Sometimes
I get so weird
I even
freak my self out
I laugh
myself to sleep
It’s my
lullaby
Sometimes
I drive so fast
Just to
feel the danger
I wanna
scream, It makes me feel alive
__Avril Lavigne,
Anything but Ordinary
“It makes
me feel alive” Aku ingin berteriak, setidaknya itu membuatku merasa hidup.
Begitu mungkin yang dimaksud Avril. Menyetir mobil dengan sangat kencang,
bertingkah laku aneh, mungkin itu bagi sebagian orang dinamakan ‘hidup’.
Sebagian orang itu mengklaim, hidup ini begitu datar Tuhan menggariskannya. Apa
yang menarik dari hidup biasa – biasa saja? begitu mungkin pikir mereka.
Namun, ayo sejenak beralih ke sebagian yang lain, sebagian manusia yang merasa
bahwa hidup seberti roda sepeda yang kempes, entah itu tertusuk paku, entah
yang lain, mereka menemukan diri mereka terjebak pada posisi bawah, dan tak
beranjak dari sana. Merasa, bahwa Tuhan tidak pernah adil menggariskan hidup.
Lalu, belum cukup puas mereka menghina Tuhan, mereka berusaha menciptakan
takdir pribadi dengan harapan kematian adalah pemutus segala kenestapaan.
Sebelum saya mengenal psikologi, saya pasti menganggap mereka bodoh,
mereka mendramatisir, mereka berpikiran sempit. Namun, andai saja kita bertukar
tempat dengan mereka? Apa sempat kita berpikir bahwa tindakan ini adalah bodoh,
kita akan senantiasa berpikir bahwa panggung drama ini harus segera diakhiri.
Saya menulis ini sebari mengingat salah satu teman kami di SMA, tiga
tahun lalu berita buruk itu datang seperti tamparan. Di ruang tengah asrama
Al-banna, aku masih ingat sms salah satu teman kami yang lain yang berisi kabar
buruk itu. Saya tidak ingin tanya mengapa, tentunya hal paling buruklah yang
menimpa sahabat kami hingga ia memutuskan mengambil jalan pintas itu. Saya
hanya menyesal, mengapa saya tak mengesemesnya beberapa hari sebelum hari buruk
itu tiba, padahal ada kontaknya di hape saya. Mengapa saya tak sempat jumpa
dia, lalu memeluknya dan mengatakan semua pasti bisa diselesaikan. Mengapa?
Entah, saat ini justru yang ada saya amat merindukannya, ingin rasanya memeluk
teman kami itu, lalu menangis bersama. Biar, biar segala kegundahannya luruh
bersama air mata. Tapi meratapi yang sudah berlalu bukan penyelesaian, saya
tidak mau kejadian yang menimpa teman kami ini menimpa orang lain juga.
Kawan, andai saja sedikit kau buka sedikit hatimu, untuk memberi ruang
pada sebuah kata tentang penerimaan, pasti semua lebih mudah. Aku tahu, tak
mudah berada di posisimu, aku tahu, sandiwara dunia ini terlalu kejam dalam
peranmu. Tapi kawan, setidaknya sisakan sedikit tempat untukmu, untukku, untuk
memahami, untuk mempercayai, bahwa matahari besuk akan terbit membawa berita
baik. Bahwa kau tak pernah sendiri di dunia ini. Bahwa kau terlalu berharga
untuk pergi secepat ini.
Salam cinta untuk Nafi...
Semoga Allah menerima amal baiknya di dunia...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar