Senin, 14 Oktober 2013

alive


Sometimes I get so weird
I even freak my self out
I laugh myself to sleep
It’s my lullaby
Sometimes I drive so fast
Just to feel the danger
I wanna scream, It makes me feel alive
__Avril Lavigne, Anything but Ordinary

It makes me feel alive” Aku ingin berteriak, setidaknya itu membuatku merasa hidup. Begitu mungkin yang dimaksud Avril. Menyetir mobil dengan sangat kencang, bertingkah laku aneh, mungkin itu bagi sebagian orang dinamakan ‘hidup’. Sebagian orang itu mengklaim, hidup ini begitu datar Tuhan menggariskannya. Apa yang menarik dari hidup biasa – biasa saja? begitu mungkin pikir mereka.
Namun, ayo sejenak beralih ke sebagian yang lain, sebagian manusia yang merasa bahwa hidup seberti roda sepeda yang kempes, entah itu tertusuk paku, entah yang lain, mereka menemukan diri mereka terjebak pada posisi bawah, dan tak beranjak dari sana. Merasa, bahwa Tuhan tidak pernah adil menggariskan hidup. Lalu, belum cukup puas mereka menghina Tuhan, mereka berusaha menciptakan takdir pribadi dengan harapan kematian adalah pemutus segala kenestapaan.
Sebelum saya mengenal psikologi, saya pasti menganggap mereka bodoh, mereka mendramatisir, mereka berpikiran sempit. Namun, andai saja kita bertukar tempat dengan mereka? Apa sempat kita berpikir bahwa tindakan ini adalah bodoh, kita akan senantiasa berpikir bahwa panggung drama ini harus segera diakhiri.
Saya menulis ini sebari mengingat salah satu teman kami di SMA, tiga tahun lalu berita buruk itu datang seperti tamparan. Di ruang tengah asrama Al-banna, aku masih ingat sms salah satu teman kami yang lain yang berisi kabar buruk itu. Saya tidak ingin tanya mengapa, tentunya hal paling buruklah yang menimpa sahabat kami hingga ia memutuskan mengambil jalan pintas itu. Saya hanya menyesal, mengapa saya tak mengesemesnya beberapa hari sebelum hari buruk itu tiba, padahal ada kontaknya di hape saya. Mengapa saya tak sempat jumpa dia, lalu memeluknya dan mengatakan semua pasti bisa diselesaikan. Mengapa? Entah, saat ini justru yang ada saya amat merindukannya, ingin rasanya memeluk teman kami itu, lalu menangis bersama. Biar, biar segala kegundahannya luruh bersama air mata. Tapi meratapi yang sudah berlalu bukan penyelesaian, saya tidak mau kejadian yang menimpa teman kami ini menimpa orang lain juga.
Kawan, andai saja sedikit kau buka sedikit hatimu, untuk memberi ruang pada sebuah kata tentang penerimaan, pasti semua lebih mudah. Aku tahu, tak mudah berada di posisimu, aku tahu, sandiwara dunia ini terlalu kejam dalam peranmu. Tapi kawan, setidaknya sisakan sedikit tempat untukmu, untukku, untuk memahami, untuk mempercayai, bahwa matahari besuk akan terbit membawa berita baik. Bahwa kau tak pernah sendiri di dunia ini. Bahwa kau terlalu berharga untuk pergi secepat ini.


Salam cinta untuk Nafi...
Semoga Allah menerima amal baiknya di dunia...

Tidak ada komentar: