Rabu, 12 Maret 2014

Pawai Gerimis #1


Untuk gerimis sore yang cantik sekali

Bila tetes-tetes lembut mulai menggelitiki pipiku, serombongan pertanyaan datang berbondong merayapi bagian otak, apakah ini hujan yang sama seperti sore-sore kemarin? atas evaporasi yang sama dari sungai-sungai yang sama pula. Atau suatu saat akan bertukar peran, tak jatuh di atas balkon terbuka kami, tapi di laut-laut lepas, di sawah-sawah hijau, atau di jalan-jalan sesak lengkap dengan keluh tak berkesudahan manusia penggunanya.
Demi menggenapi segala imajinasiku, rintik kecil itu menjawab, aku hujan yang berbeda, katanya. Meski sama indahnya, meski sama lembutnya menyentuh pipimu, aku berbeda. Aku cantik karena kau melihatnya demikian, melalui pagar-pagar besi, genting berlumut tetangga, kawat jemuran, ia genapi segala tanyaku.
Tanya adalah sobekan menganga di ujung sepatu yang minta kau jahitkan, biar tertutup sempurna. Mungkin Kecil, tapi cukup mengganggu. Kukira cinta juga demikian. Aku bisa menjawabnya sesukaku, memainkan segala imanjinasiku, pada malam-malam yang sunyi, pada hari-hari cerah, memainkan segala imajinasi sekali lagi. Biar cinta hanya sebatas rasa, cukup damai yang memeluknya.
Aku menyukai hujan, kapan pun ia datang. Saat tempiasnya lembut menggelitiki pipi. Entah mengapa membicarakan hujan bersamamu tak pernah selesai, aku menemukan hujan sebagai sesuatu yang sama-sama kita gilai. “Nanti aku ingin memiliki istri penyuka hujan.” Katamu, bahkan sebelum kau tahu sukaku pada hujan lebih banyak dari punyamu. Hatiku berdesir diam-diam, itu hal sama yang sering kukatakan pada Tuhan. Saat itu, aku seperti benar-benar di tepi tebing, menyeret kakiku dengan pelan kebelakang, berpegang seadanya, aku takut jatuh. Kearahmu. Lima senti, aku hampir terjatuh lima senti lagi.
Aku menyukai hujan. Karena bagiku hujan adalah kesederhanaan yang indah, yang kapan pun datangnya tetap hujan yang sama, sama cantiknya. Hujan yang rela jatuh atas kongsi langit dan bumi dengan matahari. Tak peduli betapa sibuk sehari itu, tak peduli berapa tumpuk jemuran basah. Aku menyukai hujan. Menyukai hujan sama dengan menyukai kesederhanaan. Menatap suatu yang biasa dengan cara luar biasa. Kau melakukannya.

Surabaya, Futri Zakiyah Darojat
220214

Tidak ada komentar: