Rabu, 09 Oktober 2013

Teko dan Cangkir


“Kamu teko, aku cangkir. Kita sama menunggu untuk menuang dan terisi. Selalu bersama, dengan ukuran yang sekali berbeda.
Kamu teko, aku cangkir. Dalam gigil pagi, menunggu dengan sabar tungku – tungku mendidihkan air.  Lalu tangan – tangan keibuan mengangkatkannya untukmu. Saat beruntung, aku mendapati cairan gula dengan warna merah segar yang kau tuang untukku. Namun, kala paceklik datang, aku hanya diam saat kopi panas dan pekat itu terasa mengelupasi permukaan kulitku. Atau tak jarang, hanya cairan tanpa rasa, tawar. Tapi sejauh itu, aku menerima dengan baik apapun yang kau tuang"
“Kamu teko, aku cangkir. Coba bayangkan, suatu saat aku menghilang.” Katamu.
Aku diam, mengurat ukiran cangkir di hadapanku, lalu pandanganku beralih pada teko di hadapanmu. Ukiran yang sama. Aku menggeleng.
“Aku teko, kamu cangkir. Tanpamu, aku sepenuhnya tak lengkap.” Jawabku
 
#Surabaya, 9 Okt - 2013

2 komentar:

Tamara mengatakan...

agak sedikit merip sama lagu nya tulus sepatu. terinspirasi ya :D

Futri Zakiyah Darojat mengatakan...

he he aku malah nulis ini sebelum tau lagunya tulus :) anw thanks ya kunjunganz