Because I
long for that time (Karena aku merindukan waktu itu)
the talks we
had as we looked at each other
the memories
that only we knew
I guess I
cant erase them
Saya tidak
memiliki cetak memori yang bagus waktu saya masih kecil. Kakung, tak banyak saya
ingat tentang beliau, hanya saja sorban putih yang selalu beliau kenakan,
sandal bangkiak, juga cairan kuning yang sering beliau muntahkan, saya masih
ingat semua itu. Kata ibu, Kakung meninggal saat saya dua tahun. Hanya sebatas
itu memori tetang Kakung.
Mbah Tri,
begitu ibu mengajari saya memanggil nenek. Mbak Tri hanya terbaring di kamar
yang sering membuat saya takut untuk masuk ke dalamnya. Semenjak saya lahir,
atau entah berapa lama sebelum itu, Mbah Tri menderita katarak, ada semacam
daging putih di permukaan mata hitam beliau. Tiba saat itu, saat saya dan kedua
sepupu saya secara bergantian menyuapi Mbah Tri dengan susu, pagi itu saya
tidak pernah menyangka jika hari itu adalah hari terakhir saya melihat beliau. Hanya beberapa suapan, Mbah Tri hanya terdiam,
kami pikir beliau tertidur, hingga tanpa banyak pikir kami mengobrol dan
bercanda di kamar itu, saat pada waktu yang sama malaikat maut datang, kami
masih tetap bercanda dan tertawa. Mbah Tri meregang nyawa tanpa kami sadar
untuk menuntun beliau membaca kalimat syahadat. Selang beberapa menit kami baru
tersadar, Mbah Tri hanya terdiam dalam pembaringan. Tak merespon apa pun bahkan
ketika kami menggongcang – gongang tubuh beliau. Dan sesaat barulah hati kami
dipenuhi sesal yang sulit termaafkan oleh diri kami sendiri.
Jika mbah Tri
adalah nenek dari ayah, Ibuk dalah nenek dari ibu. Ibuk adalah seorang nenek
yang multifungsi, beliau adalah perias kemanten sekaligus penjahit. Masih saya
ingat, tangisan saya ketika hari pertama saya masuk sekolah dasar, Ibuk belum
selesai memasang kancing pada seragam putih saya, saya melihat teman – teman
saya berangkat melalui jendela kaca rumah, saya semakin menangis, saya selalu
berharap baju saya dijahit orang lain agar lebih cepat. Saya selalu menyangkal
dengan mencari alas an bahwa baju yang saya pakai terlalu besar jika dijahit
Ibuk, baru – baru ini saya menyadari, ibu tak punya cukup uang untuk menjatkan
baju di tempat lain.
Saya tidak
menyangka, jika hidup ini berjalan lebih cepat dari yang saya pikirkan, secara
tiba – tiba saya terdampar di sebuat kota metropolitan, panas, berhemat,
bertemu dengan orang baru setiap hari adalah aktivitas saya. Saya belum sempat
memikirkan ini dua atau tiga tahun lalu. Semua secara otomatis dan teradaptasi
dengan baik. Hanya waktu berputar semacam kaset yang terus merekam peristiwa –
peristiwa.
Banyak memori
yang seseorang sering lupa dalam hidup. Tapi ada long term memori, begitu
Atkinson menyebut untuk sebuah memori jangka panjang. Memori jangka panjang
tercipta karena penyandian/pengkodean yang sempurna. Penyandian yang sempurna
tentu hasil dari atensi kita yang sempurna pada saat kejadian. Seberapa
kejadian itu menyeret perhatian kita sehingga bertahan cukup lama pada memori
kita.
Waktu saya
SMA, terutama masa – masa mendekati ujian akhir, saya dan teman – teman saya
berharap agar segera berlalulah masa SMA ini dan kami ingin segera menyandang
gelar baru sebagai mahasiswa. Kemudian, setelah setahun dua tahun menjadi
mahasiswa, betapa kami sesali perkataan kami yang telah membubur itu. Saya mempunyai
seorang teman yang sudah bekerja, ia sering berpesan pada saya. “Nimati kuliah,
masa – masa rapat, masa banyak perdebatan, masa – masa kerja parttime,
mengerjakan tumpukan tugas kuliah. SEmua itu tak kau temui di meja kerja. Karena
semua hal berbeda.”
Hidup
mengajarkan pada kita bahwa semua yang terjadi pada diri kita atau life span
development kita adalah berharga tanpa terkecuali. SEmua adalah proses hidup
yang kita lalui, jika hidup itu memilih, ya proses pilihan itulah yang kita
jalani. Saya belakangan menyimpulkan bahwa tidak pernah ada kenangan buruk,
yang ada hanya lah pelajaran baik. Seburuk apa pun kenangan itu, pelajaran yang
diajarkan kepada kita tetaplah yang baik – baik.
Terkadang
saya merindukan untuk sekedar memutar ulang memori masa lalu. Meskipun bagi
pemikir realities, itu tidak berguna. namun bagi saya, itu nilai tersendiri.
Memompa semangat, menciptakan pelajaran baru atau bahkan mengambil kesimpulan
baru untuk memperlalukan seseorang. Seseorang yang mungkin pada posisi yang
menyakitkan kita akan kita benci, namun ia adalah hanya alat bagi hidup untuk
mengajarkan suatu pelajaran pada kita. Tidakkah kehadirannya tetap kita
rindukan.
“Sesuatu yang
hilang pada diri kita akan kembali dalam bentuk lain.” saya sangat suka kutipan
ini. Betapa Jalaludin Rumi, seorang penyair Timur Tengah menggambarkan dengan
tepat. Kita akan mendapat ganti dari apa yang hilang dari kita. Mungkin
sesorang yang hilang itu tak ada gantinya, karena dia hanya satu di dunia ini.
Tapi ia hilang untuk menjelma menjadi memori baru yang sempurna pada otak kita,
ingatan yang begitu indah yang tak mungkin kita lupakan meski kita telah
bertemu dengan orang – orang baru. Itulah mengapa, saya tak pernah bisa
melupakan siapan pun yang hadir dalam hidup saya, saya memang pelupa, terkadang
saya lupa menaruh kunci,hape,kacamata, lupa membawa buku, lupa buang sampah,
tapi saya tidak pernah bisa melupakan orang yang pernah saya kenal. Seperti apa
pun mereka.
Merindukan
sesorang itu menyakitkan, begitu paham saya dahulu. Tapi sekarang bagi saya,
merindukan itu indah. Kita tidak pernah tahu apakah kita dirindukan atau bahkan
apakah sesorang yang kita rindukan itu mengingat kita, tapi hanya merasakan
rindu, seperti membawa kita ke alam masa lampau yang tak terjangkau secara
nyata :))