Ini aksi
nekat yang lain, sehari sebelum idul adha tahun kemarin dalam perjalanan pulang
ke Blitar. Kenapa saya bilang nekat? Begini ceritanya;
“Udah
Mbak, ikut kereta lewat Malang aja bareng aku. Bahaya malam-malam kereta lewat
kertosono. Banyak penjambretan, pemerkosaan, hiiiy serem” Hiperbolis si
Riza, adek kelas semasa SMA yang kebetulan ketemu di stasiun, sekaligus satu
dari beberapa malaikat penolong yang di kirim oleh Allah waktu itu.
Sedikit saya
ceritakan, kalau dari Surabaya mau ke Blitar itu keretanya ada dua, yang satu
lewat Malang, yang satu Kertosono. Jamnya hampir sama, sehari ada empat jadwal
departure, terakhir pukul 16.20 WIB. Ibu saya melarang bener-bener untuk naik
kereta Kertosono pada malam hari, soalnya pernah waktu itu ketika saya kecil
perjalanan pulang dari kebun binatang, kita di gangguin orang mabuk di kereta.
“Iya sih
Dek bener juga. Tapi tiket Mbak lewat Kertosono, gimana caranya?” Saya
akhirnya mempertimbangkan kata-kata Riza *memutar otak. Sesaat kemudian,
terjadilah pesekongkolan dua anak manusia untuk mengelabuhi polisi khusus
kereta api yang menjaga gerbang.
Singkat
cerita kami menemukan sebuah ide, yang cukup brilian, yang tidak akan saya
ceritakan pada siapa pun, saya lindungi benar-benar ide ini. Saya tidak ingin ada
yang meniru kejelekan saya. Diancam, disuap, disogok pun tidak akan saya
bocorkan, kecuali bila saya diancam mau dibunuh atau diculik *apa sih.
Bla bla bla. Berhasil!! Saya lolos
pemeriksaan. Berhasil masuk kereta. Namuuuun taraaaa, kereta penuh luar biasa,
berjubalan manusia di sepanjang gerbong, dan saya ingat, jangankan tempat
duduk, tiket sah saja saya tidak punya. Nggak papa, kan ada Riza, akhirnya saya
nebeng duduk di seatnya si Riza. Ini
kenapa saya bilang Riza salah satu malaikat penolong pada masa itu.
Stasiun demi
stasiun kami lalui, semakin banyak penumpang turun. Berhubung tidak enak dengan
Riza, saya akhirnya mencari tempat duduk lain. Dapat. Tapi????? saya lupa
mempertimbangkan sekeliling ketika mengambil duduk, dari dua bangku berhadapan
yang saya duduki ini, yang seharusnya diisi 6 penumpang, 5 diantaranya adalah
bapak-bapak. Huaaaaa. Udah wajah mereka serem, tar kalau saya diapa-apain
gimana??
Saya sempat
senewen dan mau pergi pada awalnya, melihat tampang bapak-bapaknya. Ketika
diam, mereka serem. Mereka adalah (perkiraan saya) pekerja pabrik yang pulang
kampung.
“Kuliah
Mbak?” Satu diantara mereka bertanya kepada saya. Saya anggukan kepala demi
kesopanan. “Jurusan apa?” Lanjut si Bapak.
“Psikologi,”
Jawab saya.
“Waaah
psikologi, bisa konsultasi!!!” Sorai si Bapak yang lain.
“Ini Mbak,
aku galau yoopo iki obat e?” timpal Bapak yang lain.
“Ati-ati
Mbak e iso moco awake dewe.” Timpal yang lainnya lainnya lagi.
“Ini Mbak,
pikirinku kok sering nggak konsen, itu kenapa Mbak?” Bapak kurus di pojok
ikut berkontribusi.
Hahahaha.
Saya tertawa *dalam hati. Saya lupa dulu jawab gimana. Yang jelas, suasana
berikutnya menjadi sangat cair. Kereta malam kami terus melaju meninggalkan
Sidoarjo menuju Bangil Pasuruan. Hingga tibalah saat yang saya takutkan : pemeriksaan
tiket. Apa yang harus saya lakukan?? Tiket saya bukan untuk naik kereta ini??
Bagaimana ini?? Nggak lucu banget kalau saya tiba-tiba ke toilet nanti malah
dicuriain. Saya mencoba memasang wajah sesantai mungkin, tersenyum, bismillah
sambil menyerahkan lembar tiket ke petugas. Daaaan
Petugas tiket
diam saja, lalu mengembalikan tiket palsu saya yang telah diperiksa. Tanpa ba
bi bu yang lain seolah tiket saya sah sah saja. Ada apa hari ini ya Allah,
lolos pemeriksaan masuk peron, ketemu dan nebeng duduk di Riza, lolos
pemeriksaan tiket selanjutnya. Ada apa hari ini ya Allah???? *berkaca-kaca
“Loh Bukan
kereta ini?” Tanya Bapak samping yang ngelirik ke tiket saya. “Kok bisa
lolos ya?” *muka heran
“Ndak tau
pak,” jawab saya *masih tertegun.
“Tadi
gimana masuk di stasiunnya?” Yang lain ikut penasaran.
Saya hanya
menggeleng. Bapaknya mungkin mulai curiga, gadis muda jurusan psikologi bisa
lolos pemeriksaan dua kali. Mukjizat apa ini.
“Tapi
hati-hati Mbak, kalau pemeriksaan selanjutnya ketahuan, Mbak bakal diturunkan.”
Huuuuaaa bilang apa Bapaknya???? Diturunin?? Bayangan saya udah yang
serem-serem aja waktu itu, itu pukul 20.00, gimana kalau diturunin di stasiun
kecil, terus jalan nyari bis jauh banget huaaaa, ada yang lebih serem ketika
menyadari uang di dompet nipis banget.
Saya terus
gusar sepanjang perjalanan, hingga sampai Malang. Bapak-bapak kawan perjalanan
saya tadi turun, menyisakan satu, yang duduk di pojok. Jadi kursi berenam itu
kita pakai berdua.
Kereta
meninggalkan Malang, HAHH?? ada yang janggal, saya sadari, tiket gadungan saya
yang di bawa Bapak-bapak tadi belum dikembalikan. Huuuaaa, wajah saya makin
gusar saja waktu itu. Tiket satu udah palsu, ilang lagi.
“Pak,
tiket saya kebawa temannya Bapak.” Saya beranikan cerita ke Bapak yang masih
tersisa di hadapan saya.
“LOH?? kok
bisa???” Saya bener-bener nggak nyangka respon si Bapak seberlebihan itu,
saya hanya berniat cerita untuk mereduksi kecemasan, tapi si Bapak langsung
bangkit berdiri. “Ya udah tunggu sini dulu tak carikan.” Bapak itu mulai
bangkit.
“Paaak
nggak usah. Nggak usah Paaaak. Paaaak” Teriak saya lupa diri kalau itu di
kereta.
“Nggak
usah gimana? nanti bisa diturunin!” Si Bapak ikut teriak, dongkol atas
pengeyelan saya. Sejenak kita menjadi tontonan gratis oleh penumpang sekitar.
Saya tidak
enak saja, baru kenal beberapa jam. Si Bapak udah kerepotan punya teman duduk
macam saya. Dan nyari dimana juga tiket di atas kereta gini? Aduuuh si Bapak.
DAaaaaN. JREEEENG. Si Bapak muncul dengan selembar tiket, meski dengan nama
orang lain, paling tidak itu cukup mengelabuhi petugas.
“Ini,
nggak bakal di cek kok namanya. Yang penting sudah bawa tiket.” Kata si
Bapak santai.
“Terima
kasih banget Pak, Bapak dapat darimana?” Saya masih penasaran.
“Udaah
ndak penting. Stasiun depan saya mau turun. Duluan ya, ati-ati lo.” Kata si
Bapak selanjutnya ngeloyor.
Ya Allaaaaah
siapa bapak baik hati itu ?? Saya bahkan tidak tahu namanya, andai bapak itu
perempuan pasti sudah saya peluk. Saya tidak bermaksud apa-apa menceritakan
ini. Apalagi berniat menginspirasi keburukan, sungguh tidak. Saya hanya ingin
yang lain belajar dari saya. Tampang orang kadang menipu, buktinya Bapak yang
serem-serem tadi baiiik banget hatinya. Mau bantu saya padahal nggak kenal.
Sekaligus mengingatkan, jangan berani-berani melanggar aturan kendaraan umum.
Saya memang lolos, karena hari itu Allah Berbaik hati mengirim malaikatnya
untuk menjaga saya. Tapi ingat, saya gusar lo sepanjang perjalanan, dan merasa
berdosa tentunya. Tapi dari awal, saya memang sudah yakin. Seperti waktu-waktu
yang lain, Allah tidak pernah membiarkan hambaNya teraniaya. Pasrah aja, Allah
pasti tolong kok :D .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar