Belum dua jam
kami duduk di atas kursi empuk bis, ketua rombongan kami berkoar – koar,
menyampaikan bahwa sebentar lagi akan sampai tempat tujuan yaitu Rumah Sakit
Jiwa Dr. radjiman wediodiningrat Lawang Malang. Berhubung seumur – umur belum
pernah berkunjung ke rumah sakit jiwa, rasa penasaran membuatku menolehkan
kepala menuju pemandangan sekeliling, bus kami berhasil melewati gapura sempit
RSJ dan kemudian tampaklah, bangsal – bangsal berjajar rapi bergaya Belanda
lengkap dengan jendela dua pintu yang amat tinggi. Pantaslah jika rumah sakit
ini dibangun sejak 1902. Pada saat hangat – hangatnya penjajahan.
“Aku
memang gila, seratus persen gila”
Bermacam –
macam cara mereka menyambut kami, mereka –pasien gangguan jiwa- dibiarkan hidup
bebas di rumah – rumah berjajar di lingkungan rumah sakit. Melambaikan tangan,
atau menyanyi seperti yang saya tulis di atas, atau hanya tersenyum – senyum.
Jangan membayangkan mereka tersenyum seperti teller bank dengan anggun, atau
kelekar lepas tukang ojek. Mereka tersenyum penuh beban, beda sekali.
Yah, anggap
saja hari itu bonus bagi kami, bagi mahasiswa semester lima yang sedang sering
bertengkar dengan tugas – tugas yang bandel dan banyak serta berebut minta
diperhatiin dengan adil. Field trip lah…setidaknya kami bisa menyisihkan diri
dari hiruk pikuk Surabaya. Munuju suatu tempat, yang bisa dikatakan sekaligus
tadhabur alam, supaya kita lebih bersyukur dilahirkan secara sempurna.
“Kamu
mengerti aku, aku mengerti kamu
aku ingin
kau sadari, cintaku bukan lah dia
dengarlah
aku suara hati ini memanggil namamu
karena
separuh aku, dirimu
ihhhhiiiiiiiwwwwww”
Laki – laki
yang ku pikir berumuran 24 itu kemudian bernyanyi keras – keras ala kamar
mandi. Entah apa yang ia ingin sampaikan melalui lagu yang kemudian saya tahu
itu adalah lagunya peterpan yang sudah bermetamorfosis menjadi NOAH. Kemudian
ia memperkenalkan dirinya pada kami satu persatu. Ia mengaku bahwa ia gila tapi
ia ganteng, lalu menggoda satu per satu teman perempuan saya. AL, sebut saja
dia begitu. Ia berlari kesana kemari, menghampiri kawannya sesame pasien untuk
menggoda. Meski pun kami telah di hibau oleh ketua kelas kami untuk menampilkan
wajah, kami tidak bisa menahan tawa saat melihat AL menggoda nenek 50 tahunan
“Hai cantiiiiik.” Itu lah kesalahan kami di sini. kami akan meninggalkan pesan
bahwa perbuatannya si AL menggoda – goda orang itu adalah baik karena menghibur
orang lain. Haahhh..
Saya dan
teman – teman saya member dugaan bahwa kemungkinan (kami masih belum jadi siapa
yang pantas untuk menduga dengan benar, sehingga menggunakan kata ‘mungkin’) si
AL menderita skizofrenia katatonik sehingga ia tidak pernah diam, ia tetap
melakukan suatu tindakan, dalam hal ini ia terus bernyanyi. menurut perspektif
belajar, AL kami duga telat dimasukkan ke RSJ sehingga ia telah mempelajari hal
– hal bahkan men-judge dirinya gila.
Oke. itu AL.
biarlah ia berkembang di sana bersama teman – teman, dan kami doakan semoga
cepat pulih.
Jangan dikata
alay ketika sesaat setelah turun dan bus dan berjalan menuju ruang DIKLAT (Pendidikan
dan pelatihan) saya dan beberapa teman hampir menangis. Melihat mereka yang
berteriak meminta tolong melalui bahasa yang orang lain tak paham, yang
melakukan hal sebagai tanda agar orang mengerti diri mereka, tetapi mereka
justru akan disebut aneh. Mereka, jiwa yang tersembunyi di dalam tubuh – tubuh
itu terpenjara padahal mereka tak pernah meminta. Dan kita, seringkali hanya
sibuk bergidik takut, atau parah lagi tertawa.
Hari itu,
banyak sekali hal – hal yang baru bagi kami, bahwa menganggap mereka normal itu
ternyata begitu sulit, karena kenyataannya sebaliknya. Namun itu yang harus
kami lakukan, memperlakukannya seperti orang normal, menghargai mereka seperti
orang normal, karena mereka sakit mental, bukan sakit perasaan, dalam arti lain
mereka masih memiliki perasaan.
Saya harap,
kelak saya dapat membantu mereka tersenyum. berbagi beban dan lebih mengerti
mereka, karena pada intinya, mereka juga makluk yang di cintakan Allah yang
pasti tidak dengan sia – sia.
kami di dalam ruangan ABK (children with special needs) |
Di dalam museum kesehatan mental |
Strail jacket bagi pasien yang sangat gelisah dan dikhawatirkan melukai diri sendiri atau orang lain |
Bed untuk fiksasi bagi pasien gaduh dan gelisah |
janin asli yang diawetkan (koleksi museum kesehatan mental) |
lukisan salah satu pasien skizofrenia |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar