Beberapa
hari lalu di salah satu grup whatsapp yang saya ikuti terjadi sedikit
ketegangan antara dua kubu. Biasanya grup ini adem ayem aja, bahas
santai-santai atau serius tapi nggak sampai silang pendapat banget. Ceritanya
salah satu teman saya broadcast mengenai larangan-larangan menjalankan ibadah
Islam kejawen, semacam selametan 7 harian, 40, 100 dst. Awalnya banyak yang pro
hingga diskusi berlanjut lancar. Hingga beberapa jam kemudian muncul,
rupa-rupanya di dari kubu yang kontra akhirnya meledak, sepertinya awalnya ia
ingin berusaha diam namun terlalu gerah diam lama-lama, lalu muncul dan
menjawab dengan panjang segala perdebatan dengan pernyataan yang lumayan jleb.
Semua diam. Tidak ada yang menimpali.
Tidak
ada yang salah saya kira. Seperti moment sekarang, saat keputusan antara berapa
ulama berbeda mengenai penentuan kapan Idul Adha dilaksanakan. Sebagian besuk,
sebagian lagi lusa. Dan ini bukan peristiwa jarang di antara muslim, cukup
sering.
Saya
menemukan cerita yang hampir mirip dengan ini. Yaitu peristiwa pasca perang
Ahzab, Rasul memerintah pasukan muslim secepatnya menyerang benteng orang
Yahudi Bagi Quraidhah yang melakukan pengkhianatan perjanjian perdamaian
terhadapan kaum muslim. Rasul berpesan, “Kalian kupesankan agar jangan menunaikan
shalat Ashar sebelum tiba di perbentengan Bani Quraidhah.” Namun ternyata
hingga hampir habis Ashar pasukan muslimin belum sampai tempat yang di tuju.
Hingga terjadilah perselisihan antara kaum muslim, antara yang memilih
menjalankan shalat dan bersikukuh menaati pesan Rasul.
Dilema
juga ya, mau sholat tapi Rasul pesen gitu, mau nggak sholat, tapi sholat kan
wajib, he he. Sebenernya kalau zaman dulu ada internet lebih mudah tinggal
vidcall sama Rasul minta keputusan. Tapi ternyata akhirnya, Rasul tidak
menyalahkan salah satu atau keduanya, semua benar. Karena bagi Rasul, perbedaan
itu wajar dan sah-sah saja selama dalam rangka ijtihad yang sehat. Meskipun
terlepas yang mana yang benar, asal keduanya memiliki keyakinan beribadah dan
berupaya mencari kebenaran di dalamnya.
Tidak
berarti lantas kita jauh berbeda dari ajaran yang semestinya namun
lempeng-lempeng aja jalani, bukan begitu. Selama yang berbeda adalah bukan ibadah wajib
yang disyari’atkan, itu sah-sah saja terjadi perbedaan. Dalam riwayat di atas,
Rasul memandang menyerang Bani Quridhah dengan segera karena bersifat urgent
dan khawatir mereka lebih dahulu menghimpun kekuatan sehingga kewajiban
berperang membela kepentingan umum Beliau utamakan dan menangguhkan Ashar.
Tapi
jaman sekarang, ibadah yang wajib aja ala kadarnya kalau ingat, yang sunah beda
dikit diperjuangin sampai angkat parang, ckck. Meskipun kita dalam posisi
benar, dengan hadits dan Qur’an yang kuat. Tapi marilah tetap menjaga perbedaan
ini agar jangan sampai menimbulkan perpecahan hingga menodai ibadah wajib.
Dalil memang bisa menakhlukkan akal, tapi hanya akhlaq yang dapat memenangkan
hati.
Euuuh
berani sekali hari ini saya, bahas-bahas kayak begini udah kayak ilmunya luas
aja. Hehe saya juga sedang belajar, sedang memulai. Dari kecil saya biasa
tinggal di lingkungan multicultural, teman-teman saya orang bermacam-macam,
mulai dari Islamnya kental sekali, hingga Islam KTP bahkan nasrani sampai
hindu, saya bergaul sama mereka semua. Bagi saya, keimanan itu tidak hanya
vertikal, tapi juga horizontal.
Tulisan
ini hanya cuap-cuap dari seorang gadis yang sedang belajar. Tentang isinya
wa’Allahualam. Hanya Allah yang Mahabenar.
(Referensi
: Fiqhus Sirah, Muhammad Ghazaliy)
Blitar,
3 Oktober 2014
2 komentar:
terimakasih mba sharenya, tulisannya banyak bikin jleb hehe..bagian ini "Tapi jaman sekarang, ibadah yang wajib aja ala kadarnya kalau ingat, yang sunah beda dikit diperjuangin sampai angkat parang, ckck"
dan ini
"teman-teman saya orang bermacam-macam, mulai dari Islamnya kental sekali, hingga Islam KTP bahkan nasrani sampai hindu, saya bergaul sama mereka semua"
jadi teringat klo sy ini islam KTP..mudah2an nanti ga islam KTP lagi deh..aamiin
keren tulisannya..hehe
Sama2 smoga manfaat yaa :')
Aku juga sdg memulai belajar kok..
Aamiin
Posting Komentar