Waktu itu masih belum seperti
sekarang
saat gadis 7 tahunan itu sering
merengek – rengek meminta dibelikan sepeda baru
“kalau sudah punya uang Mbak.”
“tapi pengen sekarang buk, pengen
sepedahan seperti teman – teman.”
“Tapi ibuk belum punya uang.”
“Tapi pengen buk.”
lalu ibuk hanya diam, mungkin ibuk
capek menanggapi rengekanku.
Ahh futri kecil saat itu masih sulit
mengerti keadaan. Kalau abi sering diam, ibu akan sering mengomel jika ada
suatu kesalahan sekecil apa pun kulakukan.
“Kalau ingin sepeda, nabung dulu.
Kurangi jajan. Makanya sarapan kalau sebelum sekolah, ibu sudah capek capek
bangun pagi masak malah nggak mau sarapan.”
“Kan takut telat.”
“Makanya dibangunin itu yang enak,
kalau tidur jangan malam – malam.”
Seperti itulah, ibuk sering mengomeliku.
Mengomentari semua yang salah padaku. Memberi nasehat ini, nasehat itu. Supaya
aku, putri sulungnya ini mengerti. Tapi ternyata aku sangat sulit mengerti.
“Jangan pakai baju itu Mbak, Pakai baju yang kemarin saja. Masih bisa
dipakai kenapa ganti lagi.”
“Tapi nanti dikira teman – teman
nggak punya baju lain.”
“JANGAN MALU KALAU NGGAK SALAH.”
Ini, pelajaran yang kerap ibu gaung –
gaungkan. Jangan jadi anak pemalu hanya karena hal tidak penting. Hidup bersahaja ya seperti ini, begitu
mungkin maksud yang ingin ibuk sampaikan.
Pernah suatu ketika, saat nilai
matematikaku kelas 4 SD saat itu mendapat nilai 44. Ibu tidak terima, ibu tahu
jawaban yang tertera pada kertas jawaban itu banyak yang benar namun dicoret
merah. Ibuk, ibukku yang tangguh langsung mendatangi kelas untuk mengkonfirmasi
semuanya. Ibuk tidak akan membiarkan hatiku menciut atas perlakuan yang tidak
adil.
Ibuk, seharusnya aku lebih sering
menelfon ibuk. Tapi entah, aku tidak kuat mendengar suara ibuk menanyakan kapan
pulang. Dan itu akan membuatku tak betah di Surabaya.
Orang – orang bilang hari ini hari
ibuk. Puput suka cara ibuk menagih kado pada anggota keluarga kita. Puput suka
mendengar ibuk dengan bangga memamerkan hadiah abik pada kami. Ibuk….Meski ibuk
selalu keras kepada kami, kami selalu berebut siapa yang tidur siang dengan
ibuk. Meski kami terkadang bawel, atau selalu bilang “sebentar.” saat ibuk
menyuruh kami, tapi percayalah buk. Rasa bersalah terbesar kami adalah saat
kami mengatakan sebentar sedang ibuk tidak sabar dan mengerjakan pekerjaan
dengan tangan yang telah kelelahan.
Terima kasih Allah, untuk seorang ibu
seperti ibuk kami
Yang tidak pernah berhenti
mengarahkan kami
Yang terlalu disiplin hingga membeli
jadwal tidur siang kami dengan tambahan uang saku.
Ibuk, terima kasih telah membiarkanku
tidur Sembilan bulan lamanya dalam kandunganmu
Terima kasih telah mengenalkanku pada
Tuhanku
Terima kasih ibuk untuk beribu
sarapan pagi yang tidak pernah telat
Terima kasih untuk setia menjemputku
di stasiun
Terima kasih untuk sambel pecel dan
telur puyuh oleh – oleh untuk teman – teman asrama
Terima kasih untuk menyetrikakan dan
mencucikan tumpukan baju kami
Terima kasih untuk bangun – bangun malam
– malam karena anak sulungmu yang manja sedang masuk angin.
Terima kasih untuk cakue setiap pulang belanja
Terima kasih buk untuk menjahitkan
kancing seragam yang lepas
Terima kasih untuk semuanya yang
tidak mungkin tertulis satu persatu.
Ibuk, sesungguhnya cita – cita terbesarku
adalah membuat engkau dan abik bangga.
peluk dan cium dari jauh.
Selamat Hari Ibuk !!! Semoga Allah selalu membarokahimu ibuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar