ada yang mengamati tingkah aneh saya diam-diam terus dijadiin bahan tulisan buat dikomentarin, waaah X_X. Kan, jadi pikir-pikir kalau mau ngupil sembarangan, nanti jadi bahan tulisan yang judulnya “Cewek berjilbab, di sepotong senja dan sedang menggupil di stasiun.” Waaah enggak banget kayaknya.
Jujur, saya lumayan sering melakukan aksi ngomentarin orang asing seperti ini. Terutama yang sering riwa-riwi di stasiun atau di dalam kereta. Untunglah diantaranya kemungkinan tidak membaca blog saya dan ngerasa melaporkan ke polisi, terus saya menjadi tranding topic kayak Florance. Tidaaaaaak. Bisa hancur masa depan saya !
Tapi tentulah, saya komentarinnya tentang kalau ada udang di balik rempeyek, artinya saya enggak ngomongin keburukan mereka dan menjelek-jelekkan mereka. Saya suka menulis sesuatu kalau saya kagum sama orang itu, nyariin tiket kereta misalnya, atau jinjingin ransel saya yang berat (yang sejauh ini belum ada :D ).
Kehidupan manusia memang seperti ini dan tidak bisa kita pungkiri, kecuali kalau kita mau transmigrasi ke bulan. Kasih komentar dan dikomentarin, itulah seninya menjadi manusia. Asal semua sesuai kaidah. Dan ini sah-sah saja bagi saya, mengomentari untuk menjadi tulisan kalau itu sesuatu yang baik bisa dicontoh yang lain, dan yang buruk bisa dijadikan pelajaran. As simple as that.
Ini sekalian mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam bertindak apa pun, terutama di tempat umum, misalnya, janganlah tidur sambil nganga lebar sampe bola kasti pun masuk, atau nyerobot antrian lalu teriak-teriak “Gue buru-buru.” Itu hal yang sungguh memancing para blogger untuk dijadikan tulisan.
Terakhir dan yang paling penting, blogger adalah manusia, dikomentarin manusia tidak berefek apa pun jika kita tak ambil hati, kan? Tapi ada yang lebih suka banget ngamati kita-kita, yang kepo banget aktivitas kita apa saja, dia juga penulis, penulis amal baik dan buruk yaitu Rakib dan Atid. Semoga kita lebih berhati-hati karena itu. Karena dikomentarin manusia tidak ada apa-apanya dibanding dinilai baik-buruknya di mata Allah.
Waallahu’alam

Blitar 6 Sepeteber 2014

Rabu, 30 April 2014

April Moments


Entah mengapa. Malam hari H diantara hari-hari yang kuupayakan aku justru tak kuat mengangkat kepala. Aku rindu menulis blog. Tapi sayang, modem tak ada isinya, hehe. Yah mungkin bisa di posting kapan-kapan.
Ya Allah terimakasih memberiku April seindah ini. Dari dulu-dulu, April selalu menjadi bulan paling sibuk. Entah dalam alasan apa, mungkin termasuk 22 tahun yang lalu, yang kehadiranku menyibukkan seluruh isi rumah. Ya, aku dua puluh dua sekarang. Tapi masih puteri kecil abi yang banyak mau. Ini proses ini proses.
April, sekali lagi. Allah membuatku sibuk belajar banyak hal. Mulai dari mengenalkanku tentang Lekok dan segala keunikan budayanya. Memberiku pengalaman mengajar Ibu-ibu lanjut usia. Mengenalkan sebuah kerja sistem politik. Hingga begadang semalaman demi rekap data saksi. Kampanye, sampe dibela-belain lari di GOR Delta. Tabulasi berlembar-lembar form C1,D1,D-A1 hingga mata kliyengan. April ini benar-benar moment. Moment Pemilu. Moment pergantian pengurus di Muslims Youth Club, Moment realisasi PKM, Moment kebut skripsi sempe ngepot-ngepot. Ya Allah terimakasih memberiku April seindah ini.
Dan besuk. Bagaimana rasanya jadi aku di hari besuk ya? Mataku sudah pusing melihat monitor, minusku sepertinya menambah. Tapi, biarlah. Aku ingin menulis ini. Selesai ini, aku ingin mematikan Sammy (Samsung netbook), lalu tidur. Entah sejak kapan aku tidak tidur sebelum pukul 22.00. Aku ingin merasakannya malam ini.
Ya Allah, telah aku upayakan apa yang aku bisa. Sekarang aku bertawaqal. Aku percaya Kau pasti memberi jalan terbaik, melancarkan apa yang sulit, dan memberi petunjuk-petunjuk dalam setiap keputusan, aamiin.

Surabaya, 27 April 2014
Futri Zakiyah Darojat