“At any rate,
I’d better be getting out of the wood, for really it’s coming on very dark. Do
you think it’s going to rain?” Said Alice and began to cry.
Tweedledum
spread a large umbrella over himself and his brother, and looked up into it.
“No, I don’t think it is.” he said; “At least—not under here. Nohow.”
what kind of
the wind that brings me such having a feeling love to read an english folklore
lately. And remember girl, you almost entered the final exam. So, far better if
you prepare for it. Fuhhh
Belakangan
ini memang otak saya sedikit teracuni. Setiap kali tangan berniat membuka buku
mata kuliah, aktivitas otak mulai memasuki gelombang theta, dan si mata jadi
manja tidak mau diajak bekerja. Tapi, bukan itu yang saya ingin bahas kali ini.
Melainkan kalimat pembuka di atas yang saya kutip dari karya Lewis Caroll
“Through the Looking-Glass”. Loh buat apa kutipan dibahas? Bentaaaar….
Dongeng
Caroll dimana tokoh utama bernama Alice terjebak atau tepatnya menjebakkan diri
di sebuah wonderland. Tapi bukan itu juga yang saya bahas, LALU??? Kalimat di
atas di ucapkan saat sang tokoh utama, Alice penuh rasa cemas ketika hari
nyaris gelap dan ia belum menemukan jalan keluar dari hutan.
“Bagaimana
pun juga,lebih baik aku sudah keluar dari hutan. Ini akan benar – benar sangat
gelap. Apakah kamu pikir hujan akan turun?” Hampir menangis Alice mengatakan
itu kepada dua teman barunya yang kuntet, yaitu si kembar Tweedledum dan Tweedledee.
Tapia pa tanggapan mereka. Tweedledum justru mengembangkan payung besarnya dan
menutupi dirinya dan saudaranya Tweedledee dengan payung kemudian mengatakan.
“Aku pikir tidak. Setidaknya, tidak akan hujan di bawah sini, Nohow.”. :D
Apa yang kita
pikirkan tentang si kembar Dee dan Dum. Selfish things? yes, it could be. Tapi
mari berhusnudzonria. Mereka benar. Realistis dan objektif. But the hidden
value we could take is. Jangan pandang satu sisi terlalu saklek. Banyak
kemungkinan lebih baik jika kita mau lebih flexible. Intinya. Penyimpulan dari
otak kita kadang yang menjadi racun bagi hati kita sendiri.
Sebenarnya,
kalimat pembukaan di atas (Ha pembukaan…?) saya mau alirkan ke judul sebenarnya
tulisan saya kali ini. What the meaning of being jealous? have you ever felt
such a feeling jealous in your life?
Kembali ke
kalimat pembuka, Betapa simple pikiran Dum bahwa hari memang akan hujan tapi
setidaknya tidak akan ada hujan di bawah payung. Mari kita menelisik. Seringkali
kita terlalu memikir kemungkinan
terburuk, dari sebuah “penyimpulan perasaan.” Kenapa saya bilang penyimpulan
perasaan. Karena kita yang seringkali menyimpul nyimpulkan sendiri apa yang
kita rasa (ini terutawa kaum ibu kartini). Apa yang terjadi di depan mata, bisa
dari teman, keluarga,atasan, pacar bagi
yang punya :D. Seringkali kita anggap benar apa yang kita pikirkan. Terlalu
percaya pada mata. Sehingga kita sering mempersepsikan hal yang belum tentu
benar adalah pasti benar, mutlak benar, dan harus benar -.-“. Kenapa bisa terjadi?
kembali lagi, darimana datangnya persepsi? Dari mata turun ke hati----SALAH.
Persepsi adalah interpretasi dari indrawi----BENAAAR. Dan sayangnya, alat indra
tidak ada yang mampu menangkap maksud. Tidak ada yang bisa melihat kondisi.
Tidak menangkap yang tersirat dibalik yang tersurut. Ambil contoh, teman saya
si A suka curhatnya ke si C bukan ke saya. waaaa gak percaya dia sama saya.
awas aja nanti saya juga nggak mau curhat ke dia. ckckck. Itu proses presepsi
yang mungkin di dapat dari mata atau telinga. Tapi coba, sedikit bernalarria,
mungkin kah si A curhat mengenai laptopnya yang rusak sehingga yang ia percaya
hanya pada si C yang jurusan teknik yang dapat membantunya. mengapa tidak
berpikir positif saja.
Menurut Rollo
may, seorang psikolog eksistensial USA, salah satu dari mode kemengadaan
manusia dalam dunia (Being in the world) adalah Mitwelt, yang menerangkah
hubungan tentang manusia berelasi dengan manusia lain, dimana manusia hanya
melihat manusia lain dari kacamatanya sendiri dan tidak bisa mengerti betul
kebutuhan mereka. Karena itu, seringkali merusak identitas manusia lain yang
sebenarnya. “Dalamnya laut masih terukur, dalamnya hati siapa yang tahu.”
secara gampang dapat dikatakan seperti itu. sehingga sulit memang untuk berbaik
sangka ketika orang lain menampakkan perilaku yang nyata2 membuat kita cemburu.
Namun kembali, belum tentu apa yang terlihat dari kacamata kita adalah maksud
yang sebenarnya.
Pernah
mendengar. Loves is never without jealous. Saya suka kata – kata ini. Karena
memang benar. But, what the meaning of being jealous? Jika akhirnya perpecahan.
Menganggap orang tua atau teman kita, atau atasan kita pilih kasih.
Where does a
feeling jealous come from? Sebuah perasaan yang butuh Pengakuan dari orang
lain, Penghargaan, Membutuhkan perhatian. :D saya berbicara seperti ini seolah
saya tidak pernah cemburu. Hehe. Sedikit curhat, ketika maen aplikasi FB
beberapa hari lalu saya tertohok sekaligus tersinggung, hasil warna yang sesuai
dengan ultah saya adalah WHIte yang berarti “You get jealous easily.” :D
But, was the
feeling jealous wrong? it wasn’t so. Tidak juga. Pada tempat yang tepat jealous
bisa menjadi motivasi. “ I should be better then ……” yang jelas membaikan diri
harus dengan cara sportif.
Pada arti
lain, saya cari di kamus Inggris – Indonesia. Jealous berarti hati – hati atau
waspada. Bila disangkutkan, betapa kita harus waspada pada apa yang kita
simpulkan, belum tentu ia adalah kebenaran. jangan sampai kita terserang
cemburu buta yang mengakibatkan perpecahan.