Sabtu, 30 Maret 2013
Rabu, 27 Maret 2013
Paddington : Tentang Negeriku
Seperti yang biasa kuceritakan, dalam perbincanganku dengan Salman,
perbandingan jumlah suara kami dan suara nafas kami adalah 2:3. Seperti
perbandingan perairan dan daratan Indonesia. Seperti juga hari itu, hujan
menyandra kami di halte Quadranggle. Hanya kami berdua. Jangan dikira, setelah
6 bulan pertemanan aneh kami, kami akan begitu akrab untuk saling mengomentari
apa yang kami lihat, tidak. Salman bukan tipe komentator. Aku pikir, ia hanya
akan bicara mengenai arsitek, sejarah, dan pancasila, khususnya bab cinta tanah
air.
Ia berdiri di samping kira – kira
selengan di kananku. Seperti tampilan yang biasa ia kenakan, kacamata minus
yang sangat tebal (dia pernah mengatakan minus delapan), dengan celana kain
coklat tua, kemeja lengan pendek, yang hari ini sedikit membuatnya lebih muda
adalah rompi cardigan :D. Dan tepat, tigapuluh menit berlalu hanya suara hujan
yang terdengar, Salman sibuk dengan note padnya, entah bermain game atau yang
lain aku tak tahu, ia terlalu tinggi untuk kujangkau dengan lirikan mata.
“Kau bosan,
mau mendengar cerita.” menit ke tigapuluh enam ia beicara, huff…aku menghela
nafas lega, kali ini aku menang untuk tidak memulai pembicaraan terlebih dulu.
“Sebelumnya
kau belum pernah menawariku seperti ini.”
“Ya sudah
kalau tidak mau, tidak…”
“Mau….!” buru
– buru ku potong perkataannya. Aku tahu, Salman spesies rasionalis yang tak
suka bertele – tele. Kemudian ia tertawa, ini kali pertama aku melihatnya
tertawa tanpa beban, perlu di kulingkari tanggal berapa hari itu :D
“Kau tahu satu
alasan yang membuatku tidak pernah membenci orang Indonesia sekali pun ia tikus
berdasi yang perutnya gembung oleh uang rakyat. Pada hakikatnya, aku kasihan
terhadap mereka.”
“Kau tidak
tahu benar masalahnya.”
“Kau yakin
aku tidak tahu.” Aku jadi berpikir ulang untuk menggeleng. “Aku tahu karena
kita, aku dan orang di sana itu sama – sama bodoh. Kami mempunyai darah yang
sama setidaknya, Indonesia. Justru musuh kita sejatinya adalah Setan – setan
yang mengeruk kekayaan alam Indonesia,karena pada hakikatnya kemerdekaan kita hanya
formalitas. Karena saat ini bangsa kita dijajah dengan penjajahan terkejam di
dunia, dimana yang terjajah tidak merasa dijajah justru mera kenikmatan dengan
tololnya”
“Aku bingung
dengan bahasamu.”
“Hufff…” Ia
menghela nafas, mungkin jengkel. “Kapan kau lebih cepat cerdasnya.”
“hisch…”
Ia tertawa
melihat ekspresi jengkelku.
“Begini, kau
tahu…apa misi mereka…”
“Amerika?”
“Tepat. Kau
tahu apa misinya?”
“Mengeruk
kekayaan alam Indonesia.”
“Bukan itu
sejatinya.”Lanjutnya, “Kau tahu siapa di belakang mereka?”
“Tolong
jangan banyak Tanya, sudah ceritakan saja.”
Hahahaha .
Kali ini tawanya benar – benar lepas.
“Kau itu
mengaku warga Indonesia yang baik, Tapi
kau tidak tahu masalah utamanya. Israel, itu ingin menyebarkan ideologi Yahudinya,
Dan Ia ingin menguasai dunia dengan ideology setannya itu. huft ini mungkin
terlalu rumit. Sejak dahulu Presiden Soekarno tidak pernah setuju dengan bentuk
perjanjian dengan Amerika karena beliau tahu sifat asli mereka, Freeport kau
tahu, mereka baru berhasil menguasai ketika kepemimpinan Soeharto. Dan
bagaimana Indonesia berangsur – angsur menuju kebrobokan. Bagaimana
kepemimpinan Habibie kita melepas kepulauan timor – timor.”
“Mereka itu
yang duduk di sana, belum tentu berhati buruk, mereka hanya alat Amerika
menjajah dunia.” Salman tersenyum menanggapi jawabanku.
“Kau tahu,
bagaimana Sri Mulyani menghilang, kau tahu bagaimana bisa tiba – tiba orang tak dikenal macam Budiono,
yang selanjutnya pun tidak juga di kenal bisa menjadi wakil kepala negara, dan
yang terakhir, bagaimana anas urbaningrum, andi malarangeng, yang disebut
tersangka bisa keluyuran di mana – mana, dan terakhir, kasus korban tersangka
suap daging, malam itu di tangkap, malam itu juga di sel-kan.” Salman seperti
hampir menangis. “Tapi bangsa Indonesia tidak menyadari kekacauan ini. Orang –
orang kita justru bangga dan berbondong – bondong menjadi penyembah produk
mereka. Mereka mengajak anak bangsa menyukai seks bebas dari pada menikah mudah
dengan dalih menuntut karir, mengajarkan pada anak gadiss yang polos – polos
itu untuk tidak berpakaian,ckckc”
“Lalu apa
yang kau lakukan Salman, menjadi salah satu di antara mereka yang kau kasihani
itu?”
“Aku sudah
menjadi bagian dari mereka, kita terlalu bodoh untuk berhadapan dengan mereka,
Itulah kelebihan mereka, mereka pintar, itu ujian. Hanya, pertahankanlah diri,
dan sebisanya pertahankan orang dekatku.” Jujur, aku sedikit Geer ketika ia
berkata orang terdekatku sambil melihatku.
“Bagaimana
kau bisa tahu sedalam itu?” Kataku kemudian
“Dunia ini
tanpa batas, anak muda,” Jawabnya seraya mengayunkan note padnya.
“Aku harus
pergi, itu bus ku.”
“Yang perlu
kau ingat, jangan membenci negaramu.”
“Aku harus
belajar lebih banyak darimu kakak.”
“Seharusnya
kau dari awal memanggilku begitu.”
Sabtu, 16 Maret 2013
Ini tentang
family is like precious treasure, mine is like pearls |
Ini tentang, kerinduan yang tak berarti aku akan menangis lalu pulang
Ini tentang, peluh ayah yang menetes dalam harapan
Ini tetang, isakan tengah malam doa ibu yang tak putus bersama
kepercayaan
Ini tentang, janji anak kecil untuk terus membesar
Ini tentang, deru yang menggebu mengundang nafsu
Ini tentang, bayangan yang menyiksa dalam mimpi
Ini tentang, rasa penasaran tentang ujung jalan takdir
Bahwa tulip kecil itu akan segera berbunga
Bahwa hujan akan mengangkatnya untuk tumbuh
Bahwa matahari akan menguatkannya dengan kokoh
Bahwa, kau hanya perlu satu kata, percaya
Tugas kita untuk menyalakan lilin, bukan untuk mencela kegelapan
“Bahwa tugas kita adalah menyalakan lilin,
bukan untuk mencela kegelapan.”
kepada wajah kegelapan yang teramat membosankan
sering kutitipkan niat untukmu mengenai keraguan
mengenai hasrat yang kian memudar tentang cahaya fajar
mengenai keputusasaan akan lentera para penunjuk jalan
sering mulaiku lipat kecil harapan itu
untuk membawa cahaya menyala
karena dalam realita, surya rupanya enggan atau bosan untuk
terbangun
untuk kembali menyinari kami
menyinari bilik – bilik gelap hati kami
Jika saja ia tidak datang
jika saya hakikat kekuatan itu tak muncul
untuk menyadarkan bersama – sama
menyala tanpa mencela.
Karena pada hakikatnya setelah habis batang lilin kita
akan ada seribu batang – batang lilin yang lain.
Surabaya,
malam setelah rapat kerja BEM -F,
I don’t know what I really
thinking for
just I believe, this chance is mine
160313
Selasa, 12 Maret 2013
CINTA itu MENDIDIK
Pada prinsipnya, cinta itu urusan mendidik. Tegas seperti cara ayah,
memarahimu bermain hujan hingga larut sore. Lembut seperti cara ibu
menyemangatimu, bahwa angka 6 dalam ujian matematika bukanlah akhir dari
segalanya. Pada prinsipnya, cinta itu masalah mendidik. Sejauh mana kau membuat
ia yang kau cintai membaik, bahkan jika perasaanmu taruhannya.
Bukan cinta konyol Julius Caesar dengan Cleopatra, sebatas pengagungan
pada kecantikan. Atau pasangan Romeo Juliet yang mengatas namakan cinta atas
dasar kebodohan. Kau boleh ambil contoh
cerdas, bagaimana panglima Wentai berpura – pura mati untuk membuat Mulan
semakin kuat. Meski pada akhirnya mereka tidak bersama. Demi apa, demi negara.
Kau mungkin akan menjawab, bahwa kau mempunyai cara sendiri dalam mencintai,
itu bagus. Tapi jangan sampai kau terjebak dalam ideologimu. cinta tak butuh
cara, karena ibarat air, ia akan mengalir. Karena ibarat suara, ia akan
mengalun, karena ibarat cahaya, ia merambat lurus, tak mampu kau kendalikan,
tak mampu kau belokkan. Cinta itu bersyarat, dengarkan aku baik – baik, aku
ulangi, cinta itu bersyarat. Karena cinta itu rasa ingin memiliki, karena cinta
itu rasa ingin menyatakan, karena cinta itu bukan rasa datar yang tanpa hasrat.
Karena itu, didik cintamu membaik. Bahkan jika perasaanmu sebagai gadainya.
Kau tahu,hujan tak pernah bisa kau lawan. Menderas dalam jumlah yang
sangat banyak. Tapi kau bisa berjalan di dalam hujan tanpa melebur dengannya.
Dengan apa, dengan payung lipat yang tak pernah lepas dari kantong tas
ranselmu. Begitulah cinta, kau tak kan bisa begitu saja menolak kedatangannya.
Tapi ajari cintamu berjalan membaik, di bawah payung kuning yang sangat indah,
kau bisa merasakan tetesan indahnya, kau masih kan mendengar gemereciknya,
bahkan kau bisa menyentuhnya, tanpa kau menjadi basah karenanya.
Surabaya, dalam kejenuhan tugas kuliah
air, beku, warna
Cinema Hujan
Hujan, kau mengingatkanku
tentang satu kata rindu
di saat setitik cinta datang dengan malu – malu ratusan hari
yang lalu
mencetak memori remajaku
yang kurasa kemudian,
titik itu membesar melebihi ruang hatiku
Hujan, siapa yang tau tentang perasaan
dalam dan tingginya tak terukurkan
Hujan, bukan karena apa aku mendamba
seperti takutku kehilangan isi dalam hatiku
belum puas aku menikmatinya
Hujan, salahkah aku mengatakan
suara yang tercekat dalam kerongkongan
aku tak inggin egois
Hujan, yang kurasa cinta menjaauhiku
tak dengan malu – malu tapi dengan tanpa ragu
Hujan, ingin aku membaur denganmu
agar terkubur wajah dan suaraku di dalammu
Hujan, aku ingin berlari dan memeluknya
bukan memintanya untuk tak pergi
tapi memintanya tak meninggalkanku.
Beku
Dan dalam diam, hanya Tuhan dan aku yang tahu
Tentang apa yang bergejolak di dalam kebisuan
Namun sampai kapan mata sanggup terpejam
Dan sampai mana bibir akan terkatup rapat
Kecuali akan ada hal lain sebagai penawar
Bukan sinarnya yang kudamba
Karena aku akan tetap terbeku di bawah kilau hangatnya
Mungkin setarik senyum
Pelepas rindu seperti dahulu
(020711)
Turquoise
Indah hanya warnamu
sejenak memang kau muncul diantara kumulus nimbus
pagi itu
aku ingin membawa kapur
lalu menulis pada sisimu
bahwa aku cukup bahagia dengan semua ini
namun, kau terlalu sulit untuk kujangkau dengan usaha apa pun
setidaknya, lihatlah
seikat lilac halaman belakang
yang haru kau ingat
menjadi sayap memang indah
tapi menjadi angin jauh lebih indah
Langganan:
Postingan (Atom)