Minggu, 06 Oktober 2013

Tuhanmu maha kaya, mintalah yang 'banyak'


Karena tahu saya seorang blog walker, tadi siang seorang kakak angkatan ngasih sebuah alamat blog milik putrinya seorang motivator Jamil Azailini, yang sekarang sedang mengambil bachelor of Psychology di Hannover, Germany. Awalnya, karena saya memang dasarnya suka baca blog, langsung saya lihat. Pandangan pertama, biasa saja. Nggak ada yang menarik dari kisah perjalanan seorang mahasiswi di negeri rantau. Saya sering baca puluhan blog – blog lain serupa. Namun, setelah membuka beberapa postingannya Nadhira (nama yang punya blog). Entah, saya jadi banyak tersinggungnya. Hal ini terutama kata “Jangan menyebut nominal dalam berdoa, hal itu membuktikan bahwa kita ragu kalau Allah itu maha kaya.” T.T #speechless
Entah, saya jadi banyak berpikir. Jangan – jangan Allah membenci caraku berdoa, mungkinkah aku lancing di mata Allah, terlalu sering minta ini itu tanpa tading aling – aling. Nangis lah akhirnya saya. Bener saya nangis, ngrasa bersalah banget aja. Alhamdulillahnya sorenya saya ada jadwal melingkar, langsung saja saya tanyakan pada MR saya perihal doa itu. Lagi – lagi, dan selalu dengan bijak beliau menjawab. “Doalah dengan caramu, Dek. Allah maha mengetahui. Justru menceritakan semuanya ke Allah lebih baik daripada menceritakan ke selainnya.” Alhamdulillah agak lega.
Tentang doa. Hal yang paling sering digaung – gaungkan Ayah, “Mintalah yang banyak, Allah maha kaya.” Saya selalu percaya, entah doa segera, atau tertunda, atau dig anti dengan lebih baik. Doa pasti terkabul. Pernah Ayah bilang “Allah nggak bakal nolak doa orang berbuka puasa, Mbak.” Karena itu lah, bagi saya. Doa adalah bahan bakar usaha, ia lebih penting dari usaha itu sendiri. TAPI. Salah kaprahnya adalah, doa – doa itu sering kita jadikan tameng untuk mencari dunia, mengejar cita – cita yang tinggi, lalu berimplikasilah menjadi lupa akhirat. Mungkin hal yang harus saya renungkan adalah, berapa porsi akhirat dalam setiap doa – doa saya.

Tidak ada komentar: