Andaikan saja Ramadhan semua
Bulan yang tiba bulan yang ada
Karena besarnya setiap pahala
Yang dijanjikan kepada kita
(Ramadhan tiba, Opick)
Marhaban Ya Ramadhan !
Lupakah kita kawan dalam setiap penghujung Ramadhan, ada rasa
sesal yang tiba-tiba muncul, tentang Ramdhan yang waktunya kita sia-sia,
tentang amalan kita yang begitu-begitu saja, selanjutnya nothing we can do but
praying “Ya Allah, panjangkan usia kami hingga jumpa Ramadhan berikutnya”.
Tidak ada bulan dimana kita berpuasa, sholat, mengaji,
berinfaq, dengan sangat bersemangat seperti yang kita lakukan di kala Ramadhan.
Tidak ada bulan dimana tilawah sahut manyahut dari surau satu dengan yang lain,
dari pagi hingga sore. Tidak ada bulan dimana toko-toko besar, department
store, background music mereka yang terbiasa pop atau dangdut menjadi nasyid,
menjadi irama rohani. Tidak ada bulan dimana manusia-manusia berubah menjadi
sangat baik dan dermawan, berbagi takjil
di sepanjang jalan, atau menyiapkan kolak hangat untuk jamaah tarawih. Masha Allah
istimewanya Ramadhan.
Luar biasa sekali barakah yang dilimpahkan Allah pada
Ramadhan, setan dibelenggu olehNya, ampunan diberikanNya. Tapi, sayang sungguh
sayang. Euforia Ramadhan terkadang salah kaprah di negeri kita tercinta
Indonesia. Kita menjadi sibuk menyemaraknya tapi terlupa ibadah kita, kita
sibuk membuat manisan tapi terlupa amalan. Padahal keistimewaan terlalu sayang
kita lewatkan dengan seperti itu. Seharusnya kita bisa memaksimalkan tilawah
yang sering terlupa pada bulan biasa, meningkatkan shalat sunah yang sering
terabai pada bulan-bulan sebelumnya. Padahal Ramadhan adalah kesempatan kita
menggenapi amalan yang tak kesampaian di bulan-bulan sebelumnya. Lalu akhirnya
kita hanya akan berdoa lagi “Sampaikan kami pada Ramadhan berikutnya Ya
Allah.”
Aah tapi apakah minta memperlama Ramadhan, atau meminta Allah
mempertemukan kita pada Ramadhan depan akan menjadi jaminan kita akan
memaksimal seluruh kemampuan untuk memanfaatkan Ramadhan berikutnya. Adakah
jaminan? sungguh, seharusnya kita malu meminta ini itu sedang Ramadhan kita
hanya gini – gini saja. Apa guna berandai – andai ini Ramadhan terakhir tapi
sebulan Ramdhan khatam satu kali pun tidak.
Karena itu, jika ini benar – benar Ramadhan mendatang adalah
terakhir kita. Tidakkah kita rela membiarkannya berlalu dengan tanpa sebuah
kenangan, kenangan sebagai Ramadhan terakhir dan terbaik sepanjang usia, khatam
terbanyak, infaq termaksimal, sholat malam terutin, tidakkah ingin mengukir
cerita itu, lalu memamerkan pada Munkar dan Nakir, esok saat kita mati.
Mari sama-sama menengadah kawan, “Ya Allah, jadikan
Ramadhan ini sebagai jalan pembuka keistiqomahan kami dalam beramal karenaMu.
Kami tidak meminta memperpanjang umur atau jumpakan kami pada Ramadhan berikutnya,
tapi jadikan Ramadhan kami senantiasa menjadi lebih baik dari Ramadhan-Ramadhan
sebelumnya. Dan jika ini yang terakhir, jadikanlah amalan di dalamnya menjadi
amalan terbaik dan terindah dalam sejarah hidup kami, aamiin”
Futri Zakiyah Darojat,
(tulisan ini ada dalam bulletin At-Tarbiyah Mushola FIP UNESA
edisi 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar