Minggu, 12 Januari 2014

Aku dan Malaikat-malaikat Kereta Api



Ini aksi nekat yang lain, sehari sebelum idul adha tahun kemarin dalam perjalanan pulang ke Blitar. Kenapa saya bilang nekat? Begini ceritanya;
Udah Mbak, ikut kereta lewat Malang aja bareng aku. Bahaya malam-malam kereta lewat kertosono. Banyak penjambretan, pemerkosaan, hiiiy serem” Hiperbolis si Riza, adek kelas semasa SMA yang kebetulan ketemu di stasiun, sekaligus satu dari beberapa malaikat penolong yang di kirim oleh Allah waktu itu.
Sedikit saya ceritakan, kalau dari Surabaya mau ke Blitar itu keretanya ada dua, yang satu lewat Malang, yang satu Kertosono. Jamnya hampir sama, sehari ada empat jadwal departure, terakhir pukul 16.20 WIB. Ibu saya melarang bener-bener untuk naik kereta Kertosono pada malam hari, soalnya pernah waktu itu ketika saya kecil perjalanan pulang dari kebun binatang, kita di gangguin orang mabuk di kereta.
Iya sih Dek bener juga. Tapi tiket Mbak lewat Kertosono, gimana caranya?” Saya akhirnya mempertimbangkan kata-kata Riza *memutar otak. Sesaat kemudian, terjadilah pesekongkolan dua anak manusia untuk mengelabuhi polisi khusus kereta api yang menjaga gerbang.
Singkat cerita kami menemukan sebuah ide, yang cukup brilian, yang tidak akan saya ceritakan pada siapa pun, saya lindungi benar-benar ide ini. Saya tidak ingin ada yang meniru kejelekan saya. Diancam, disuap, disogok pun tidak akan saya bocorkan, kecuali bila saya diancam mau dibunuh atau diculik *apa sih.
 Bla bla bla. Berhasil!! Saya lolos pemeriksaan. Berhasil masuk kereta. Namuuuun taraaaa, kereta penuh luar biasa, berjubalan manusia di sepanjang gerbong, dan saya ingat, jangankan tempat duduk, tiket sah saja saya tidak punya. Nggak papa, kan ada Riza, akhirnya saya nebeng duduk  di seatnya si Riza. Ini kenapa saya bilang Riza salah satu malaikat penolong pada masa itu.
Stasiun demi stasiun kami lalui, semakin banyak penumpang turun. Berhubung tidak enak dengan Riza, saya akhirnya mencari tempat duduk lain. Dapat. Tapi????? saya lupa mempertimbangkan sekeliling ketika mengambil duduk, dari dua bangku berhadapan yang saya duduki ini, yang seharusnya diisi 6 penumpang, 5 diantaranya adalah bapak-bapak. Huaaaaa. Udah wajah mereka serem, tar kalau saya diapa-apain gimana??
Saya sempat senewen dan mau pergi pada awalnya, melihat tampang bapak-bapaknya. Ketika diam, mereka serem. Mereka adalah (perkiraan saya) pekerja pabrik yang pulang kampung.
Kuliah Mbak?” Satu diantara mereka bertanya kepada saya. Saya anggukan kepala demi kesopanan. “Jurusan apa?” Lanjut si Bapak.
Psikologi,” Jawab saya.
Waaah psikologi, bisa konsultasi!!!” Sorai si Bapak yang lain.
Ini Mbak, aku galau yoopo iki obat e?” timpal Bapak yang lain.
Ati-ati Mbak e iso moco awake dewe.” Timpal yang lainnya lainnya lagi.
Ini Mbak, pikirinku kok sering nggak konsen, itu kenapa Mbak?” Bapak kurus di pojok ikut berkontribusi.
Hahahaha. Saya tertawa *dalam hati. Saya lupa dulu jawab gimana. Yang jelas, suasana berikutnya menjadi sangat cair. Kereta malam kami terus melaju meninggalkan Sidoarjo menuju Bangil Pasuruan. Hingga tibalah saat yang saya takutkan : pemeriksaan tiket. Apa yang harus saya lakukan?? Tiket saya bukan untuk naik kereta ini?? Bagaimana ini?? Nggak lucu banget kalau saya tiba-tiba ke toilet nanti malah dicuriain. Saya mencoba memasang wajah sesantai mungkin, tersenyum, bismillah sambil menyerahkan lembar tiket ke petugas. Daaaan
Petugas tiket diam saja, lalu mengembalikan tiket palsu saya yang telah diperiksa. Tanpa ba bi bu yang lain seolah tiket saya sah sah saja. Ada apa hari ini ya Allah, lolos pemeriksaan masuk peron, ketemu dan nebeng duduk di Riza, lolos pemeriksaan tiket selanjutnya. Ada apa hari ini ya Allah???? *berkaca-kaca
Loh Bukan kereta ini?” Tanya Bapak samping yang ngelirik ke tiket saya. “Kok bisa lolos ya?” *muka heran
Ndak tau pak,” jawab saya *masih tertegun.
Tadi gimana masuk di stasiunnya?” Yang lain ikut penasaran.
Saya hanya menggeleng. Bapaknya mungkin mulai curiga, gadis muda jurusan psikologi bisa lolos pemeriksaan dua kali. Mukjizat apa ini.
Tapi hati-hati Mbak, kalau pemeriksaan selanjutnya ketahuan, Mbak bakal diturunkan.” Huuuuaaa bilang apa Bapaknya???? Diturunin?? Bayangan saya udah yang serem-serem aja waktu itu, itu pukul 20.00, gimana kalau diturunin di stasiun kecil, terus jalan nyari bis jauh banget huaaaa, ada yang lebih serem ketika menyadari uang di dompet nipis banget.
Saya terus gusar sepanjang perjalanan, hingga sampai Malang. Bapak-bapak kawan perjalanan saya tadi turun, menyisakan satu, yang duduk di pojok. Jadi kursi berenam itu kita pakai berdua.
Kereta meninggalkan Malang, HAHH?? ada yang janggal, saya sadari, tiket gadungan saya yang di bawa Bapak-bapak tadi belum dikembalikan. Huuuaaa, wajah saya makin gusar saja waktu itu. Tiket satu udah palsu, ilang lagi.
Pak, tiket saya kebawa temannya Bapak.” Saya beranikan cerita ke Bapak yang masih tersisa di hadapan saya.
LOH?? kok bisa???” Saya bener-bener nggak nyangka respon si Bapak seberlebihan itu, saya hanya berniat cerita untuk mereduksi kecemasan, tapi si Bapak langsung bangkit berdiri. “Ya udah tunggu sini dulu tak carikan.” Bapak itu mulai bangkit.
Paaak nggak usah. Nggak usah Paaaak. Paaaak” Teriak saya lupa diri kalau itu di kereta.
Nggak usah gimana? nanti bisa diturunin!” Si Bapak ikut teriak, dongkol atas pengeyelan saya. Sejenak kita menjadi tontonan gratis oleh penumpang sekitar.
Saya tidak enak saja, baru kenal beberapa jam. Si Bapak udah kerepotan punya teman duduk macam saya. Dan nyari dimana juga tiket di atas kereta gini? Aduuuh si Bapak. DAaaaaN. JREEEENG. Si Bapak muncul dengan selembar tiket, meski dengan nama orang lain, paling tidak itu cukup mengelabuhi petugas.
Ini, nggak bakal di cek kok namanya. Yang penting sudah bawa tiket.” Kata si Bapak santai.
Terima kasih banget Pak, Bapak dapat darimana?” Saya masih penasaran.
Udaah ndak penting. Stasiun depan saya mau turun. Duluan ya, ati-ati lo.” Kata si Bapak selanjutnya ngeloyor.
Ya Allaaaaah siapa bapak baik hati itu ?? Saya bahkan tidak tahu namanya, andai bapak itu perempuan pasti sudah saya peluk. Saya tidak bermaksud apa-apa menceritakan ini. Apalagi berniat menginspirasi keburukan, sungguh tidak. Saya hanya ingin yang lain belajar dari saya. Tampang orang kadang menipu, buktinya Bapak yang serem-serem tadi baiiik banget hatinya. Mau bantu saya padahal nggak kenal. Sekaligus mengingatkan, jangan berani-berani melanggar aturan kendaraan umum. Saya memang lolos, karena hari itu Allah Berbaik hati mengirim malaikatnya untuk menjaga saya. Tapi ingat, saya gusar lo sepanjang perjalanan, dan merasa berdosa tentunya. Tapi dari awal, saya memang sudah yakin. Seperti waktu-waktu yang lain, Allah tidak pernah membiarkan hambaNya teraniaya. Pasrah aja, Allah pasti tolong kok :D .

Tidak ada komentar: