Barangkali,
suatu saat Allah akan menjebak kita untuk jatuh cinta. Pada suatu hari yang
awalnya tidak ingin kita lalui. Pada seseorang yang tidak kusangka akan bertemu dengannya. Dalam sebuah
tempat yang barangkali awalnya sangat tidak ingin kita datangi. Allah akan
menitipkan kepada seseorang, sebuah rasa untuk kita seorang yang -bahkan jika
menggunakan istilah hiperbola- tidak mempan jika dilakukan siapa pun di dunia
ini.
Selanjutnya,
seolah alam berkonspirasi mulai menyusun potongan kisah. Mengambil
sekeping-sekeping mozaik yang tercecer sejauh ini. Barangkali dengan tiba-tiba,
kita akan digerakan oleh sebuah kekuatan di luar nalar. Jalan terbentang, Allah
melembutkan hati-hati di sekeliling kita untuk merestui. Tentang seseorang,
yang sangat takut kusebut namanya dalam doa pun. Tapi aku lupa, Allah mendengar
apa yang tidak aku katakan.
Kita akan
menapak sebuah jalan yang orang-orang sebut pernikahan. Dengan seseorang yang
selanjutnya membuat kita sadar : Allah terlampau. Meski dengan kekurangannya,
dan serba keterbalikannya dengan kita. Persis cara Yin terhadap Yang, dia
menyeimbangkan.
Barangkali
benar, pernikahan tak pernah mudah. Dia mungkin saja menjadi orang paling keras
kepala untuk kita takhlukkan. Semua bisa saja menjadi begitu sulit. tapi jika
mau belajar, dialah orang yang karenanya kita mau belajar lebih banyak lagi.
Dia barangkali menjadi manusia paling sulit, tapi paling ingin kita bahagiakan.
Melakukan hal seremeh apa pun mempertimbangkan perasaannya, dan
memperlakukannya lebih special dari siapa pun di bumi ini.
Kita (kamu
dan dia) akan terus menua. Jika kita hidup dengan baik, kita akan saling jatuh
cinta setiap hari. Bukan karena apa, tapi karena kita sama-sama tahu bahwa
cinta bukan untuk dicari, tapi untuk diciptakan. Lalu pelan-pelan kita sadar,
kuasa Allah mengatur segalanya. Kekuranganmu di sisi ini, untuk melengkapi
kekurangannya di sisi yang lain, terus seperti itu.
Lalu kita
sama-sama menyadari, kesuksesan keluarga telah kita miliki jauh-jauh hari. Kita
sudah sukses, hanya kita belum sadar. Bahwa sejauh kita berhasil membanyakkan
terimakasih atas apa yang Allah beri, kita akan menjadi orang yang paling
sukses.
Hingga pada
ujungnya, ketika kita sama-sama benar-benar tua. Hal yang diam-diam kita
khawatirkan adalah kehilangan satu sama lain : itu lebih menakutkan dari sebuah
kematian itu sendiri. Mungkin kita akan saling berharap, agar mati lebih dahulu
saja agar tak perlu mengalami sakitnya kehilangan. Kita akan takut, takut,
takut sekali berpisah. Hingga kita berdoa, berdoa, dan berdoa. Bukan untuk
dijauhkan dari kematian, tapi disatukan kembali setelah melalui kematian, di
sebuah alam keabadian : surge-Nya Yangmaha Agung.
Pada akhirnya
kita sama-sama sadar, saling mengingatkan, menguatkan, membaik satu sama lain.
Agar Allah berbaik hati mengumpulkan kita di Jannah-Nya.
Blitar, 26
Februari 2015