Kamis, 26 Februari 2015

Barangkali yang Indah



Barangkali, suatu saat Allah akan menjebak kita untuk jatuh cinta. Pada suatu hari yang awalnya tidak ingin kita lalui. Pada seseorang yang tidak  kusangka akan bertemu dengannya. Dalam sebuah tempat yang barangkali awalnya sangat tidak ingin kita datangi. Allah akan menitipkan kepada seseorang, sebuah rasa untuk kita seorang yang -bahkan jika menggunakan istilah hiperbola- tidak mempan jika dilakukan siapa pun di dunia ini.

Selanjutnya, seolah alam berkonspirasi mulai menyusun potongan kisah. Mengambil sekeping-sekeping mozaik yang tercecer sejauh ini. Barangkali dengan tiba-tiba, kita akan digerakan oleh sebuah kekuatan di luar nalar. Jalan terbentang, Allah melembutkan hati-hati di sekeliling kita untuk merestui. Tentang seseorang, yang sangat takut kusebut namanya dalam doa pun. Tapi aku lupa, Allah mendengar apa yang tidak aku katakan.

Kita akan menapak sebuah jalan yang orang-orang sebut pernikahan. Dengan seseorang yang selanjutnya membuat kita sadar : Allah terlampau. Meski dengan kekurangannya, dan serba keterbalikannya dengan kita. Persis cara Yin terhadap Yang, dia menyeimbangkan.
Barangkali benar, pernikahan tak pernah mudah. Dia mungkin saja menjadi orang paling keras kepala untuk kita takhlukkan. Semua bisa saja menjadi begitu sulit. tapi jika mau belajar, dialah orang yang karenanya kita mau belajar lebih banyak lagi. Dia barangkali menjadi manusia paling sulit, tapi paling ingin kita bahagiakan. Melakukan hal seremeh apa pun mempertimbangkan perasaannya, dan memperlakukannya lebih special dari siapa pun di bumi ini.

Kita (kamu dan dia) akan terus menua. Jika kita hidup dengan baik, kita akan saling jatuh cinta setiap hari. Bukan karena apa, tapi karena kita sama-sama tahu bahwa cinta bukan untuk dicari, tapi untuk diciptakan. Lalu pelan-pelan kita sadar, kuasa Allah mengatur segalanya. Kekuranganmu di sisi ini, untuk melengkapi kekurangannya di sisi yang lain, terus seperti itu.

Lalu kita sama-sama menyadari, kesuksesan keluarga telah kita miliki jauh-jauh hari. Kita sudah sukses, hanya kita belum sadar. Bahwa sejauh kita berhasil membanyakkan terimakasih atas apa yang Allah beri, kita akan menjadi orang yang paling sukses.

Hingga pada ujungnya, ketika kita sama-sama benar-benar tua. Hal yang diam-diam kita khawatirkan adalah kehilangan satu sama lain : itu lebih menakutkan dari sebuah kematian itu sendiri. Mungkin kita akan saling berharap, agar mati lebih dahulu saja agar tak perlu mengalami sakitnya kehilangan. Kita akan takut, takut, takut sekali berpisah. Hingga kita berdoa, berdoa, dan berdoa. Bukan untuk dijauhkan dari kematian, tapi disatukan kembali setelah melalui kematian, di sebuah alam keabadian : surge-Nya Yangmaha Agung.
Pada akhirnya kita sama-sama sadar, saling mengingatkan, menguatkan, membaik satu sama lain. Agar Allah berbaik hati mengumpulkan kita di Jannah-Nya.

Blitar, 26 Februari 2015

Membahagiakan Perempuan



Write her a letter, send her a flower, love only gets old if you let it” William Chapman

Bahagia itu sederhana, apalagi bagi perempuan. Jika tahu seninya, cukup mudah membahagiakan makhluk yang katanya perasa itu. Several days ago, teman saya cerita yang intinya kira-kira seperti ini : Andai laki-laki tahu, hadiah paling mahal bagi perempuan adalah waktu. Menganggapnya ada dengan selalu memberi kabar adalah lebih menyentuh daripada sepatu atau baju mahal yang di bungkus tas tenteng kertas.
Ini membuat saya berpikir, sederhana dan nriman sekali sih perempuan, hahaha. Tapi tidak salah, kurang lebih memang seperti itu. Paling tidak bagi perempuan yang masih berhati perempuan. Hal itulah kemudian membuat saya berinisitif membocorkan beberapa hal lain yang sederhana namun berhasil membuat seorang perempuan bahagia. Sederhana, lebih sederhana dari sekedar sebuah surat atau seikat bouquet mawar seperti kutipan William Chapman di atas.

©      Waktu
Sudah saya gambarkan di atas, betapa pentingnya waktu bagi perempuan. Waktu itu = kamu penting buat aku = kamu baik-baik saja kan atau jangan khawatir aku baik-baik saja. Dan segala jenis perhatian bisa terangkum dengan memberi waktu. Jika memang tidak bisa memberi waktu banyak, usahakan merelakan sedikit waktu mu untuk memberi kabar. Itulah akhirnya saya tahu kenapa Ibuk saya sering uring-uringan ketika Ayah keluar pulang larut ndak bilang-bilang, padahal Ibuk tahu kemana Ayah setiap harinya (ke pengajian :D )

©      Ucapan Maaf
Barangkali memang benar jika perempuan adalah makhluk yang emosional. Bahagianya mudah tapi sedih atau marah  juga tidak kalah mudah dengan hal-hal sepele. Tapi cukup mudah membeli hati perempuan dengan penjelasan yang diawali dengan kata “maaf, aku yang salah.” “maaf, buat kamu menunggu.” “maaf, buat kamu khawatir.” Kalimat itu sepele tapi lumayan mampu membeli hati perempuan. Ia mungkin tak langsung bilang “Iya, aku maafin.” tapi akan membuat si yang kena marah lebih mudah menjelaskan perkara atau duduk masalahnya. Tentunya asal nggak sering-sering salah lagi dan lagi lalu minta maaf. Bisa nggak mempan kata di atas.

©      Diperjuangkan
Itulah mengapa saya setuju dengan kalimat novelis Tereliye “Jika harus memilih, sebaiknya perempuan menikah yang mencintainya daripada yang dicintainya.” Ingat pilihannya cuma dua (mencintai atau dicintai). Mengapa? Karena perempuan itu mudah tersentuh, mudah luluh, apalagi melihat seseorang  telah berkorban banyak hal untuk dia. Itulah mengapa, ada cerita awalnya perempuan enggak mau sama si laki-laki. Tapi karena si laki-laki gigih deketi dia, akhirnya klepek-klepek ahaha. Cerita itu adalah kisah Raffi dan Gigi.

©      Perhatian
Perempuan adalah ahli sejarah, ia pengingat yang baik. Terutama untuk hal yang berkaitan dengan emosinya. Mengingat sedikit hal kecil tentangnya akan membuat perempuan bahagia. “Aku bawakan martabak, acarnya nggak pake wortel, seperti kesukaanmu, kan?” Hmm bagi perempuan, meskipun martabaknya beli di depan gang, udah berasa belinya di Prancis. Ingat hal-hal kecil tentangnya, maka hatinya akan sepenuhnya milikmu.

Mungkin itulah hal-hal yang bisa saya simpulkan tentang hal kecil yang bisa membuat perempuan bahagia. Lepas benar atau salah, hanya pendapat. Manusia adalah makhluk yang relative dan banyak hal sering lebih beragam. Itulah pendapat saya, kalian boleh beda (boleh banget J)

Blitar, 11 Januari 2015

Rabu, 24 Desember 2014

Tenang, Kau Punya Allah


Allah, dengan ini. Biarlah pelan-pelan kami lepaskan. Apa yang dipegang erat-erat oleh hati. Biar Engkau yang memelihara. Semoga segalanya selalu terjaga, dengan segenap definisi indah. Di dalam asuhan kekuatan iman.

Saya ingat kata-kata Ustadz Yusuf Mansur. Berapa pun kita punya uang, biasakan beli sesuatu dengan doa. Seberapa pun yakin kita, minta pertimbangan Allah dengan doa. Karena segala sesuatu bisa saja bermuara menuju tempat yang tak pernah kita kira-kira. Munkin inilah ilmu tauhid secara sederhana. Tentang ke-esa-an Allah, tentang ke-hamba-an manusia. Tiada daya dan kekuatan, selain daripada Allah yang menjagakan.
Saya menulis ini untuk seorang kawan. Semoga Allah memberinya kekuatan, lebih banyak dari yang pernah ia perkirakan. Memberinya hati yang semakin kokoh, iman yang semakin lurus, dan harapan yang senantiasa terbit. Semoga waktu berlipat-lipat dalam bekerja, membasuh luka subuh kemarin dengan segera.
Hakikat mencintai adalah merelakan. Baik, meskipun ini terdengar menyedihkan. Mari kita memakai kacamata Tuhan, memakai sisi pandang atau cara berpikir jitu seorang guru. Mengapa mereka? Saya tidak berupaya menyamakan mereka. Tidak sedang menyamakan Tuhan dengan guru. Tapi sering kali kepada mereka lah kita salah dalam berprasangka. Paling tidak, mereka seringkali melakukan hal terkadang sulit sekali kita mengerti. Apa mau mereka?
Kawan, mengapa Tuhan diam saja ketika semua hal menyakitkan itu terjadi? Mengapa tidak Dia keluarkan kekuatan Mahadaya milik-Nya untuk melindungi kita dari hal-hal yang menyedihkan. Mengapa tidak Dia jaga kita jika Dia sayang pada hamba-Nya? Bukan kah kita adalah hamba yang senantiasa berusaha taat? jungkir balik menjaga iman dan sekuat tenaga menahan godaan setan demi bukti kita cinta pada-Nya. Lalu?
Begini, kau pernah ikut ujian? entah kenaikan kelas atau perpindahan semester. Dimana guru kita saat soal-soal sulit di bagikan? dia diam di pojok ruangan. Dia tidak merecoki ujianmu dengan memberi tahu jawaban karena yakin. Kau cukup pintar untuk melaluinya. Karena membantumu hanya akan merecoki kemampuanmu menuntaskan jawaban. Ingat, guru yang baik tidak akan melakukan hal bodoh dengan membocorimu jawaban sebelum kau tau soal. Itu tidak mendidik, bukan?
Ahh apa aku terlalu muluk-muluk dan sok tahu menjelaskan ini. Sederhana saja, bisik kan pada telingamu sendiri. “Tenang, kau punya Allah.” Dia diam, seperti diamnya guru di pojok kelas. Semoga kau baik-baik dan lulus ujian. Naik ke kelas baru dengan harapan yang lebih bersinar. Yang perlu kau ingat: harapan itu kewajaran, mimpi itu keharusan, doa itu  kewajiban. Tapi yang paling utama dari semua itu adalah penerimaanmu, kerelaanmu, keikhlasanmu atas segala keputusan Allah.

Blitar, 21 Desember 2014

Rabu, 26 November 2014

More than word


Ada beberapa orang yang ketika kita berbicara dengan sejuta kata pun, dia tak akan pernah mengerti. Namun di sudut lain, akan ada orang yang mengerti kamu dengan sangat baik, bahkan ketika kamu hanya diam.” Yasmin Mogahed

Ada orang yang sepandai apa pun saya berusaha menyembunyikan sesuatu saya tidak pernah bisa membohongi mereka, yaitu Abik. Ibuk dan Teteh. Sejauh duapuluh dua tahun saya hidup, mereka adalah orang yang tahu sesuatu bahkan yang tidak pernah saya ceritakan pada siapa pun. Bagaimana bisa?
Sese orang memang terkadang tidak mengatakan sesuatu dengan verbal, tapi kita cukup mudah membaca non-verbalnya. Tidak perlu membaca buku materi psikologi yang tebalnya seperut gajah, kalau kita mengenal dengan baik seseorang, kita akan mudah memahami apa yang tidak mereka katakan.
Kau ada sesuatu?
Tidak.
Siapa yang coba kau bohongi?
“Wkwkwkwk.”
Ini percakapan suatu hari via whatsapp dengan sepupu perempuan saya. Mau enggak cerita sesuatu, akhirnya cerita juga. Mungkin inilah yang dinamakan nyaman. Betapa indahnya dimengerti seseorang, meskipun kita hanya diam. Dan mereka, adalah orang-orang yang tanpa minta pun akan mendapat bagian di dalam hati kita.
Kalian sudah memilikinya? kalau belum, carilah. Indah sekali memiliki orang yang seperti itu.

Blitar, 6 November 2014

Jumat, 21 November 2014

Trampoline


Several weeks lately, saya dihadapkan perasaan-perasaan yang sukar didefinisikan. Tidak, ini bukan cinta. Juga bukan patah hati. Entah. Mungkin efek kalau di Blitar ndak ada teman yang berbagi banyak hal setiap waktu, seperti dulu di Surabaya. Mungkin efek siklus harian, kerja berangkat pagi, pulang sore, udah capek, ngantuk, habis itu ngasih les, baca buku dikit udah terlelap, besuk gitu lagi. Mungkin, ah masih mungkin dan mungkin.
Semacam otak saya dijejali pikiran-pikiran berat, pilihan-pilihan yang penuh konsekuensi, dan lagi, tidak ada teman sebaya untuk berbagi (Di tempat kerja, saya adalah terapis paling muda). Kesukaan aneh saya akhir-akhir ini adalah pulang dalam keadaan hujan, pake mantel, moment menyimpan sepatu di dalam jok motor, dan hanya berkendara dengan pakai kaus kaki. Aneh memang, ketika hampir semua teman-teman terapis saya mengeluh ini itu ketika mendekati jam pulang, I enjoy that moment. Saya terlanjur jatuh cinta pada hujan, no matter what!
Lain kesempatan, kadang waktu diem, di kamar, mikir macam-macam, ingat macam-macam, pada suatu ketika saya bisa nangis gitu aja (dasar sensitive!), atau ketika pikiran tiba-tiba melanglang ke beberapa tahun terakhir, jadi senyum atau ketawa sendiri. Entahlah, ini apa?
Saya meskipun seorang kakak tertua dalam keluarga, Abik tak pernah memposisikan saya dengan tanggung jawab besar seperti saya harus mengalah pada adik, saya harus membimbing adik, saya adalah orang yang siap teraniaya, tidak pernah. Ayah memposisikan semua anak sama, mungkin mereka sadar adik-adik saya tetap tanggung jawab mereka untuk memberi contoh, bukan saya sebagai kakak. Sehingga ketika seorang teman di asrama pernah kaget ketika tahu kalau saya anak pertama, sepertinya wajar. Seolah saya bisa menebak pikiran teman saya itu, anak pertama kok manja gini?
Nggak tahu kenapa, belakangan, saya jadi terlalu paranoid akan banyak hal. Saya takut sekali mengambil keputusan, saya sering seperti merasa terhakimi, dan terlalu banyak berpikir ketika hendak melakukan sesuatu. Saya seperti takut akan penolakan beberapa orang, dan saya tahu, ini bukan saya. Saya tidak pernah (atau barangkali saya lupa kalau pernah) takut tidak diterima seseorang, atau sekelompok orang, saya setidaknya di mata saya pribadi adalah orang yang cukup berani di lingkungan seperti apa pun. Saya pernah berteriak-berteriak memanggil polisi yang acuh ketika saya dan sahabat saya nita takut menyebrang (saya kena marah nita karena ini). Saya pernah survey partai politik keliling gang, saya pernah menjawab tanpa gentar anak-anak laki-laki di kereta yang terlalu banyak tanya dan menganggu. Intinya, saya bukan tipe orang yang takut di dunia baru. Lalu?? Entah.
Mungkin, saya belum siap jika harus selalu tampil baik, mungkin saya belum sepenuhnya siap untuk mengalah. Mungkin saya takut berpisah dengan Ibuk dan Abik. Mungkin, ah lagi-lagi hanya mungkin.
Tapi the other hand, saya menikmati segala proses belajar saya, membaca banyak hal, mendengarkan banyak hal, menjejali otak dengan makanan-makanan berat, biar bagaimana pun, otak saya harus belajar mencerna tekstur-tekstur agak kasar tak melulu lembut. Saya tahu, mungkin ini saatnya saya lebih banyak mendengarkan, tidak banyak protes seperti biasanya.
Dan entah, belakangan, sering seperti ada yang sedang bermain trampoline, siapa? hati.

Blitar, 22 November 2014