“Manusia
seringkali merasa bahwa ia telah memberi segalanya untuk Tuhan. hingga kemudian
mereka terbentur pada satu mata pelajaran yang mereka sebut kegagalan, mereka
lalu berpikir, sesuatu yang patut disalahkan atas semua itu adalah Tuhan.”
Diplomatis,
menusuk. Lagi – lagi kakak memojokkanku. Sore itu, kami dditemani sekotak cakue
Mama minikmati sinar sore berwarna mustard di tepian air mancur monly. “Aku
tidak pernah menyalahkan Tuhan.” Kilahku dengan tegas, “ Aku hanya mengalami kesulitan
untuk memahami maksud Tuhan.”
Kemudian
secuat senyum menyembul dari bibir kakak, senyum yang seperti tertulis “iya aku
mengerti.” Kemudian kakak berjalan menuju air mancur kecil di tepian monly.
Monly adalah air mancur pusat yang dikelilingi puluhan anak air mancur dalam
berbagai bentuk, pemerintah Darlinghurst membangunnya sebagai symbol bahwa
kejayaan yang besar itu tak luput karena kejayaan – kejayaan kecil yang
mengelilinginya. “Perhatikan ini.” Kata kakak sembari memainkan benda semacam tabung
bamboo dari semen atau bahan sejenisnya. “Ia hanya akan berhasil mengguyurkan
air setelah dengan susah payah ia mengumpulkan kucuran air dari induknya ini,
atau setelah perut tabungnya penuh sesak berisi air – air.” Lalu dengan
menadahkan kedua tangan, kakak mengambil air dari bejana di bawahnya dan
memasukkannya ke dalam tabung bamboo buatan tadi, seketika tabung itu mampu
mengguyurkan air dengan indah.”
“Tuhan hanya
ingin kau membantuNya melakukannya. Bukan karena Dia tak mampu. Tapi karena
agar kau merasa memiki andil atas usahamu.”
“Aku sudah
berusaha.”
“Adakalanya
jika tabung bambumu besar, kau tidak bisa hanya sekali meraupkan air untuknya.
Mungkin kau berpuluh – puluh kali. Bukan karena Tuhan ingin membuatmu lelah.
Tapi Ia ingin melihatmu menangis haru ketika melihat keletihanmu terbayar.”
Kemudian kakak berjalan,
meninggalkan aku, cakue dan sepeda kami. Mungkin kakak jengkel dengan sikapku.
Kami terlahir dari rahim yang sama dengan sifat yang sangat jauh berbeda. Mama
bilang, jika kakak adalah William yang tangguh, maka aku adalah rapunsel kecil
yang terkurung di dalam istana peri. Kakak sangat kuat dan aku lemah. Kakak
pernah bilang, “Kau harus menguat…tidak selamanya pohon – pohon Quince akan
selalu melindungi tulip – tulip kecil.” Katanya sambil mengacak – acak rambut
keritingku waktu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar