Ada cinta saat kau pergi. (Ketika semua
masih milik kita)
Terlibat sebuah perdebatan dalam
perkuliahan siang tadi (Oct.17.11) dalam kelas kewrganegaraan, sedikit membuat
saya ngeyel terhadap tim penyaji ketika pertanyaan saya menuai tanggapan yang sedikit
nyeleweng menurut saya. begini pertanyaan isi perdebatan kami
“Bagaimana menanamkan wawasan nusantara
yang kuat tanpa berdampak ethnosentrisme yang berlebih.” Ini pertanyaan saya,
(Penyaji) : “Kami kurang paham dengan
perntayaan anda. Wawasan nusantara itu adalah suatu paham tentang cinta tnah
air, menjaga keluar dan ke dalam. Sehingga pertanyaan anda terkesan bagaimana
agar mencintai nusantara secara setengah – setengah.” (kurang lebih seperti
itu)
Berhubung yang saya maksudkan bukan seperti
itu saya menyanggah. “Maksud saya, bagaiman kita bisa cinta tapi tidak
keterlaluan cintanya.”
(Dengan sedikit ngeyel) “Lha iya, kalau
cinta itu harus sepenuhnya, apalagi kalau sampai mengancam kesatuan nusantara,
itu harus kita bela dengan penuh.”
_____________--------------------------------------------------------------------------------------------
Masih panjang perdebatan di antara kami
yang intinya saling mempertahankan pendapat masing masing.
Berbicara tentang cinta nusantara, benarkah
kita cinta? mengapa baru merasa ketika kehilangan atau nyaris kehilangan. Ambil
contoh dari kasus Indo Malaysia. Mengapa Indonesia tidak instropeksi diri, dan
memperbaiki , mengapa kasus ambalat tidak dijadika tolak ukur cinta, untuk
lebih menjaga. Bagaimana bisa, batik dan reok menjadi sasaran empuk
berikutnya. Heeeyyy kemana aja penduduk
Indonesia, pemerintahan kita itu ketika semua masih milik kita (Sibuk rapat
Mbak….jawab pak anggota dewan dengan terkantuk – kantuk).
Ironisnya kita justru merasa memiliki
ketika kita kehilangan, merasa tersinggung, naik pitam, harga diri terinjak –
injak atau apalah. Baru menyatakan “Ganyang Malaysia” dan bertindak seolah
supporter bonek melawan aremania. Heyy
bbung, kita terebut karena kita lengah. mereka bisa karena ada peluang, salah
siapa??? Memang malay salah. Itu milik kita, dan mereka melanggar HAM, tapi
untuk selanjutnya, betapa memalukan terebut untuk berulang kali dan marah.
Mungkin pemerintah Malaysia kalau jenuh ngurusi negaranya, nyoba jail – jail ke
tetangga, biar kita marah lalu mereka ketawa. Dan itu, kita hanya marah, tanpa
sikap tanpa usaha, saya memang sering terharu dengan penduduk negara saya
tercinta ini, ketika mati – matian memperjuangkan hak milik. Namun, apa
selanjutnya?? hanya gertakan marah, Malaysia mana takut.
Mendengar berita terkini, perbatasan kita
tergerogot lagi, mungkin Malay itu ngregetan dengan Indo kali ya… bagimana
mereka tidak tergiur merebut jika, perbatasan Cuma di lindungi aparat daerah
setempat, yang hanya dengan tanda batas rumah gubuk (macam rumah gubuk sawah)
warna merah putih yang kalau musim kemarau akan terbakar dan jika musim hujan
hanyut. Seperti itu??? (geleng – geleng)
Di sisi lain, bapak besar kita, paduka
Susilo Bambang yudhoyono, menganugerahkan cindera mata kepa Malaysia. (Apa
maksudnya coba?)
saya : Pak esbeye pak esbeye, itu kenapa
ngasih Malaysia hadiah
Esbeye:
Itu…buat persahabatan nak. Kan sama tetangga kudu rukun.
saya: Ooo gitu ya pak, boleh nggak pak saya
yang mengarangkan greeting pengiring hadiahnya.
Esbeye; ooo boleh kok silahkan, yang bagus
ya biar mereka seneng.
saya : kata – katanya gini pak “MALAYSIA
MALAYSIA, INILOH TAK KASIH HADIAH, BAIKAN YA, KAMU JANGAN REBUT TANAH KITA,
KITA RUKUN LOH YA, JADI KITA NGGAK PERLU JAGA DAERAH KITA, SOALNYA KITA KAN
SIBUK RAPAT”
Esbeye: (melempar sandal kea rah saya)
4 komentar:
assalamu'alaikum.
hhaha, i see what you mean, sista.
NB : follow my blog ^o^
UUUU...okay uci
Semoga blog anda semakin banyak pengunjung, dan isi dari blog anda semakin bertambah baik.
iya thanks...:)
Posting Komentar