Analogi yang baik untuk kehidupan bagi saya
adalah semacam labirin, semacam ruangan penuh sekat atau lebih indah lagi kita
sebut saja taman sesat. Cara yang paling mudah untuk mengetahui jalan terbaik
sebenarnya adalah di lihat dari atas, dan karena kita tidak mungkinnaik ke
langit melakukannya, cara lain yang bisa kita lakukan adalah membaca peta
(petunjuk). Cara terbaik untuk melalui tiap lorong labirin adalah membaca
petunjuk oleh sang pembuat labirin, sang pembuat hidup.
Beberapa minggu terakhir, saya harus mau
melewati many frustrating moments, hal ini karena rencana hidup saya A,B
bahkan C belum di-acc oleh Yang Mahamerencana. Tidak apa-apa, saya sudah
memutuskan untuk mempercayai sepenuhnya rencana Allah dalam hal apa pun.
Sehari pasca wisuda, saya mendapat pesan via
whatsapp dari kenalan Ayah saya yang seorang dosen di sebuah universitas di
Kota Malang. Saya ditawari bergabung sebagai terapis di lembaga terapi beliau.
Waktu itu saya tidak berminat, karena plan A saya adalah sekolah lagi. Akhirnya
saya tolak dengan halus. Saya kemudian berjibaku dengan pendaftaran beasiswa.
Di sini awalnya saya sangat berharap karena
saya dipertemukan dengan Trina, kenalan saya dalam suatu perjalanan pulang di
kereta, dia penerima beasiswa di funder tempat saya mendaftar. Batin saya, apa
maksud Allah mempertemukan dengan Trina? Karena kemudian saya lumayan dekat
dengan dia. Apakah Allah mengirim Trina untuk membantu saya? Saya semakin besar
hati ketika Trina banyak membantu, dia meng-esemes saya kalimat-kalimat motivasi,
menyarankan tips-tips, memberi contoh esay dia yang sudah tembus, dan memberi
web-web yang harus saya kunjungi dan pelajari. Dan benar, saya semakin
berharap.
TET TOT. Hari H pengumuman, setiap ada
pemberitahuan email masuk di hape, jantung saya sudah mau loncat saja. Tapi
saya tunggu sampai sore, pengumuman tak kunjung saya terima. Saya dirundung
kegalauan. Akhirnya saya sholat hajat, minta pada Allah, apa pun yang terjadi
jadikan saya menerima keputusan-Nya dengan hati yang luas, sesudah itu saya
benar-benar tenang, jantung saya pun tidak main ayunan seperti sebelumnya.
Hingga besoknya saya membuka email dan nama saya tidak ada di list ewardee,
anehnya saya tidak ada rasa kecewa. Alhamdulillah, pasti Allah memiliki maksud
lain.
Dua hari sebelum pengumuman, seorang sepupu
yang bekerja di jogja yang kebetulan juga mengambil Magister Profesi Psikolog
(Jurusan yang saya mau) tiba-tiba bbm saya, menyuruh saya minta izin Ayah buat
jadi guru di sekolah khusus (sepupu saya adalah kepala di sekolah tersebut).
Saya berkata dalam hati, saya harus keluar dari Blitar, memperluas zona nyama,
sepertinya Jogja tempat yang tepat. Dan saya mulai merayu Ayah, dan seperti
biasanya, percakapan dengan beliau selalu penuh diplomasi.
Ayah :
Cita-citamu apa, Mbak?
Saya : Menjadi ahli psikologi dan membangun
rumah-rumah terapi dan biro konsultan psikologi di daerah-daerah.
Ayah : Bangun tempat terapi di Blitar?
Saya : Yups
Ayah : Kenapa ndak bangun relasi di Blitar
dulu?
Saya : *diam* *mikir* (menyimpulkan, saya
tidak diizinkan ke Jogja)
Ayah memang tidak pernah melarang saya
ini-itu, tapi saya dibuat berpikir oleh kalimatnya. Dan ya, akhirnya saya
menghubungi sebuah tempat terapi dimana saya dulu pernah praktek. Gayung
bersambut. Bu Santi, yang kebetulan lumayan saya kenal dekat langsung
menanggapi baik karena kebetulan tempat terapi yang dipimpin beliau sedang
membutuhkan terapis. Fix, saya bekerja di sana.
Beberapa hari kerja di tempat terapi itu,
saya dibuat menganga oleh banyak hal. Saya seolah merasa, Allah mengirim saya
ke tempat baru ini bukan sekedar bekerja, sepertinya saya disekolahkan lagi.
Bagaimana tidak? Saya harus buka materi kuliah lagi, dan luar biasanya,
manajemen di tempat baru saya sudah demikian tertata, rapat evaluasi rutin,
membentuk keorganisasian (jadi panitia ini itu lagi :D ), hampir persis seperti
suasana kampus, bedanya prakteknya lebih berasa.
Dan hari ini, hari paling luar biasa sejauh
awal bekerja saya. Saya menerapi (tepatnya ikut menerapi, karena masih dalam
masa training) salah seorang anak ADHD (Hiperaktif) yang sangat luar biasa.
Luar Biasa, karena saya sempat terkena bogem mentah darinya beberapa kali yang
membuat pipi saya nyut nyut. Saya belum pernah menemukan anak seaktif ini, yang
bahkan tidak bisa duduk diam lebih dari tujuh menit. Saya merasakan betapa
pontang pantingnya mengajarinya sekedar berkata sederhana “mau” “minta”
“tolong” “terimakasih”. Dan itu luar biasa sekali. Saya merasa saya benar-benar
hidup ketika dihadapkan mereka. Ada rasa tertantang yang sangat untuk
menakhlukkan mereka. Saya merasa dikirim Allah di tempat yang sebenarnya saya
sangat inginkan. Iya Allah tahu, saya suka berhadapan dengan manusia.
Yah, meskipun saya harus mencari cara
penyampaian alasan terbaik untuk menolak mendaftar PNS seperti yang Ibu dan
beberapa kerabat saya inginkan. Meskpun gaji yang saya dapat pun tidak sebanyak
teman-teman yang berkerja di kantor terutama di kota besar. Tapi saya yakin,
pekerjaan ini adalah titik dimana Allah ingin menata saya menjadi manusia yang
lebih bermanfaat lagi di hari depan. Terimakasih ya Allah. Dan saya tetap
percaya, Allah tidak akan kehabisan cara untuk menyekolahkan mereka yang ingin
belajar. Allah Mahakaya, apalagi sekedar menyekolahkan seorang Futri, hihi.
Blitar, 16 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar