Awalnya, aku
pikir Tuhan sengaja menjebakku masuk ke dunia kejiwaan (Psikologi). Hal ini
karena Dia menakdirkan orangtua kesayanganku tak menyukai sastra seperti caraku.
Dan bagiku tak mungkin menolak permintaan dua orang yang tidak pernah berkata
tidak padaku. Yah, mungkin aku bisa mencintai sastra dengan cara yang lain.
Namun seperti
Caroll meletakkan Alice di Wonderland, Tuhan menjebakku dengan cara luar biasa
indah, aku tiba-tiba jatuh cinta pada Psikologi, seperti caraku jatuh hati pada
membaca dan menulis. Aku menikmati moment-momentku bersama anak-anak yang
diciptakan Tuhan dengan cara special. Mungkin bagi orang lain tidak ada yang
menarik ketika bermain dengan mereka yang bahkan tak menganggap kehadiranmu,
tidak menangkap lemparan bolamu, tidak tertawa jika kau gelitik. Tapi sungguh,
memeluk dan mencium mereka adalah hal terindah bagiku.
Aku termasuk
satu dari sepersepuluh teman-temanku yang berminat pada tumbuh kembang anak.
Jadi ketika banyak teman-teman yang menguasai cara memahami orang dewasa, aku
lebih ingin memahami anak-anak yang ketika mereka normal saja susah dipahami.
Kau setuju ini? Kuharap iya.
Sebagai
terapis, mungkin nantinya aku akan sering melakukan home visit anak-anak
difabel, dan aku ingin sekali dua, kau menemaniku bermain bersama mereka,
mengajak mereka ke supermarket, atau jalan-jalan ke kebun kota, kau tak
keberatan kan?. Mereka mungkin terlihat aneh bagimu, tak menjawab sapaanmu, tak
pernah mau menatap matamu, berlarian mengejar capung, melihat kipas angin
seperti melihat alien, menangis dan tertawa tanpa sebab. Yah itulah cara
mereka. Kau tak keberatan kan mengizinkan mereka berjalan bersama kita dan
anak-anak nanti?
Aku mafhum
jika kau ingin aku menjadi istri yang lebih pintar, dan aku juga tak
menyalahkan ketika kau ingin aku meningkatkan kualitas diri dengan pekerjaan
yang lebih baik dari sekedar mengajari anak down syndrome tentang toilet
training. Aku mengerti, ketika nantinya kau lebih suka aku sebagai istri
yang berpakaian rapi sedang aku berangkat bekerja dengan kaos lengan panjang.
Tapi seperti yang kubilang tadi, aku sebiasa ini, berlarian mengejar kupu-kupu
bersama anak-anak autis atau menangkap anak hyperactivity disorder yang naik ke
atas bangku.
Tapi kau tak
perlu khawatir, seberapa pun aku mencintai anak-anak special itu, aku tak akan
membuat anak-anak kita merasa kehilangan ibu mereka. Aku akan mencintai mereka
lebih, menceritai mereka tentang cerita-cerita lama, agar kelak mereka menjadi
Alfatih yang tangguh, Tariq Bin Ziyad yang luar biasa berani, Atau Abdurrahman
yang yang teramat dermawan.
Seperti
itulah, aku menyukai cara-cara sederhana untuk bahagia dengan orang-orang yang
kucintai. Aku nantinya mungkin sering bercerita denganmu dengan menggebu-ngebu
bahwa aku ingin setangguh Mulan, sejelita Rapunzel, atau kadang berpikiran
konyol untuk menjadi Tinkerbell dan kau
memintamu menjadi Peterpan lalu kita mampu melarikan diri ke Negeri Tak
Pernah Tua (Neverland) *jangan terkejut ya nanti.
Itulah
hidupku, seperti yang tadi kubilang, aku biasa, sebiasa dandelion kecil jika
kau bandingkan dengan gerombolan daffodil kuning, tapi aku harap menjadi bagian
yang tak biasa dari dirimu yang menurutku luar biasa.
(Tulisan ini diikut sertakan dan termuat dalam project #CeritaJika http//kurniawangunadi.tumblr.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar