Jangan menyerah, ada yang
mendoakanmu diam-diam, menantimu di akhir perjuangan
Jangan menyerah, karena
dimataku, kau terlalu kuat untuk berkata lelah
Jangan menyerah, lalukan
bukan untuk ambisi, tapi menggenapi apa yang di hati
Jangan menyerah, bukan
Tuhan tak mengabulkan, ketika melihatmu berpeluh Ia hanya memintamu bersabar
sembari mengatakan ‘Sebentar’. Lalu membiarkanmu tumbuh sedikit lebih kuat
Jangan menyerah, yang diam
bukan tak peduli, ia hanya ingin khusuk meminta pada malaikat agar membantumu.
Jangan menyerah,
(180314)
Kepada Ombak
Kiranya apakah yang ingin kau sampaikan
berkali-kali datang dalam debur yang diam
Kau tahu,
pasir-pasirku yang lembut terbawa sedikit demi sedikit
olehmu setiap kau datang
Kau tahu,
Kerang-kerang yang kau hantar kemari selalu kujaga di
balik cadas karang sebelah sana
Aku hanya sedang mencoba merangkai
Sketsa tak jelas yang coba kau gambarkan di atas pasirku
Aku hanya sedang menebak
abjad-abjad acak yang kau lempar tak peduli
Ombak. Diam-diam aku belajar darimu..
Bahwa hantaman keras sesiang tadi mampu menjelma kecipak
lembut kala senja tiba
Ada sisi lembut yang kau sembunyikan agar terlihat tegar,
begitu kan
Bahwa sesibuk apa pun matahari mempekerjakanmu, kau tak
pernah lupa bersinggah
Mengirim remah makanan dari tengah samudera untuk
anak-anak penyu
Kau lelah, tapi kau selalu singgah
Terimakasih Ombak, membiarkanku belajar diam-diam darimu
-bahwa betapa pun hitamnya lembar sejarah, betapa pun
merajalelanya kejahatan, namun kehidupan di dunia ini tidak kosong sama sekali
dari manusia-manusia yang hidup digerakkan oleh nilai-nilai luhur, yang
mendorong mereka berusaha menyelamatkan keadaan dan memulihkan kebajikan-
Fiqhus Sirah
Dari dulu-dulu sejauh cerita-cerita yang pernah kubaca, dalam
negeri antah berantah mana pun. Selalu menceritakan dua pemeran dalam sebuah
kisah. Apa itu Nuh dengan kaumnya yang pembangkang, apa itu Muhammad saw dengan
Abu jahal yang licik. Apa itu Roderick dengan si berani Tariq. Hingga kisah
dunia modern. Apa itu Puteri Salju dengan perempuan sihir bernama Ravenna. Apa
itu Mr Crab dengan Plankton yang selalu dengki, bahkan di negeri tak pernah tua
Neverland pun, Peterpan harus berhadapan dengan bajak laut jahat bernama
Hook.
Sepertinya, Allah memang menjadikan demikian menariknya hidup
ini. Lalu ingatkah teman-teman dalam melihat segala cerita itu. bagaimana kita
selalu ingin menjadi pembela kebenaran dari salah satu mereka, merasa ikut
berdebar, menyalahkan si jahat, bahkan memberi jalan keluar dengan cara meneriaki
televisi meskipun itu percuma. Kita selalu merasa perlu. Kejahatan tertumpas
lalu semua penduduk berisi orang-orang baik semua. Tapi. Hey, inilah seninya
hidup. Yang justru seharusnya dari sana kita banyak-banyak membaca makna.
Ketika membaca cerita atau melihat film, kita selalu ingin
menjadi salah satu pemeran dalam andil melawan kejahatan, paling tidak, meski
tak menjadi tokoh utama, kita akan membantu mereka sekuat tenaga. Melakukan hal
sekecil apa pun, agar kita tak sekedar diam dan menonton tanpa ekspresi.
Hidup memang selalu seperti ini, tidak ada negeri jaya kaya
raya gemah ripah loh jinawi semua penduduknya life happily ever after, selalu
saja ada pihak-pihak yang membuat kecewa, ada saja sedikit rasa tak percaya
pada para penguasa. Tapi sejauh cerita apa pun, tinggal diam tak peduli selalu
bukan menjadi pilihan baik. Merutuki kebobrokan negeri hanya tindakan kekanakan
yang bodoh. Karena itu, mari berbuat, sedikit saja sekecil apa pun, setidaknya
ada yang kita lakukan. Agar kita menjadi pemeran yang tidak sekedar diam.
Tidak, tidak harus selalu menjadi panglima berkuda. Hanya dukung mereka, dengan
apa yang kita punya, atau paling sedikit dengan doa.
“Ya Tuhan kami, jangan Engkau jadikan berkuasa atas kami,
orang-orang yang tidak mengasihi kami.” –Doa Khatam
n.b : Selamat menyambut pemilu, jangan lupa nyoblos ya ^^
Karena Kesuksesan adalah kesabaran dalam bertahan, Keep
going Skripsi, Don’t quit, Don’t quit –Tulisan di screen netbook
Yua, Yuanita teman kelas sebelah suatu hari heboh sendiri
ketika pinjam netbook saya. “Hahaha segininya ya mahasiswa tingkat akhir.”
Katanya seolah kalau dia itu maba. Dia barusan lihat desktop background Sammy
(nama netbook saya) yang bertulis kalimat di atas. “Iye, mau gimana lagi,
siapa yang menyemangati kalau nggak kita sendiri.” Jawab saya. “Hahaha
sama kok, aku juga gitu di tempel di tembok-tembok, di notes bb, di laptop, ohh
skripsi, skripsi, dan skripsi, bangun tidur lihat tulisan itu, mau merem juga,
udah kayak teroris aja kita dikejar-kejar begini.” Lanjutnya kemudian, saya
hanya bisa menjawab dengan senyum palsu.
Hidup mahasiswa tingkat akhir tapi imut emang kayak begitu.
Kita dipaksa jatuh cinta dengan sesuatu yang kita nggak ngerti siapa ‘mereka’.
Menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan ‘mereka’, dimana-mana tertulis
tentang ‘mereka’. Dan orang-orang yang kita temui kompakan untuk senantiasa
menanyakan bagaimana kemajuan hubungan kita dengan ‘mereka’ dengan mengatakan “Udah
nyampe mana hubunganmu dengan skripsi?” atau pertanyaan tega banget lainnya
seperti “Kapan lulus?” yang hanya kita jawab dengan permintaan doa.
Saya heran, sebegitunya ya pesona skripsi hingga nyaris
mengalihkan dunia kita. Terkadang, ketika beberapa aktivitas kesukaan saya
seperti baca novel atau blog walking terbengkalai demi ‘mereka’, saya merutuk
sedikit dramatis “Ya Allah mengapa tercipta skripsi di dunia ini?” -_-
*jangan ditiru di rumah
Skripsi sebenarnya tidak sulit, kita dan dosen yang bikin
sulit. Saya menyimpulkan ini ketika bimbingan dengan seorang dosen penguji yang
apabila namanya tidak disamarkan adalah Bu Damajanti. Fyi, saya revisi proposal
skripsi empat kali kepada beliau, di revisi ke empat menjelang acc beliau
bilang, “Sebenarnya saya bisa saja acc ini kemarin-kemarin, tapi kalau nggak
gitu kamu nggak kesusahan, mahasiswa itu harus susah payah biar tahan banting,
dan hobi saya adalah menyusahkan mahasiswa hihihihi *ketawaperi*”
Lagi-lagi, saya hanya tertawa kecut.
Memang benar, kalau misalnya berjalan mulus-mulus mah bukan
skripsi tapi jalan tol. Saya jadi ingat kata-kata Yosua, “Ya wajarlah kita
kesulitan bikin skripsi, kita kan mahasiswa, kalau langsung bener dan mudah
berarti kita bukan mahasiswa, tapi dosen.” xoxoxo bisa jadi bisa jadi.
Yang saya sayangkan ketika skripsi melanda adalah kita
menjadi berpindah dunia, berpindah hati, atau parahnya berpindah kepribadian
*lebai. Maksud saya, kita menjadi bukan menjadi diri kita ketika diserang
skripsi, apa lagi kalau masuk gabungan PKS (Paksa Kebut Skripsi, red) kita
menjadi menjadi amnesia, lupa teman, lupa tanggungjawab lain *jleb. Padahal dan
padahal, okay skripsi penting, penting sekali bahkan. Salah satu bukti
keseriusan, bukti kecintaan, dan bukti-bukti lainnya kita sebagai anak pintar
dan baik yang cepat lulus.
Tapi ! yang kita
sering abaikan adalah skripsi menyedot semua waktu, mengalihkan dunia kita,
merampas ruang-ruang orang yang biasa kita bersama mereka. Padahal lagi,
skripsi lulus habis itu sudah, sedang banyak pengalaman yang seharusnya terjadi
yang mungkin saja bisa menjadi bekal kita seumur hidup, bisa merubah kita
menjadi mahasiswa lebih baik dengan sisa waktu di kampus. Tapi skripsi…hiks
hiks…dia merampas semuanya.
Saya menulis ini di Pasuruan saat menjalankan tugas negera
-biar-kedengeran-berat- yaitu melancarkan PKM (mengajar buta aksara), capek
mikir dan mengerjakan skripsi, biasanya seperti ini yang saya lakukan, selain mengingatkan
diri dan mengusir jenuh, bukan berarti saya menghimbau atau menginspirasi untuk
mengabaikan skripsi, tapi jangan sampai skripsi justru menghalangi kita dari
melakukan banyak hal yang bisa jadi bermanfaat bagi seumur hidup kita. Skripsi
itu, dikerjakan saja, bukan kah skripsi yang baik adalah yang selesai (Anies
Baswedan). Ingatlah perjalanan seribu batu dimulai dari satu langkah, maka
skripsi kerjakanlah..kerjakanlah… *orasi ^^
Kalian pernah naik roll coaster? kereta ukuran kecil dengan
sabuk pengaman yang terkadang kurang meyakinkan, berlaju kencang meliuk,
membuang tubuhmu ke bawah lalu cepat memungutnya kembali sebelum kau sempat
terjatuh. Pernah? bila di dramatiskan, hidupku seperti itu sekarang.
Hantaman keras yang membuatku pada posisi terpuruk nyaris
depresi, tapi Allah mengangkatku cepat-cepat lalu dengan beberapa kejutan yang
tak pernah kubayangkan, Ia melambungkanku. And as a roller coaster, my life
walks so so fastly.
Inilah mengapa aku menamai blog kesayangan ini ‘Dandelion’
yang sebelum ‘What a Great Allah’s Secret for Tomorrow’. Selain karena
seelumnya terasa panjang susah dibaca dan sedikit alay. Dandelion adalah
jelmaan gadis biasa saja yang sedang belajar terbang tanpa sayap.
Kembali ke hidupku beberapa tahun terakhir ini. Seolah Allah
ingin mengatakan, sudah cukup aku bersembunyi di bawah ketiak Ibu. Aku harus
terbang seperti dandelion. Matahari memaksa kelopak nyaman itu terkelupas dan
butirku berhamburan mencari pegangan. Baik, Ayah adalah si Matahari di sini,
sedang Ibu adalah pemilik kelopak yang nyaman.
“Terserah Mbak, sampean pilih kuliah tapi tinggal di
asrama. atau ndak tinggal di asrama tapi juga ndak usah kuliah.” Sebagian
hatiku mengatakan, Ayah tak mungkin tega tak menyekolahkanku. Tapi sebagian
yang lain mengingatkan, aku tak pernah bisa menolak mau Ayah. Asrama? Kurungan
yang menyedihkan. Namun benarkah berakhir seperti itu?