Senin, 10 Maret 2014

Sepotong Senja Sederhana #1



Aku tak pernah
Aku tak pernah menitipkan cinta pada siapa-siapa
Tak pada hujan, tak juga pada senja
Aku tak pernah mengatakan rindu
Tak pada laut atau pula langit biru
Aku tak pernah menyisakan ruang, berbagi hati
Aku suka menikmati sendiri
Aku tak pernah..
Tak pernah, sebelum Tuhan menjebakku bertemu denganmu
Denganmu, aku menjadi pernah
(100314)

Pura-pura
Kau tahu aku belakangan terlalu (pura-pura) sibuk
Supaya tak kelihatan aku memikirkanmu
Supaya hatiku teralihkan dari merindumu
Supaya segala tulisanku bukan tentangmu
Supaya dalam mimpiku bukan gambarmu
Supaya, supaya dalam catatanku bukan namamu
Supaya kau tahu, Aku (pura-pura) tak mencintaimu
(100314)

Tuhan tolong
Tuhan, tolong bilang dia, jangan melihat kemana-mana, aku di sini
Tuhan, tolong bilang dia, ada yang menunggu dengan malu, yaitu aku
Tuhan, tolong biarkan aku di dekatMu, agar segera dia menemukanku ketika mencariMu
(100314)


Surabaya, 10 Maret 2014
Futri Zakiyah Darojat

Bahagia dan Cita-cita


Gegara tugas akhir alias skripsweet, saya jadi punya kebiasaan baru. Apa itu?? tam taram taraam.. Membaca jurnal ilmiah! Keren kan? hehe. Bukan apa-apa sih, karena nyari materi nggak nemu-nemu di buku ujung-ujungnya apalagi kalau bukan jurnal. Sebelum-sebelumnya hanya ada dua jenis jurnal yang saya baca, kalau nggak tentang autism spectrum disorder (materi skripsweet saya), ya saya tertarik sebuah karya ilmiah karena siapa yang nerbitin, kota impian saya, Sydney, New South Wales. Tapi yang aneh, hari ini saya nyasar ke sebuah jurnal dari Findland, dari University of Helsinki. Karena saya tertarik dengan judulnya, yang kalau dibahasa Indonesiain jadi Orientasi (cita-cita) dan Subjective Well-being.
Jadi Katariina (Peneliti), ingin mengetahui bagaimana cita-cita memperngaruhi subjective well-being seorang dewasa awal (seumuran gue), dalam hal ini murid-murid high school yang berjumlah 1147. SWB (Subjective Well-being, kata anak-anak psikologi enaknya disingkat begitu) secara bahasa kita adalah cara seseorang mengevaluasi tentang kualitas hidup mereka, seberapa berbahagia seseorang dalam menjadi hidup mereka. Jadi untuk mengukur hal tersebut Katarina menggunakan beberapa skala, seperti motivasi, gejala-gejala depresi dan kepuasan hidup.
Dalam perjalanan penelitian ditemukan empat ketegori cita-cita, Kekayaan, Pekerjaan, Pengembangan diri dan  Hubungan sosial . Hasilnya menarik. the group was titled a property orientation. This group included 458 (40%) of the adolescents, of whom 62% were boys. the group was titled a vocation orientation. This group included 278 (24%) of the adolescents, of whom 60% were boys. the group was titled a self-focused orientation. This group included 145 (13%) of the adolescents, of whom 71% were girls. the group was titled a social relationships and future education orientation. This group included 261 (23%) of the adolescents, of whom 68% were girls.”

Ber-dasar-kan hasil penelitian di atas, terlihat kan siapa yang sebenarnya materialis, kok perempuan gitu lo yang selalu dikambing hitamkan. harus segera diluruskan ini. xoxoxoxo.
Singkatnya setelah melalui prosesi statistik yang saya nggak mau bahas (*bikin pusing). Ditemukan bahwa mereka yang dalam kategori  tujuan hidup ‘mengembangkan diri’, ‘pendidikan’ dan ‘hubungan sosial’ memiliki SWB lebih tinggi daripada yang lain. Mudahnya, memiliki kualitas kebahagiaan dengan cara lebih baik di banding yang memiliki tujuan hidup ‘pekerjaan’ dan ‘kekayaan’.

Bukan apa-apa saya menulis ini, selain sekali-kali menyediakan ruang untuk pengetahuan umum kelimuan favorit saya ini, juga mengingatkan bersama-sama bahwa materi bukan tolok ukur kebahagiaan.  Materi memang untuk hidup, tapi hidup bukan sekedar mencari materi. Karena mengejar materi itu tak pernah ada sudah.

Sumber : Aro, Katariina.2012.Personal Goal Orientation and Subjective Well-beling of Adolescents. Japanesse Psychologycal Research.


Dalam lautan revisi,
Futri Zakiyah Darojat

Minggu, 09 Maret 2014

Moment

-Aku menyesalkan untuk banyak hal yang tidak terjadi, maaf-

Kau sampai mana? apabila mengingat-ingat saat itu, aku jadi malu sendiri. Entah bagaimana kehadiranmu begitu membentuk di hatiku. Pantai kotak favorit kita, senja, ombak, pasir berwarna tulang. Semua sempurna memesona. Entah mengapa deklarasi mimpi sore itu –yang tanpa kita sadari- menjadi awal dari segala keterpisahan kita. Mimpi kita berbeda, itu saja. tapi aku menyukai satu hal sama, target-target itu, target mendekati-Nya.
“Aku ingin menjadi orang hebat yang membela Islam,” Katamu sombong.
“Aku ingin menjadi menjadi ibunya orang-orang hebat yang dimiliki Islam.” Sesumbarku tak kalah sombong.
Lalu kita tertawa berisi, dan sejenak pikiran melayang ke dunia antah berantah.
Kemudian, jalan kita berlaju sendiri-sendiri. Tanpa ada singgungan tanpa ada sejajaran. Dalam tidak sadar, ada harap yang kita lupa sampaikan. Semoga seperti hujan, jatuh pada tempat sungai berbeda, menyatu pada tempat yang sama, samudera.
“Kenapa tak kau sendiri yang menjadi hebat, mengapa harus anak-anakmu?” Waktu itu, sungguh janggal sekali bocah ingusan seperti kita membicarakan hal itu. “Karena seorang yang hebat, dibesarkan oleh orang yang tak kalah hebat.” Aku puas, jawaban yang ku comot begitu saja dari langit itu begitu diplomatis. Kau pasti terpesona waktu itu.
Waktu itu. Ya waktu itu. Telah terbingkai menjadi moment yang terpajang abadi di museum kenangan di hatiku. Mengingat-ingatnya membakar energiku. Dan kau, kau sampai mana? apakah aliran sungaimu mulai mendekati samudera? Semoga kita berjumpa  dalam samudera yang sama. Biarlah saat ini aliran kecil kita mengarungi liku sungai sungai kecil, menerpa bebatuan kasar, atau jatuh di tebing yang curam. Biarlah. Semoga ini menjadi bagian-bagian kecil menuju samudera, menjadi langkah-langkah kecil menuju manusia-manusia hebat. Jangan takut melangkah, jangan menyesali yang sudah sudah, karena percayalah. Kita akan lebih banyak menyesali momentum terlewat yang seharusnya terjadi.

#FIction
Rumah Khansa, Surabaya
090314
*semoga pembaca mengerti makna tagline #fiction

Sabtu, 08 Maret 2014

Kepada Quince, Si pohon kekar



Tolong bilang pada matahari, izinkan tulip kecil ini tumbuh lebih cepat
Menjulang melebihi si kekar, Quince
Biar kau tak perlu repot-repot menjagaku
Hingga aku tak perlu lagi sembunyi-sembunyi mengagumimu
Tolong bilang pada matahari,
Suatu saat biar aku yang melindungimu
Biar kau tak perlu sibuk menyembunyikan kelelahanmu
Biar tak perlu lagi kau menahan tempias-tempias hujan agar tak mengenaiku
Biar aku tak perlu menjadi tulip yang merepotkan
Quince, adakah kau mendengar segala perkataanku
kau baca? segala tulisan sederhana itu, apakah sampai?
Baik, kau selalu tak peduli, biar aku sendiri yang bilang pada matahari
(220214)

menikmati senja tanpa merutuki malam


“Terkadang, setelah semua kita lepaskan, kita mendapat apa yang kita inginkan”
-Iklan Rokok

Hidup ini lelucon, episode yang terlampau menarik untuk sekedar memenangkan piala Oscar. Tak perlu sulit-sulit mengambil contoh. Kita mungkin sama-sama iri, bagaimana gadis kecil semenyebalkan Masha bisa memiliki teman seloyal Bear. Atau monyet konyol George memiliki sahabat sebaik Pria Bertopi Kuning. Oh mungkin ini jelmaan keadilan Tuhan yang harus kita terima tanpa syarat. Lalu? Apakah kita perlu menjadi siapa untuk mendapatkan siapa demi melihat suatu jalan cerita yang menarik?
Dari awal, Ayah melarangku menanyakan hal-hal semacam ini. Mempertanyakan kebenaran. Tapi semakin dewasa, dari semua pertanyaanku aku menemukan sendiri jawaban yang menggenapi segala tanyaku. Itulah mengapa aku sangat tertarik dengan dunia cerita, aku banyak mendapat jawaban justru dari sana. Banyak cara untuk menjadi istimewa dengan sederhana, banyak jalan untuk membuat memesona cara yang biasa.
Seperti halnya dengan beruang kutub gendut itu, ia tak kan menjadi sesabar itu tanpa memiliki teman semenjengkelkan Masha. Dan yang menjadi rahasia, ulah konyol Masha adalah hal yang paling membuat Bear hanyut dalam kerinduan, meski ini selalu ia sembunyikan. Kamu tahu, ia tak mungkin serindu itu bila Masha adalah teman yang biasa-biasa saja.
Manusia, terkadang terlalu bersusah payah untuk sekedar berbahagia. Menempuh cara-cara paling sulit agar terlihat mengesankan. Hingga pada akhirnya ia lupa, kesibukan membentuk kesan hanyalah menyisakan sedikit waktu untuk berbahagia.
Inilah satu dari sekian alasan aku menyukai waktu yang kuhabiskan denganmu. Berburu matahari tenggelam lalu menikmatinya seolah besok ia tak datang lagi, entah mengapa hal ini membuat segalanya terasa istimewa. Mengagumi senja tanpa merutuki malam. Dan menjadi pelajaran yang belum pernah diajarkan oleh guru kelas apa pun, terima kasih untuk pelajaran berbahagia dengan cara sederhana. Sehingga kita selalu memiliki alasan untuk mengatakan, maka nikmat Tuhan yang mana yang akan kita dustakan.

Surabaya, Futri Zakiyah Darojat

080314