Senin, 11 Agustus 2014

WHAT YOU LIVING FOR?


Hari ini adalah hari berkabung bagi desa kami, apabila ini terlalu lebai, saya spesifikkan, mungkin bagi RT kami. Iya, salah seorang tetangga dekat rumah kami meninggal. Sri Retno Handariyati, atau biasa kami sebut Mbak Ndar, menghembuskan nafas terakhirnya siang tadi.
Sejak pagi, saya direpotkan berbagai macam hal, karena ada salah satu orang yang biasanya membantu Ibuk sedang absen. Jadilah pekerjaan mulai menyapu, mencuci segunung pakaian kotor, ngantar si bungsu ke sekolah, potong-potong cabe, beli lpg, fotokopi, ngantar bahan ke warung, saya sendiri yang melakukan. Jujur, itu sangat melelahkan. Saya baru bisa merebahkan diri pukul 12.30.
Ritual yang biasa saya lakukan sambil rebahan adalah utak-atik gadget, buka bbm atau mainan wasap. Scroll down saya menemukan status bbm agak janggal dari tetangga saya Delia (Anak nomer dua Mbak Ndar). “Selamat jalan bunda, sampai bertemu di surga :’(“ Tapi karena tidak menyangka alias nggak mikir sampai sana, saya nggak respon, nggak kasih komentar. Mungkin bunda orang lain, batin saya. Toh kemarin saya ketemu Mbak Ndar di jalan, senyum sama saya sehat-sehat saja. Saya tutup hape lalu merem, lupa status tadi.
Belum sampai benar-benar merem, tetangga depan rumah saya gedor-gedor pintu. “Wi..wi…(nama Ibu saya)…Ndar ninggal wis ngerti?” Budhe Widji teriak-teriak dari balik pintu. Saya langsung terduduk di kasur. Ibuk keluar buka pintu, abi juga. Kami kaget. Mbak Ndar?
Sekian menit kami tertegun, enggak percaya. Saya masih ingat, kemarin nyapa Mbak Ndar di depan rumah beliau, masih jelas senyumnya. “Kok bisa ya Buk?” Kata saya, Ibu tidak menjawab. Jadi status Delia tadi beneran?
***
Sepulang ta’ziah saya semakin tertegun, dua hari lalu salah satu tetangga kami yang lain kecelakaan (nabrak orang gila). Kepalanya bocor, kondisinya kritis, sudah dioperasi tapi belum kunjung siuman. Ada lagi, tetangga yang lain RT seberang, sebelum lebaran kemarin anaknya berusia 3 tahun meninggal karena tenggelam di kolam ikan lele milik keluarga mereka dan seminggu sebelum itu salah satu keluarga mereka meninggal juga karena jatuh dari jembatan kayu yang roboh. Ya Allah.
Apabila kita renungkan, kita buat bahan muhasabah, peristiwa-peristiwa di atas hanya berujung pada satu benang merah, tidak ada yang dapat menduga kapan dan dengan cara bagaimana kita akan menghadap-Nya. Mungkin atas alasan jalan takdir yang beginilah, maka kita sebagai muslim diperintahkan ber-fashtabiqul khoirot, berlomba dalam kebaikan. Tidak hanya berbuat baik, tapi berlomba berbuat baik. Sebanyaknya mengumpulkan bekal karena tidak ada yang tahu, when our time will get over.
Peristiwa-peristiwa berkabung di atas bisa jadi adalah bentuk peringatan Allah, bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk menghadap-Nya. Sehingga sederet panjang daftar mimpi, atau sekeras apa pun kita mengejar target. Jika Allah menetapkan titik ujung perjalanan kita di dunia, kita akan berhenti.
Dunia ini seperti game zone, Allah pemberi koin-koin atau kartu yang dapat kita gunakan untuk bermain. Dan kita harus ingat. Koin atau kartu untuk bermain itu memiliki limit. Jika kita sudah game over dan koin kita habis, mau tidak mau, seingin apa pun kita melanjutkan permainan, kita harus berhenti.
Semoga kita menjadi manusia yang dapat memanfaatkan dengan sebaiknya jatah waktu untuk bermain di dalam planet bernama bumi ini.

Blitar, 11 Agustus 2014

Tidak ada komentar: